Bab 5 : Teman Masa Lalu

1707 Kata
Jaehyun juga Hari duduk diam di sofa ruang tamu kediaman keluarga Song. Selepas acara makan malam, Tuan Song mendadak harus pergi ke rumah sakit karena ada urusan darurat. Sudah hampir sepuluh menit keduanya hanya diam tanpa ada satu diantara mereka yang mau membuka suara lebih dulu. Sampai kemudian terdengar helaan nafas keras dari Jaehyun, pria itu menyandarkan tubuh besarnya pada badan sofa tunggal yang ia duduki. Ekspresinya yang terlihat gusar juga lelah membuat Hari tergelitik untuk sekadar bertanya. "Ada masalah?" Hari bertanya pelan. Sebenarnya, tanpa perlu bertanya pun gadis itu sudah tahu apa yang tengah dipikirkan Jaehyun. Hal yang paling mungkin membuat seorang Han Jaehyun sampai menghela nafas frustasi hanya soal perjodohan mereka, Song Hari tahu akan itu. "Kau belum mengatakannya?" suara Jaehyun terdengar dingin juga lirih, pria itu bertanya dengan pandangan lurus ke depan, seolah-olah meja bundar di hadapannya terlihat begitu menarik mata. "Apa kau sebegitu tidak inginnya menikah denganku?" si wanita menjawab juga bertanya serius. Jaehyun mengalihkan pandangannya ke arah Hari yang duduk di sofa panjang tepat di arah kiri, ia menatap wanita itu lekat. "Kau sudah tahu pasti jawabannya Song Hari. Aku tidak ingin menikah denganmu atau dengan siapapun." Perkataan Jaehyun terdengar tegas dan serius, tapi respon yang diberikan wanita bermarga Song itu hanya tersenyum kecil. "Lalu kenapa kau menerima perjodohan ini? Bahkan kita sudah bertunangan dan akan segera melangsungkan pernikahan. Kau pikir bisa membatalkan semuanya semudah itu?" Tak ada sahutan dari Jaehyun. Selalu begitu tiap kali Hari menyinggung soal perjodohan ataupun pernikahan mereka. Pria itu hanya akan diam, melamun dengan pemikirannya sendiri. Selalu. Iya. Hari juga Jaehyun memang dijodohkan. Semua itu berawal dari surat wasiat dari Kakek mereka yang berpesan agar menjodohkan mereka kelak. Kakek Hari juga Jaehyun memang berteman baik, dan mereka memang telah berjanji untuk menjodohkan cucu mereka kelak apabila mereka terlahir berpasangan. Sebenarnya hal itu sudah akan dilakukan dulu pada masa kelahiran Ayah mereka, tapi sangat disayangkan kedua bayi yang lahir sama-sama berjenis kelamin Laki-laki. Oleh karena itu perjodohan tersebut menurun kepada Jaehyun juga Hari. "Lagipula, kau pasti tidak akan bisa memenuhi syarat dari almarhum Kakek jika ingin membatalkan semuanya. Semua sudah terlalu jauh. Mau tidak mau kau harus menerimannya." Lagi-lagi Jaehyun hanya diam. Memang, terlalu mustahil bagi Jaehyun yang seorang workaholic untuk bisa memenuhi syarat dari perjanjian sang Kakek dulu. Syarat yang diajukan hanya satu, hal itu juga bukan sesuatu yang memberatkan atau begitu menguras tenanga. Hal yang bisa membatalkan perjodohannya dengan Hari adalah mendapatkan calon Istri dan membawanya kepada Ayah juga Ibu sebelum hari pernikahannya dengan Song Hari tiba. Perjodohan akan batal karena pihak yang membawa pasangan dianggap telah membawa jodohnya sendiri. Tapi hal itu terkesan amat mustahil bagi Jaehyun. Boro-boro ia membawa calon Istri, ia saja tidak memiliki kekasih ataupun teman dekat seorang Perempuan. Ia terlalu sibuk dengan note balok juga nada-nada untuk lagu yang akan ia garap demi para penyanyi yang bergabung di bawah agensi miliknya. Waktunya lebih banyak ia habiskan bersama Jihoon di dalam studio di Kantornya, berkencan selama berjam-jam bahkan bisa seharian, dengan puluhan kertas berisi lirik juga susunan nada yang bisa menghasilkan satu lagu apik dan nyaman untuk di dengar. "Aku tahu siapa dan bagaimana dirimu, kau terlalu sering menghabiskan waktu dengan setumpuk pekerjaan daripada menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, apalagi mencari pasangan," ujar Hari lagi. Wanita itu tersenyum kecil, setengah mengejek. Ke arah Jaehyun yang masih juga diam. Pria itu diam bukan tanpa alasan, otaknya tengah berputar untuk menemukan jalan supaya ia bisa terbebas dari perjodohan konyol -menurutnya- dengan segera. Sebenarnya bukannya Jaehyun yang tidak ingin terikat dengan satu komitmen ataupun hubungan. Ia mau, tentu saja. Hanya saja bukan untuk saat ini. Ia ingin mempersiapkan segalanya dengan matang, sesuai dengan apa yang telah ia rencanakan di mana ia ingin menghabiskan waktunya nanti bersama Keluarganya tanpa harus repot dengan pekerjaan. Ia ingin menyiapkan sesuatu yang bisa menjamin masa depannya kelak bersama orang yang ia cintai. Seseorang yang memang ia pilih dengan hati untuk bisa menjadi pendamping hidupnya kelak. Jaehyun berdiri, pria bermarga Han itu sempat melirik ke arah Song Hari sejenak sebelum melangkah pergi. Alis Hari tertaut saat langkah Jaehyun terhenti tidak jauh dari arah pintu utama, pria itu berbalik dan berkata. "Kau harus mengatakan hal itu secepatnya. Dan ada satu hal yang perlu kau tahu, aku akan membawa calon pengantinku sendiri tepat sebelum hari pernikahan kita berlangsung," ujarnya bersungguh-sungguh. Kemudian kaki panjangnya ia bawa kembali melangkah ke luar rumah bertingkat itu. Meninggalkan Hari yang hanya mengulas seringai pada wajah cantiknya. …. Suara klakson mobil terdengar nyaring dari arah luar pagi itu. Dengan langkah terburu Eunbi menuruni tangga dari lantai dua. Wanita itu tidak menyadari jika sedari tadi Jaehyun yang tengah duduk di sofa ruang tamu menatapnya dalam diam. Memperhatikan tiap gerakannya yang terlihat amat terburu-buru. "Mau ke mana kau?" tanya-nya tepat saat Eunbi akan membuka handle pintu. "Bukan urusanmu," sahut Eunbi enteng. Baru saja Eunbi akan memutar handle, Jaehyun kembali menyahuti ucapannya. "Ini rumahku asal kau tahu," si Wanita mendengkus mendengar perkataan Jaehyun. Dengan malas ia membalikkan badan ke arah Jaehyun. Eunbi memberikan tatapan malasnya pada Pria itu yang hanya dibalas dengan satu alis yang terangkat cukup tinggi. "Bukankah kau sendiri yang mengatakan jika aku tidak boleh ikut campur dengan urusanmu? Jadi kau pun sama, tidak boleh ikut campur urusanku juga. Mengerti?" ucap Eunbi dengan beberapa penekanan pada kata yang ia ucapkan. Tanpa menunggu Jaehyun yang akan kembali menyahuti ucapannya, Eunbi segera membuka pintu dan pergi. Menyisakan Jaehyun yang hanya bisa mendengkus kesal di tempatnya seorang diri. Wanita itu tersenyum cerah begitu Jinwoo melambaikan tangannya dengan mengulas senyum yang terlihat serupa. Pria itu berdiri tepat di samping mobil hitam miliknya. Entah karena hal apa, mood Eunbi akan kembali naik begitu bertemu dengan pria bermarga Oh tersebut. Ia akan merasa senang juga ddada bagian kirinya yang terasa berdegub dua kali lebih keras daripada biasanya. Mungkinkah Eunbi benar-benar menyukai Jinwoo? Entahlah, terlalu dini untuk menyimpulkan hal itu. Yang jelas Eunbi sendiri tidak mau menampik jika ia memang tertarik dengan Oh Jinwoo untuk saat ini. Tapi hanya sebatas itu. Ia hanya tertarik, belum mau mengatakan jika dirinya memang menyukai pria itu. "Kau kenapa?" Jinwoo bertanya pelan. Ia terlihat cukup peka, sepertinya ia tahu jika Eunbi dalam mood kurang baik saat ini meski Wanita itu masih mencoba mengukir senyum cerah saat tiba di hadapannya seperti sekarang. Wanita itu menggeleng pelan, ia tidak ingin moodnya menjadi tambah buruk saat mengingat sang Suami. Maksudku Han Jaehyun. Mencoba menghormati Eunbi, Jinwoo mengangguk saja. Ia sempat mengusak surai Eunbi yang ia ikat ekor kuda dengan gemas. "Baiklah. Silakan masuk," Eunbi tersipu begitu Jinwoo membuka-kan pintu untuknya. Terdengar sedikit berlebihan memang, tapi Kwon Eunbi memang begitu. "Sesuai dengan jadwal. Pertama kau akan melakukan pemotretan lebih dulu, lalu setelah itu wawancara dengan majalah X. Baru setelah itu syuting untuk iklan," terang Eunbi sembari mengecek kembali jadwal Jinwoo, takut-takut ada yang terlewat. Keduanya sudah ada di dalam mobil. Tujuan kali ini adalah salah satu tempat yang akan menjadi tempat pemotretan Oh Jinwoo untuk salah satu brand kosmetik. "Eunbi-ssi, kau sudah membacanya sebanyak tiga kali?" ujar Jinwoo tersenyum geli. Sesekali ia mencuri pandang ke arah Kwon Eunbi yang tergagap, Wanita itu tampak menggaruk tengkuknya sendiri dan tersenyum canggung. Malu. "Benarkah? Maaf, aku terlalu bersemangat. Hehehe," katanya tertawa renyah. "Daripada kau terus mengulangi jadwal yang sama, bagaimana jika kita mengobrol saja? Ku rasa antrian kendaraan masih cukup panjang. Akan membosankan jika kita hanya diam saja," usul Jinwoo sembari memperhartikan antrian mobil yang tampak panjang mengular. Keduanya memang terjebak macet sekarang, karena adanya kecelakaan di bagian depan jalan. "Apa tidak apa? Maksudku, aku bukan orang yang pandai memulai obrolan, bukan juga orang yang bisa membuat topik pembicaraan." "Tenang saja, aku punya banyak. Nah, sekarang jawab pertanyaanku. Apa kau mengingat siapa aku?" sedikit menimang. Kwon Eunbi berusaha keras untuk berpikir meski pada akhirnya ia menggelengkan kepala, ia benar-benar tidak mengenal siapa itu Jinwoo. Keduanya baru saja bertemu belum lama ini bukan? Lalu kenapa Pria itu menanyakan apa ia mengenalnya atau tidak? Jinwoo menghela napas, ia meirik ke arah samping sejanak. Memerhatikan Eunbi yang masih saja berusaha mengingat siapa dirinya. "Aku Oh Jinwoo. Adik kelasmu saat Sekolah Menengah Pertama," jelasnya. Dengan gerakan cepat Eunbi mendongak. Ia menatap Jinwoo cukup lama dengan dua matanya yang berkedip cepat, membuat Jinwoo merasa gemas sendiri. Ia tahu Jinwoo adalah teman sekolah mereka karena Eunji yang memberitahunya disaat pertemuan mereka pertama kali. Tapi ia benar-benar tidak bisa mengingat hal itu sama sekali. Eunbi hanya mengangguk kaku kemudian. Jujur saja ia hampir tidak ingat dengan teman-teman satu sekolahnya dulu. Bukannya apa, hanya saja ia memang punya ingatan yang agak buruk semenjak kecelakaan yang dialaminya dulu. Ia akan mudah lupa dengan sesuatu dan sulit untuk kembali mengingatnya. "Apa kita berteman?" tanya Eunbi pelan. Jinwoo mengangguk sebagai jawaban, senyum kecil terlihat jelas tersemat di bibir tipisnya. "Ya. Kita bertiga adalah teman baik, kita selalu bersama di manapun dan kapanpun. Bahkan banyak orang yang menyangka di antara kita ada yang berpacaran. Itu benar juga, di antara kita memang ada yang menjadi sepasang kekasih." Alis Eunbi tertaut, ia bertanya-tanya dalam hati soal kata 'kita' yang baru saja disampaikan Jinwoo. "Kita?" tanya Eunbi pada akhirnya. "Aku, kau dan Hyoojung Noona." Eunbi terdiam. Ia mencoba mengingat siapa itu Hyoojung dan apa yang sebenarnya terjadi pada masa lalu sebelum kemudian suara Jinwoo mengalihkan fokusnya lagi. "Tapi tebakan mereka soal aku yang berpacaran denganmu sedikit meleset. Ya, meskipun aku memang menyukai mu sih," si Pria Oh mengatakan hal itu dengan entengnya. Sementara Eunbi tertegun, ia meremas jari-jarinya sendiri yang ia letakan di atas pangkuan. Berusaha mengingat masa lalu yang sama sekali tak bisa ia ingat meski hanya sekelebat. "Tidak perlu dipaksakan, aku tahu kau takkan bisa mengingatnya," ucapan Jinwoo lagi-lagi membuat Eunbi kebingungan. "Apa kau sudah begitu mengenalku?" si lawan bicara hanya mengangguk tanpa menoleh, ia masih berusaha fokus pada jalanan yang sudah mulai berjalan. "Maaf sebelumnya jika aku tak bisa mengingatmu. Aku …." "Aku tahu. Kau mengalami kecelakaan saat akan berwisata ke Jepang beberapa tahun lalu." Eunbi kembali tertegun. Bagaimana Jinwoo bisa tahu akan hal itu? Apa benar mereka sedekat itu dahulu? "Bagaimana kau tahu?" "Aku tahu hampir semua tentangmu. Ah, lupakan saja," dengan gesit Eunbi menahan tangan Jinwoo yang akan kembali memutar kemudi. Jinwoo menoleh sebentar ke arah Eunbi yang menatapnya dengan tatapan khawatir. Wanita itu belum mengatakan apapun sampai kemudian. "Apa benar kau tahu soal masa laluku? Semuanya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN