“Sayang tolong dengarkan aku baik-baik. Ini semua terjadi bukan sepenuhnya karena kesalahanmu. Bisa dibilang ini kesalahan kita bersama karena tidak menjaga Della dengan baik. Jadi, aku mohon jangan menyalahlan dirimu sendiri, Sayang. Lagi pula, sekarang kondisi Della sudah jauh lebih baik. Jadi, jangan terlalu khawatir. Della pasti akan segera pulih dan kembali seperti sebelumnya. Della adalah putri kita yang kuat, dia pasti bisa kembali," ucap Leon sembari memeluk istrinya yang masih terjaga di tepi ranjang Della. Lea terus menangis dengan tangan yang menggenggam tangan Della dengan begitu eratnya, seakan-akan Lea takut Della akan kembali terluka jika genggaman itu terlepas.
Tentu saja Lea merasa begitu bersalah atas apa yang menimpa Della. Jika saja dirinya tidak menjodohkan Della dengan Bruno, Della tidak mungkin mengalami kejadian mengerikan seperti ini. Ya, mengerikan. Lea masih ingat dengan jelas bagaimana keadaan Della saat dibawa pulang oleh Ryan.
Della mengalami memar di beberapa bagian tubuhnya. Yang paling parah, adalah luka pada perutnya. Lebam tersebut berukuran besar dan pasti terasa sangat menyakitkan. Lea juga ingat bagaimana kondisi baju yang dikenakan Della. Melihat hal itu semua, Lea sudah bisa menyimpulkan jika Della hampir mendapatkan pelecehan dari Bruno. Sungguh, Lea tidak bisa membayangkan betapa kejamnya Bruno memperlakukan putri kesayangannya ini.
Lea menangis tersedu. Ini semua memang salahnya. Della pasti merasa begitu ketakutan. Bagaimana mungkin Lea membuat Della mengalami kejadian semengerikan itu? Jika saja saat itu Lea mendengarkan ucapan Ryan, semua ini tidak akan terjadi. Della akan tetap aman dan tersenyum dengan cantiknya. Lea menatap Della dengan penuh kecemasan. Putrinya sudah mendapatkan perawatan dari Leon yang tentunya memang sudah memiliki kemampuan tersertifikat.
"Tapi kenapa Della masih belum sadar hingga saat ini?" tanya Lea penuh kecemasan. Ini sudah berjam-jam, tapi Della masih tenang terpejam. Lea takut, sangat takut jika putrinya ini tidak akan membuka matanya lagi. Lea takut jika kemungkinan dirinya tak lagi bisa melihat netra cokelat terang yang selalu dipenuhi binar indah. Saking takutnya Lea karena pemikirannya itu, Lea bahkan menolak untuk tidur, walaupun malam sudah sangat larut.
Lea mengatakan jika dirinya ingin memastikan sendiri jika Della akan membuka mata. Lea ingin berada di samping Della ketika putrinya itu membuka mata. Della pasti sangat ketakutan, jadi, Lea tidak akan membiarkan Della sendirian. Lea tidak akan membiarkan kejadian yang sama terulang. Lea akan menjaga Della. Lea berjanji.
Leon mendesah dan mencium puncak kepala Lea dengan sayang. "Della terlalu lelah. Dia perlu tidur, dan kau juga perlu tidur."
Lea menggeleng. Menolak gagasan Leon untuk tidur lebih dulu. Lea tidak mau melepaskan pengawasannya dari Della. Lea takut jika kejadian buruk akan kembali terjadi padanya. "Tidak mau, siapa yang akan menjaga Della jika aku tidur?"
Leon memejamkan matanya. Sungguh, ia tak suka jika penyakit keras kepala Lea sudah kambuh seperti ini. Padahal jika semua orang meninggalkan Della pun, tidak akan terjadi apa-apa sekarang. Karena kondisi Della memang sudah membaik, Leon sendiri yang sudah memastikan kondisi Della. Lagipula, kini Della berada di mansion keluaraga de Mariano. Della adalah nona muda di sini. Dan sudah dipastikan jika semua orang di sini akan menjaganya dengan baik. memangnya siapa yang mau cari mati melukai Della di sini?
Ryan yang sejak tadi menghilang tiba-tiba muncul di ambang pintu dengan segelas air di tangannya. Ryan melangkah mendekat lalu berlutut di dekat kaki Lea. Ryan dengan lembut memberikan gelas tersebut pada Lea. "Madre, minum ini dulu. Setidaknya, jika Madre ingin menjaga Della, Madre harus sedikit tenang," ucap Ryan sembari menyodorkan gelas pada Lea.
Patuh, Lea meminum air tersebut hingga tandas. Leon melirik tajam pada Ryan saat sadar apa yang barusan diminumkan pada Lea. meskipun seperti itu, Leon sama sekali tidak berkomentar dan membiarkan istrinya meminum itu hingga habis tak bersisa. Pemikiran Leon terbukti saat Lea secara berangsur melemas dan tertidur begitu saja dalam pelukan Leon. Tidak banyak kata, Leon segera membopong Lea dan berkata pada putranya, "Kau juga tidur. Biarkan Fla yang menjaga Della."
Ryan tidak menjawab dan tetap melihat Della. Kini tampilan Della sudah lebih baik. Ia mengenakan gaun tidur sutra mahal berwarna putih. Meskipun masih terlihat memar pada wajahnya, wajah Della sudah lebih bersih daripada sebelumnya. Rambutnya yang kusut juga sudah kembali tergerai lembut. Lea rupanya sudah bekerja keras untuk merawat Della hingga terlihat lebih manusiawi lagi.
Ryan mendesah. Ia melangkah mendekat dan menanamkan sebuah kecupan di kening Della. Setelah memastikan Fla siap berjaga, Ryan benar-benar ke luar dari kamar Della. Bukan untuk beristirahat seperti yang diperintahkan oleh Leon, tapi untuk menemui Marco yang telah menunggunya di gedung perusahaan.
Dengan langkah tenang tapi penuh kemantapan, Ryan melangkah menuju mobilnya yang terparkir di halaman depan. Setiap pengawal yang melihatnya tak bisa menahan diri untuk membungkuk dalam, menyadari jika suasana hati Ryan lebih buruk daripada sebelumnya. Tentu saja bukan hal baik untuk menyinggungnya saat ini. mungkin saja kau akan mengalami dua kematian saat ini juga. Kematian yang terasa menyakitkan dan mengerikan.
***
Della membuka matanya dan melihat beberapa orang yang menunggunya kembali sadar. Ada Lea, Leon, Fla, Ken, Marco, dan Ryan. Della masih membisu saat Leon memeriksa kondisinya dan memastikan cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya sesuai dengan dosis. Semua orang belum berani mendekat, sebelum Leon selesai memeriksa kondiri Della. Ketika Leon selesai memeriksa, Leon mengangguk memberikan isyarat jika kini kondisi Della sudah jauh lebih baik.
Tangis Della seketika pecah saat Lea memeluknya dengan erat. Sebisa mungkin Lea menahan tangisnya. Ia harus menjadi kuat, agar Della tidak semakin merasa lemah. "Sayang, maafkan Madre. Seharusnya Madre tidak gegabah memasangkanmu dengan pria itu. Madre berjanji tidak akan melakukannya lagi. Della bebas memilih pasangan Della. Della juga bebas menolak apa pun yang Della tidak sukai. Madre berjanji akan melindungi Della.”
Della merasa sedikit tenang saat mendengar janji dari ibu angkatnya itu. Lea melepaskan pelukannya dan menatap wajah mungil Della. Lea berniat untuk kembali memeluk Della, sayangnya Della lebih dulu merentangkan tangannya pada Ryan. Dengan suaranya yang manis, Della memanggil Ryan, "Kakak." Netranya yang bening terlihat sayu dan menatap penuh harap pada Ryan.
Ryan yang paham dengan maksud Della, mendekat dan memeluk Della dengan lembut. Terang saja, hampir semua orang merasa begitu terkejut dengan kelembutan yang ditunjukkan Ryan. Tidak sampai disitu, Ryan kemudian membujuk Della untuk makan bubur. Bahkan Ryan dengan sabar menyuapi Della yang bersikap seperti anak kecil yang manja padanya. Semua orang tentu saja merasa terkejut dengan sikap demi sikap yang ditunjukkan oleh Ryan pada Della.
Mungkin hal ini terjadi karena kejadian kemarin yang terasa sangat membekas. Bukan menjadi rahasia jika Della sudah dilukai oleh Bruno. Kini nama Bruno sudah dicap sebagai musuh besar klan. Bagi anggota klan, nama Bruno saja sudah sangat salah untuk disebutkan. Setiap orang merasakan kebencian yang besar pada Bruno yang beraninya melukai dan memiliki niat jahat pada nona muda mereka. Apa Bruno pikir Della tidak memiliki posisi yang kuat di klan? Apa mungkin Bruno berpikir jika Della tidak dicintai oleh keluarga dan klannya? Huh, sungguh bodoh!
Karena kebodohannya itu pula, kini Bruno menanggung akibatnya. Bruno tidak akan berani lagi menunjukkan hidungnya di hadapan keluarga de Mariano. Terutama pada Ryan tentunya. Karena yang membuat Bruno hancur lebur adalah Ryan de Mariano, putra keluarga de Mariano sang mantan perwira yang kini mengemban kedudukan sebagai pemimpin sebagian kerajaan bisnis milik keluarga de Mariano.
Lea merasa hatinya menghangat. Ia tentu merasa sangat senang karena kedua anaknya menjadi lebih akur. Namun hal itu berbeda dengan Leon dan Ken yang tampak bertukar pandang. Ken mengangguk dan undur diri saat Leon melangkah ke luar lebih dulu. Ken beberapa saat kemudian mengikuti langkah Leon yang ternyata memasuki ruangan kerjanya.
"Bagaimana dengan Angel? Kapan dia akan tiba?" tanya Leon langsung pada Ken saat orang kepercayaannya itu menutup pintu.
"Ia masih belum bisa kembali. Tugasnya sama sekali tidak bisa ditinggalkan. Sesuai jadwal, ia baru bisa kembali ke sini bulan depan."
"Leon mengerutkan keningnya. Jelas tidak suka dengan kabar yang ia dengar. Katakan padanya, untuk berusaha kembali lebih cepat,” ucap Leon datar. Tapi Ken masih bisa menangkap nada cemas di sana. Tentu saja hal itu membuat Ken merasa penasaran.
Kali ini Ken yang mengerutkan keningnya. "Memangnya ada apa? Kenapa kau terlihat begitu cemas?" tanya Ken menghilangkan kesopanannya. Seperti biasanya, Ken akan bersikap santai saat dirinya merasa jika pembicaraanya tidak melibatkan pekerjaan di atas tanah.
Leon sama sekali tidak berniat menjawab. Ia memilih memunggungi Ken, lalu membuka berkas-berkas miliknya dan tenggelam dalam pekerjaan. Ken sendiri menelan kekesalannya karena Leon mengabaikan pertanyaannya. Tapi Ken tidak kehabisan akal, ia memiliki Angel yang bisa ia jadikan sebagai sumber informasi.
***
Della terbangun saat merasakan bahunya disentuh oleh sesuatu yang basah dan hangat. Aroma khas yang menggelitik hidungnya sudah menunjukkan siapa yang telah mengganggu tidurnya. "Kakak?" panggil Della dengan suara serak.
Merasa jika Della perlu membasahi tenggorokannya, Ryan segera membantu Della minum. Setelah Della melegakan tenggorokannya, Ryan kembali membaringkan Della dengan lembut di atas ranjang. Ryan kini bahkan menindih tubuh Della yang lemas. Lampu kamar yang dimatikan sepenuhnya membuat Della tidak bisa melihat wajah Ryan dengan jelas. Yang Della bisa lihat hanya dua manik hijau gelap milik Ryan yang menatapnya dengan tajam. Della memejamkan matanya saat Ryan mengelus pipinya. Bagaimana kondisimu? tanya Ryan.
Della membuka matanya. Ini percakapan pertamanya dengan Ryan hari ini. Della tersenyum tipis, merasa senang karena Ryan yang menanyakan kabarnya. Ia merasa jika Ryan ternyata selama ini menyimpan perhatian padanya. Meskipun sebelumnya Della sudah mendapatkan pengalaman mengerikan, berkat sikap Ryan ini, Della mendapatkan penyembuhan atas semua luka yang ia tanggung. Tanpa bisa ditahan, senyum Della terlihat semakin merekah dengan indahnya. Berkat Padre, kini Della sudah jauh lebih baik.
Masih dengan posisinya yang setengah menindih tubuh Della, Ryan melarikan tangannya untuk menyingkap lengan gaun Della hingga bahu Della terlihat jelas. Ryan menyentuh bekas gigitan yang tampak meninggalkan lebam mnegerikan di kulit mulus Della. "Aku tidak menyukainya," gumam Ryan.
Della sadar apa yang dimaksud kakak dan tak bisa menahan diri untuk meringis. Rasanya masih sakit jika ditekan seperti itu. della kembali merinding saat mengingat kejadian yang hampir membuatnya hancur berkeping-keping. Jika saja tidak ada orang yang datang menolongnya, Della pasti tidak akan bisa selamat. Sadar jika Della tidak mengetahui siapa yang menolongnya sebelum Ryan datang, Della memutuskan bertanya.
"Kakak, sebelum Kakak datang, siapa yang telah menolong Della?"
"Sentuhan tangan Ryan terhenti. Apa itu penting?"
Sinar bulan yang merambat masuk, membuat Della bisa sedikit melihat relief wajah Ryan. Kini Della sadar jika suasana hati Ryan tengah dalam kondisi yang buruk. "De-Della mau mengatakan terima kasih karena telah menolong Della."
"Kenapa harus?" tanya Ryan lagi.
Della berkedip bingung. Padahal pertanyaan Ryan sama sekali tidak sulit, tapi entah kenapa Della merasa kesulitan untuk menjawabnya. "Ka--"
"Kalau kau memang ingin berterimakasih, seharusnya kau mengatakannya lebih dulu padaku. Aku yang membawamu pulang."
"I-Iya. Te--"
"Tidak usah, sudah terlambat. Suasana hatiku sudah benar-benar buruk saat ini," ucap Ryan sembari mencium pelipis Della yang lebam.
"Sekarang jawab pertanyaanku. Apa yang dilakukan si b******k itu padamu?" tanya Ryan dengan suara rendahnya.
Della berusaha untuk tidak merasakan takut. Sekarang Ryan memang tengah marah, tapi kemarahan ini tidak ditujukan padanya melainkan pada Bruno yang hampir melecehkan dirinya." Bruno memukul Della dan menggigit bahu Della," ucap Della setengah mengadu.
"Yang lainnya?" tanya Ryan.
Della menggeleng. "Ti-tidak, Della berontak dan menolak saat Bruno memaksa untuk mencium Della."
"Bagus," puji Ryan lalu mencium bibir Della.
"Sayangnya, aku masih tidak suka saat melihat bekas yang ditinggalkan k*****t itu," ucap Ryan sembari menatap luka di bahu Della. Ryan memikirkan untuk mencari cara untuk menghilangkan jejak menjijikan yang membuat giginya ngilu.
"Bagaimana caranya aku menghilangkan jejak ini?" tanya Ryan sembari menyentuh lebam bekas gigitan di bahu Della.
"Kata Padre beberapa hari lagi, lebam Della akan menghilang. Jadi, Kakak tidak perlu khawatir,” ucap Della.
"Aku tidak sesabar itu untuk menunggu hingga tanda menjijikan ini menghilang. Aku memiliki cara lain untuk membuat jejak itu hilang.
Della memekik terkejut saat Ryan tiba-tiba mencium dan menghisap bahunya dengan kuat. Tentu saja, kegiatan mereka tidak berhenti sampai di sana. Keringat keduanya bercucuran saat puncak demi puncak yang memuaskan mereka raih bersamaan. Pada akhirnya keduanya jatuh tertidur karena kelelahan.
Hanya ada selimut tebal yang melindungi tubuh polos mereka dari godaan dinginnya angin malam. Sayangnya, Della yang memang tidak kuat dengan udara dingin tidak merasa nyaman dan terbangun. Ia mengerjap beberapa kali sebelum pandangannya kembali secara sempurna. Della terbangun saat dini hari. Ia menoleh dan melihat Ryan yang masih tidur di sampingnya dengan posisi telungkup.
Della mencoba untuk duduk, dan mengamati punggung kokoh Ryan yang ternyata dihiasi oleh tato singa dan ular yang tampak menyeramkan baginya. Namun tanpa sadar tangan Della terulur dan menyentuh punggung Ryan. Dengan gerakan tipis dan lembut, Della menyusuri tato tersebut. lama kelamaan, rasa takut Della terkikis. Kini Della malah merasa kagum dengan singa yang tampak gagah dengan ular yang membelit salah satu kakinya.
"Sepertinya semakin hari, kau semakin berani ya?"
Della terkejut saat Ryan tiba-tiba berbalik dan menangkap tangannya dengan cepat. Della terpaku menatap Ryan yang memang tengah menatapnya di tengah keremangan malam. “Puas mengagumi punggungku?"
Della menunduk malu-malu. "Ta-tato itu. Apa Kakak tidak merasa sakit saat punggung Kakak ditato?"
Ryan terdiam saat mendapatkan pertanyaan yang tak terduga dari Della. Kadang kala, Ryan berpikir jika Della ini masih seperti anak kecil yang sangat suka bertanya mengenai sesuatu yang tidak penting. Menurutmu? tanya balik Ryan sembari merubah posisi berbaringnya menjadi miring. Salah satu tangannya ia gunakan untuk menyangga kepalanya.
"Itu pasti sakit," ucap Della dengan tubuh merinding saat membayangkan jarum yang merajah tubuhnya berulang kali. Seumur hidup Della, ia sama sekali tidak mau ditato. Della tidak akan sanggup menahan rasa sakit yang teramat itu.
"Tapi menurutku sama sekali tidak sakit. Yang lebih menyakitkan adalah, ketika aku hampir kehilangan identitas yang kubawa bersama tato ini."
Della mengerutkan keningnya. "Maksud Kakak? Della tidak mengerti."
"Aku memang sengaja membuatmu tidak mengerti. Wajah bodohmu sedikit menghiburku," ucap Ryan masih dengan menatap wajah jelita Della yang terlihat menggodanya.
Secara otomatis Della mengangkat kedua tangannya untuk menutup wajahnya. Sayangnya tingkahnya itu membuat dirinya menjadi malu. Karena selimut yang semula ia tahan untuk menutupi dadanya, menjadi meluruh karena tangannya yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya.
Ryan berdecak melihat tingkah Della itu. "Apa yang kubilang? Tingkah bodohmu memang selalu bisa memperbaiki sedikit suasana hatiku," ucap Ryan sembari mencubit kedua p****g Della dengan gemas.
Seketika Della memekik terkejut, dan hampir saja terjengkang saat merasakan sengatan sakit menyerang kedua buah dadanya. Untung saja Ryan dengan sigap menarik Della dan membuat adiknya itu berbaring menindih dirinya yang kini berbaring terlentang. Rona merah kini sepenuhnya menghiasi pipi hingga leher putih Della. Melihat reaksi Della yang masih malu-malu setelah berulang kali merasakan nikmatnya surga dunia bersamanya, membuat Ryan mendapatkan sebuah ide.
Kini Ryan benar-benar tergelitik untuk menggoda Della. Ia penasaran, apakah Della bisa berubah seperti kepiting rebus saat menyentuh batas rasa malunya? Dengan sebuah seringai yang membuat Della merasa merinding, Ryan berkata, "Kau tampak sedikit lebih baik ketika menindihku seperti ini. bagaimana kalau sekarang kau belajar menunggang?"
"Me-Menung--argh!!" Della menjerit saking terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Ryan. Untuk kesekian kalinya, Ryan dengan mudahnya mengenalkan Della pada sesuatu yang baru. Sesuatu yang mengoyak kepolosan Della, dan merubah Della menjadi sosok wanita yang baru.
"Tahan sebentar, rasa sakitnya akan segera menghilang," ucap Ryan menendang kan Maharani yang tampak gelisah dengan rasa sakit yang mengejutkannya.
Benar saja, Della berulang kali mendapatkan pelepasan demi pelepasan yang dahsyat. Kepala Della terkulai lemas di atas d**a Ryan, ketika pria itu masih dengan asyiknya membuat Della berulang kali diterpa rasa nikmat.
Seakan-akan lupa dengan kondisi Della yang belum sepenuhnya pulih, Ryan menyeringai saat sudah memutuskan sesuatu. Tak bisa menahan diri lagi, Ryan merubah posisi menjadi kembali menindih Della. Ia menyeringai melihat wajha Della yang tampak tak bisa kembali meraih kerasionalannya. "Kita mulai acara yang sesungguhnya. Persiapkan dirimu, Della."