"Apakah enak?" tanya Lea sesudah menyuapi kue buatannya yang baru saja matang pada Leon. Lea memang sering masuk ke dapur dan memasak beberapa masakan atau kue untuk keluarganya. Kondisinya yang duduk di atas kursi roda sama sekali tidak membatasi Lea dalam beraktivitas. Apalagi, Leon mendesain ulang semua ruangan agar Lea bisa pergi ke sana ke mari dengan kursi rodanya dengan nyaman dan aman.
"Tentu, masakanmu selalu enak. Saking enaknya, aku tidak mau memakan masakan orang lain," ucap Leon dan menggigit jari Lea yang menyuapinya.
Lea tentu saja merasa malu dan memukul bahu Leon dengan wajahnya yang memerah. "Ingat umur!" seru Lea.
"Memangnya ada apa dengan umurku? Aku masih muda dan tampan, begitupula dengan dirimu yang malah semakin cantik," puji Leon lalu mengecup bibir Lea.
"Kamu ini." Lea terlihat mati gaya dan tak bisa lagi berkata-kata.
Hal itu tentu saja membuat Leon tertawa karena senang melihat tingkah Lea yang manis dan menggemaskan. “Oh iya, kemana perginya Della? Bukankah hari ini, dia tidak memiliki jadwal kuliah?" Leon kembali menerima suapan dari Lea dengan senang hati.
"Della tengah berada di rumah kaca, sepertinya Ryan juga tengah berada di sana,” jawab Lea sembari meraih cangkit teh.
"Ryan juga?" tanya Leon merasa janggal. Tentunya janggal, kenapa Ryan bisa berada di rumah kaca, dengan Della pula.
"Lea mengangguk senang. Semakin hari, keduanya tampak semakin dekat. Aku sangat senang."
Leon tampak bungkam sebelum memeluk Lea dengan erat. "Apa kau masih ingin segera menimang cucu?" tanya Leon sembari mencium bahu Lea dengan lembut. Leon memang sengaja memberikan sentuhan menggoda pada istrinya itu.
Dengan sedikit menggeliat, Lea mencoba untuk menjauh dari suaminya itu. "Ini bukan kamar! Jangan seperti itu!" Lea memperingatkan. Tentu saja Lea tidak mau Leon bertindak macam-macam di tempat seperti ini. meskipun semua orang sudah terbiasa melihat tingkah Leon yang selalu bertindak intim pada Lea, tapi Lea sama sekali tidak bisa terbiasa dengan hal itu. Lea merasa malu. Apalagi kini anak-anaknya sudah dewasa.
Lea mengerucutkan bibirnya sebelum menjawab pertanyaan suaminya. "Tentu saja, aku masih sangat menginginkan mendapatkan cucu dari putra putriku."
"Untuk Della, dia masih merasa takut berada di dekat pria asing. Jadi, kemungkinan sangat kecil jika ingin Della segera menikah dan memberikan cucu untuk kita. Tapi beda hal dengan Ryan. Karena itu, aku mencoba untuk mencari cara untuk segera mendorong Ryan untuk menikah. Aku menemukan seorang wanita yang cocok untuknya. Aku yakin, kali ini Ryan tidak akan menolak perjodohan yang kita rencanakan. Aku bisa memastikannya,” ucap Leon
"Benarkah? Kalau begitu bawa dia. Kita tidak boleh berhenti berusaha. Jika benar-benar cocok, kita harus segera mengenalkannya dengan Ryan,” ucap Lea dengan antusias. Tentu saja Lea merasa antusias karena dirinya membayangkan Ryan akan segera menikah dan memberikan cucu untukny. Ah hanya membayangkannya saja, sudah membuat Lea begitu senang.
Leon kembali memeluk Lea dengan erat. Leon merasa ikut senang karena melihat Lea yang tersenyum begitu lebarnya. Memang benar, membuat Lea bahagia adalah hal yang mudah. Leon mengecup pelipisnya sebelum mengangguk dan menjawab, "Tentu, aku pastikan jika kali ini Ryan tidak akan bisa menolak perjodohan ini."
***
Suasana di ruang tamu kediaman de Mariano terasa begitu berbeda dengan kehadiran seseorang selain anggota keluarga de Mariano dan para pekerja. Seseorang tersebut tak lain adalah tamu cantik bernama Velena. Perempuan yang dimaksud oleh Leon pagi tadi. Ya, perempuan yang menurut Leon adalah wanita yang paling cocok untuk Ryan. Dan Leon pastikan Ryan tidak akan menolak perjodohan kali ini.
Lea dan Leon tampak senang dan menyambut ramah Velena. Berbeda dengan Ryan yang tampak tak senang. Tentu saja dirinya tidka senang, karena lagi-lagi kedua orang tuanya berusaha untuk menjodohkannya dengan seorang wanita yang bahkan tak ia kenali. Ryan sendiri herangm kenapa kedua orang tuanya tidak belajar dari masa lalu? Padahal selain Ryan tidak pernah mau menerima perjodohan, seharusnya Leon dan Lea juga harus mengingat bagaimana akhir dari perjodohan yang mereka rencanakan saat mengatur perjodohan untuk Della. Bahkan perjodohan itu berujung dengan bencana yang mengerikan.
Ekspresi tidak senang Ryan tersebut disusul dengan Della yang menampilkan ekspresi muram. Suasana hati Della terasa begitu buruk setelah tahu jika ada tamu yang tampak begitu cantik datang ke rumah. Yang paling tak Della sukai adalah, fakta jika wanita cantik itu adalah wanita yang sama dengan wanita yang bersama dengan Ryan di hotel tempo hari. Ya, Velena adalah wanita yang sama dengan wanita yang bersama denga Ryan.
Della masih bisa menangkap dengan jelas, betapa wanita bernama Velena itu tertarik pada Ryan. Menyadari jika tatapan Della terasa menusuk padanya, Velena tersenyum pada Della dan menyapanya dengan ramah. "Wah Della tampak sangat cantik jika dilihat secara langsung. Mata cokelatmu membuatku iri."
Della mengerucutkan bibirnya. "Aku juga tahu kalau mataku cantik. Kak Ryan, Madre, dan Padre juga sering memujinya,” ucap Della dengan nada arogan yang terdengar manis di telinga setiap orang yang mendengarnya.
Velena menutup bibirnya agar tidak mengeluarkan tawanya. "Della sungguh menggemaskan. Aku jadi semakin ingin membuatmu menjadi adikku,” ucap Velena sembari menatap lembut pada Della.
Mendengar hal itu, jelas Della semakin menampilkan ekspresi tidak senang. "Memangnya siapa yang mau menjadi adikmu? Aku tidak mau menjadi adikmu!"
Velena tersentak saat mendengar suara Della yang agak meninggi. Ia juga sadar jika Della menatapnya dengan tatapan permusuhan. Jelas Velena tidak mengerti kenapa Della bisa memberikan reaksi tersebut padanya. Bahkan bukan hanya dirinya saja yang merasa seperti itu. Semua orang yang berada di sana juga merasakan hal yang sama. Lea yang kebetulan duduk di samping Della, segera mengusap punggung Della dengan lembut dan bertanya, "Ada apa Sayang? Kenapa kau tidak seperti biasanya?"
Sayangnya Della tetap bungkam. Ia sadar jika dirinya barusan telah melakukan sesuatu yang salah. Kini Della malah menunduk menghindari tatapan setiap orang. Della merasakan emosinya yang berkecamuk dan membuatnya ingin menangis sekarang juga. Tapi Della tidak mau menangis saat ini. Della tidak mau terlihat menyedihkan di mata Velena. Della juga ingin terlihat jika dirinya adalah seorang wanita dewasa.
Leon berdehem dan melanjutkan pembicaraan santai. Sesekali ia melirik Ryan yang tampak tak tertarik pada Velena yang duduk menempel di sampingnya. Yang ada, tatapan Ryan terus tertuju pada Della yang tampak merajuk dan bergelayut manja pada Lea. kening Ryan mengerut saat dirinya memikirkan sesuatu yang serius.
Setelah Velena pamit pulang, Della tak bisa menahan diri untuk menyuarakan isi hatinya pada kedua orang tuanya. "Della tidak mau jika sampai Kak Ryan menikah dengan wanita tadi. Della tidak mau!"
Ryan yang semula tengah menyesap kopinya susah payah meredakan batuknya. Ia kini melotot pada Della yang merajuk bak anak kecil yang baru saja kehilangan mainan kesukaannya. Menangis dan merengek bukan main. Tidak berbeda jauh, Leon juga mengamati dengan seksama reaksi putri angkatnya. Selama dua tahun ini kali pertama bersikap seperti itu. Ada yang aneh di sini, dan tentu saja Leon harus mencaritahu apa yang salah di sini.
Ryan mengatupkan rahanya erat, saat menyadari jika ayahnya mulai mencurigai Della. Untung saja, sebelum Ryan mengambil sikap Lea lebih dulu menenangkan Della. Madre tahu, jika Della tidak rela melepaskan kakak Della untuk perempuan lain. Apalagi, Della baru saja dekat dengan Kak Ryan bukan? "Tenang saja, jika Della tidak suka, Madre tidak akan memaksa. Madre tidak mau kejadian buruk tempo hari kembali terjadi."
Della tersenyum lebar dan memeluk Lea dengan erat. "Della sayang Madre!" seru Della.
Lea tertawa dan menanamkan sebuah kecupan di puncak kepala Della. "Madre juga menyayangi Della."
***
"Nona, Tuan Besar menunggu Nona di ruang kerjanya."
Della mengerutkan keningnya saat Ken menjemputnya yang baru saja bersiap untuk tidur. "Memangnya ada apa, Ken? Apa Della memiliki kesalahan sehingga Padre memanggilku? Apakah Padre tengah marah pada Della?" tanya Della sembari mengenakan jubah tidurnya yang lembut. Della tentu saja merasa cemas karena takut terkena marah dari ayahnya itu.
Ken mengulas senyum tipis. "Tuan tidak mungkin marah pada Nona. Lebih tepatnya, Tuan tidak bisa marah, karena jika sampai ia marah, otomatis Tuan juga akan terkena murka Nyonya," ucap Ken sembari mengulas senyum.
Dengan Ken yang memimpin jalan, Della melangkah menyusuri lorong temaram yang menu ruang kerja Leon. Selama hidup di sini, bisa terhitung hanya berapa kali Della berkunjung ke ruang kerja Leon. Karena Leon sendiri tidak suka jika orang-orang berkunjung ke ruang kerjanya tanpa membawa hal penting yang perlu dibicarakan. Kecuali untuk Lea, kapan pun Lea boleh memasuki ruang kerja tersebut.
Ken mengetuk pintu, setelah terdengar sahutan, Ken membukakan pintu untu Della. Setelah Della melangkah masuk, pintu kembali tertutup. Della mendekat pada Leon yang tampak duduk nyaman di sofa dengan sebuah buku di tangannya. "Padre, Della di sini."
Leon menutup bukunya dan mengangkat pandangannya untuk menatap anak gadisnya yang tampak begitu jelita dengan helaian rambut cokelat yang membingkai wajahnya. "Duduklah, ada beberapa hal yang ingin Padre bicarakan."
Dengan gugup, Della duduk di sofa yang berhadapan dengan ayahnya. "Pa-Padre, apakah Della melakukan kesalahan?"
"Hm? Kenapa Della bisa sampai berpikir seperti itu?"
Della menggeleng. "Entahlah, Della hanya merasa akan terkena marah dari Padre."
Leon menahan senyumnya. "Rupanya semakin lama, putri Padre ini tampak semakin mirip dengan Madre."
Della tampak tak mengerti dengan perkataan Leon. Sayangnya, Leon juga tidak mau memperpanjang hal tersebut. "Tenanglah, Padre memanggilmu bukan untuk memarahimu. Padre hanya ingin berbincang denganmu, sudah lama kita tidak berbicara santai hanya berdua seperti ini bukan?"
Della tersenyum manis dan mengangguk antusias. Melihat tingkah polos Della, Leon tak bisa menahan rasa hangat yang menjalar dalam hatinya. Sungguh, Leon tak bisa mencegah hatinya untuk menyayangi Della seperti putrinya sendiri. Karena Della mengingatkan Leon pada Lea remaja. Begitu polos dan manis. Leon tengah berusaha untuk melupakan fakta bahwa Della adalah putri dari Raffa, musuhnya yang masih menghilang bak ditelan bumi. Leon tentunya sadar, jika Della tidak berhak untuk menanggung kesalahan orang tuanya.
"Bagaimana kuliahmu, apa terasa sulit?"
"Tidak sesulit itu, Padre. Dosen-dosen memberikan ilmu yang bisa Della pahami. Oh iya, orang yang menolong Della dari Bruno juga adalah dosen Della."
"Benarkah? Siapa namanya, nanti Padre akan memberikan hadiah padanya karena telah menolong putri cantik Padre."
"Geon. Namanya Geon, Padre."
Leon mengangguk. "Padre akan mengingatnya. Oh iya, Padre ingin bertanya padamu. Kenapa Della tidak menyukai Velena? Padahal Velena bersikap baik pada Della."
“Della hanya tidak suka," jawab Della dengan raut wajah yang benar-benar tidak suka"
"Tapi alasannya apa? Beritahu Padre, dan jika alasannya masuk akal, Padre akan membatalkan rencana untuk menjodohkan kakakmu dengan Velena,” ucap Leon dengan serius.
Della saling meremas tangannya. Jelas ia tengah dilanda kebingungan. Ia tentu berpikir bagaimana caranya menjawab pertanyaan Leon. Della ingin membuat Leon mengurungkan niatnya untuk menjodohkan Ryan dengan wanita tadi, tapi ia tak bisa menemukan caranya. Tentu saja Della kesulitan memilih kata-kata agar tidak membuat Leon curiga. Della masih ingat jika Ryan memintanya untuk menyembunyikan hubungan mereka dari siapa pun. Terutama pada kedua orang tua mereka.
"Della hanya tidak suka. Wanita itu tidak baik. Kak Ryan tidak boleh menikah dengan wanita seperti itu."
Leon menghela napas. "Della, Padre jelas tidak mengerti apa yang Della maksud dengan wanita yang tidak baik. jika Della tidak menjelaskannya, Padre akan terus tidak mengerti."
Leon terus berusaha menekan Della agar mengatakan yang sebenarnya. Karena ia yakin, dengan sedikit tekanan lagi Della pasti mengatakannya. Leon mengenal karakter Della yang satu ini, dan Leon pasti tidak akan meleset. Tinggal hanya perlu waktu hingga Della benar-benar terdorong dengan sempurna, dan masuk ke dalam rencananya.
Benar saja, setelah menampilkan ekspresinya yang tampak begitu cemas, Della berkata, "Della tidak suka, karena wanita itu terus menempel pada Kakak. Della tidak mau jika Kakak menikah dengannya. Lebih tepatnya Della tidak mau jika Kakak menikah."
Leon mencoba untuk terus bersikap normal. Meskipun kini dirinya sedang berpikir keras tentang sesuatu. Ia lalu bertanya, "Kenapa Della tidak mau sampai Ryan menikah? Bukankah itu hal yang bagus? Della akan mendapatkan saudara perempuan dan akan segera mendapatkan keponakan yang menggemaskan."
"Tidak! Della tidak mau!" teriak Della keras membuat Leon terkejut. Della sendiri juga merasa terkejut dengan tingkahnya sendiri. Ia tak mneyangka akan berteriak seperti itu pada ayahnya.
"Pa-Padre, maaf. Della tidak bermaksud berteriak seperti itu pada Padre,” ucap Della takut jika Leon akan marah.
Leon tersenyum tipis, manik hijau beningnya tampak menyorot lembut. tentu saja, Leon tidak mau membuat Della ketakutan dengan pembicaraan ini. Leon harus membuat Della tetap nyaman, agar dirinya bisa mengorek informasi lebih dalam lagi. sayangnya, Leon akhirnya sadar jika kini Della tidak lagi bisa diajak komunikasi. Della sudah terlihat sayu karena mengantuk. Leon baru sadar jika kini sudah waktunya Della tidur.
"Tidak apa-apa. Sepertinya kau sudah mengantuk, salah Padre karena mengganggu jam tidurmu. Sekatang kembali ke kamarmu, kita bisa berbicara di lain waktu."
Della mengangguk. "Kalau begitu Della kembali ke kamar, Padre juga jangan begadang dan bekerja terlalu keras. Madre pasti akan sedih kalau Padre jatuh sakit."
"Tentu, Sayang."
Della memeluk Leon, sebelum melangkah ke luar dari ruangan kerja Leon. Sesaat kemudian Ken yang masuk ke dalam ruangan tersebut. leon menatap Ken dengan datar. "Apa ada kabar dari Angel?"
"Sepertinya lusa dia sudah kembali."
Leon mengangguk. Ia bangkit dari duduknya. "Aku harus memastikan hal terakhir ini, sebelum mengambil keputusan besar."
Berbeda tempat, kini Ryan yang tengah menunggu Della tampak menarik Della untuk duduk di tepi ranjang. Ia lalu menangkup pipi Della dengan lembut sebelum berkata, "Ada apa denganmu? Kenapa tadi bersikpa seperti itu di hadapan Madre dan Padre?"
Della menepis kedua tangan Ryan. "Della hanya bersikap jujur. Della tidak suka dan tidak setuju jika Kakak menikah dengan Velena. Bukankah Kakak sendiri yang berjanji akan memberikan cinta Kakak setiap hari hanya untuk Della?"
Ryan mendesah dan mengangguk. "Tentu, aku masih ingat janjiku. Aku bahkan masih melaksanakan janjiku. Setia malam aku selalu memberimu cinta."
Pipi Della memerah saat sadar dengan cinta apa yang tengah dimaksud oleh Ryan. Lalu kenapa Kakak hanya diam saja ketika Padre dan Madre mengatakan akan menjodohkan Kakak dengan Velena. Apa Kakak tidak lagi mau memberikan cinta pada Della? Apa Della sudah tidak pantas lagi mendapatkan cinta dari Kakak? Apakah, apakah Kakak akan berubah seperti dulu lagi? tanya Della penuh kekhawatiran.
Ryan menggeleng. "Buang prasangka burukmu! Aku akan tetap memberikan cintaku padamu. Hanya saja, aku akan mencari cara untuk meyakinkan Madre membatalkan perjodohan ini. kau tau bukan bagaimana kondisi kesehatan Madre?"
Della mengangguk dengan ekspresi sedihnya, membuat Ryan sekuat tenaga menahan seringai yang hampir saja ia sunggingkan. "Kalau begitu, tenanglah! Ikuti instruksiku, jangan gegabah. Aku juga ingin kau menjaga sikap, agar Padre dan Madre tidak mengetahui apa yang terjadi diantara kita. Meskipun kita hanya saudara angkat, Padre dan Madre pasti akan sangat marah jika tahu apa yang selama ini telah kita lakukan."
Ekspresi Della berubah menjadi sangat cemas saat mendengar perkataan Ryan. "Apakah Padre akan mengusir Della dari rumah, ketika Padre tahu jika Kakak memberikan cinta pada Della?"
Ryan mengangguk dengan mantap. "Tentu saja. bahkan lebih dari itu, Della. Kau ingat saat kau pertama kali bertemu dengan Padre bukan? Saat itu kau ditahan di penjara bawah tanah."
Wajah Della pucat pasi. Tentu saja Della tidak bisa melupakan kejadian yang paling mengerikan dalam hidupnya. Della tidak ingat bagaimana dirinya bisa berada di ruangan gelap nan lembab itu, yang Della ingat adlaah dirinya sudah terikat dan diberondong pertanyaan mengenai ayah kandung yang tak pernah Della kenali.
Untungnya, Leon yang menjadi ayah angkat kini sudah menyelesaikan kesalahpahaman. Ia juga telah meminta maaf atas kesalahannya itu. hingga kini Leon tidak pernah bersikap kasar lagi padanya, Leon benar-benar menggantikan sosok ayah yang tak pernah Della temukan.
"Jika sampai mereka tahu hal ini, sebelum waktunya, aku jamin kau akan kembali tinggal di penjara mengerikan itu, Della."
Della melotot dan menggeleng. Ia segera meraih tangan Ryan dan meremasnya cemas. "Della tidak mau kembali di sana. Menyeramkan, Della tidak mau."
Ryan kembali menahan seringainya. "Kalau begitu, menurutlah."
Della mengangguk patuh. Melihat hal itu, Ryan tak bisa menahan diri untuk mengelus pipi lembut Della. "Bagaimana kalau hari ini, aku kembali untuk memberikan cinta padamu?"