Dasar Aneh!

1422 Kata
“Bilang apa tadi sampai Kak Yoga kaget begitu?” “Bukan sesuatu yang penting.” “Gimana nggak penting? pasti itu menyangkut soal aku.” “Jangan terlalu percaya diri.” Auris mengikuti kemana arah perginya Rajata. Gadis itu penasaran ucapan Rajata yang berhasil membuat Yoga pergi begitu saja tanpa marah-marah dan menyombongkan diri. “Raja, berhenti dulu. Aku belum selesai bicara.” “Mau bicara apa?” “Soal tadi. Kamu nggak bicara aneh-aneh ‘kan?” “Tidak!” Rajata masuk mobil lalu pergi tanpa peduli dengan Auris. “Dasar aneh! Tadi saja lagaknya kayak superhero. Giliran Kak Yoga pergi berubah lagi jadi Jutek.” Saat dia masih sibuk menggerutu Adiknya menelepon. “Halo, Kak. Aku sama Mommy sudah sampai di depan kampus.” “Iya, Dek. Kakak lagi jalan ke luar ini. Ada sedikit urusan jadinya masuk ke dalam kampus lagi.” “Ok, Kak. Cepat ya, aku sudah tidak sabar mau makan masakan Eyang Uti.” Auris berjalan santai menghampiri mobil Mommy nya karena kakinya masih sakit jika dibuat berjalan cepat. Aurell turun dari mobil ketika melihat kakaknya berjalan tertatih dari arah pintu gerbang kampus. “Kaki Kak Auris kenapa?” Aurell membantu kakaknya melepas sepatu. Dia itu sangat perhatian sekali dengan anggota keluarganya. “Kesandung kaki sendiri.” “Lah, kok bisa sih? Kakak nggak hati-hati jalannya sampai kesandung kaki sendiri.” “Namanya juga lagi apes, Dek.” Nala fokus mengemudikan mobil jadi belum bisa melihat kondisi kaki Putri sulungnya. Sejak kecil Auris sering terjatuh hingga terluka dan paling parahnya cedera seperti saat ini. Anak gadisnya itu memang pecicilan tidak mau diam sama sekali. Selalu ada-ada saja tingkah polahnya membuat Nala dan juga Ace pusing. “Sakit sekali, Kak?” Nala melihat ke belakang saat mobil berhenti di lampu merah. “Sudah agak mendingan, Mom.” “Kakak sudah ke klinik kampus?” “Iya, Mom. Di periksa sama Dokter yang jaga tadi.” “Tumben langsung bisa jalan, Kak. Biasanya ‘kan butuh di pijat dulu baru mereda nyerinya.” “Di bantuin sama Rajata, Mom. Dia bisa memijat seperti yang biasa Bibik lakukan ketika di rumah,” terang Auris. Aurell tersenyum jahil ke arah Auris. Dia itu salah satu fans berat Rajata. “Kak Rajata nggak jadi kuliah ke luar negeri?” Auris mengangkat kedua bahunya. Adiknya sudah mulai kepo pasti sebentar lagi akan menggodanya. “Cie ... yang satu kampus. Memang kalau sudah berjodoh tidak akan bisa berjauhan.” “Adek!” tegur Nala. “Bercanda, Mommy.” “Kamu ini suka sekali jahil sama, Kakak.” Aurell memeluk lengan kakaknya dengan menyandarkan kepalanya. “Habisnya Kak Auris suka sekali berdebat lucu dengan Kak Rajata, Mom.” “Sekarang ini nggak akan berdebat lagi,” saut Auris. “Kenapa, Kak? Sudah jadian ya?” “Ngawur saja kalau bicara.” Auris menarik telinga adiknya. “Dia berubah jadi aneh.” “Anehnya gimana?” Aurell mulai kepo dengan kisah percintaan kakaknya. “Ya, gitu deh. Pokoknya jadi aneh banget sampai males mau ceritain.” “Ih, Kakak nggak asik! Aku sudah siap mendengarkan nih,” rengek Aurell. “Nanti malam saja kakak jelasin. Mendingan kamu pijitin kaki aku dulu biar cepat membaik.” “Janji ya?” “Hmmm.” Karena Auris selalu menepati janji pada sang adik. Jadinya, Aurell dengan mudah di rayunya. Kini gadis SMP itu sedang sibuk memijat pelan kaki kiri Auris yang terkilir. *** “Kak,” panggil Nala. “Iya, Mom.” “Bisa bantuin Eyang sama Adek buat packing makanan yang akan dibawa ke panti?” “Okay, Mom.” Setelah mendapatkan pijatan dari Eyang Husna kondisi kaki Auris sudah sangat membaik. Dia sudah bisa melompat dari ranjangnya yang berada di rumah Eyang Husna. “Pelan-pelan, Kak. Kaki kamu baru saja sembuh.” “Hehe, maaf, Mom.” Auris memeluk Nala yang masih berdiri di depan kamarnya. “Daddy sudah pulang, Mom?” “Baru saja sampai rumah, Kak. Daddy agak sedikit demam jadi Mommy akan mengurusnya lebih dulu.” “Owh, pantesan Mommy minta bantuan sama Auris dan Aurell buat kemas makanan yang akan dibagikan ke panti.” “Soalnya sudah di tungguin sama orang yang mau anter makanannya.” “Nggak diantar sama Pak Supir?” Nala menggelengkan kepala. “Malam ini kebetulan ada kegiatan di panti, Kak. Cucu dari salah satu Donatur panti yang bertugas mengambil makanan ke sini. Sekalian mau jemput Eyang Uti.” Auris langsung turun ke bawah menuju dapur untuk membantu Eyang Husna dan Aurell mengemas makanan yang telah dimasak ramai-ramai tadi sore. Setelah membantu memasak, Mommy dan Eyang menyuruhnya istirahat karena kakinya baru saja sembuh. Tapi, kini dia di panggil kembali karena keadaan mendesak. “Kamu kok ada di sini?” tanya Auris saat melihat Rajata ada di dapur Eyang Husna. “Mau apel, Kak,” jawab Aurell. “Idih ... ogah banget diapelin sama dia.” Auris memasang wajah songongnya. “Terus maunya di apain dong?” Aurell sangat semangat sekali menggoda kakaknya. Kini pekerjaan membantu Eyang Husna mengemas makanan menjadi seru karena ada Auris dan juga Rajata. Sementara, Rajata hanya diam tanpa mengatakan apapun. Dia tetap saja memajang wajah datar saat Auris sengaja menyindirnya. “Kak, tolong ambilkan Raja piring dan juga sendok. Ternyata dia belum makan malam.” Eyang Husna menghampiri Auris saat membuat jus. “Biar makan di panti saja Eyang. Jumlah nasi box sangat banyak pasti ada sisa buat dia makan malam.” “Tidak boleh begitu, Kak. Kasihan dia bolak-balik bantuin angkatin nasi box dan juga minumannya.” Dengan malas Auris mengambilkan piring dan sendok untuk Rajata. “Mau minum apa?” “Seadanya dan seikhlasnya kamu.” “Ishhhh, kalau aku nggak mau kasih gimana?” “Tidak masalah aku bisa minum air kran.” Auris mencebikkan bibir mendengar jawaban Rajata. Sebenarnya dia ingin mengajak Laki-Laki itu bercanda namun ternyata malah membuatnya jengkel. “Kak minta jusnya,” teriak Aurell dari arah dapur. “Iya, ambil saja. Sekalian ambilkan buat Mommy dan Daddy.” “Asiap!” Auris melihat kembali ke arah Rajata yang kini sedang makan malam tanpa minuman. “Mau jus jambu apa tidak?” “Boleh.” “Pelit banget sih jawabnya! Kayak bicara itu harus bayar mahal,” omel Auris. Gadis itu berjalan menuju dapur dengan menghentakkan kakinya. Sesampainya di dapur. Aurell sudah menyiapkan 5 gelas jus yang baru saja dibuat oleh kakaknya. Dia juga sudah mencuci wadah untuk membuat jus. “Enak sekali, Kak. Aku sampai habis dua gelas,” ucapnya. “Kamu habiskan sekaligus, Dek?” Aurell mengangguk dengan cepat. “Habisnya kalau minum satu gelas tuh kurang, Kak.” “Ya, sudah. Kalau begitu anterin jus ke kamar Mommy. Sekalian liat keadaan Daddy katanya agak kurang enak badan.” “Iya. Nanti Kakak nyusul juga. Biasanya kalau sedang sakit Daddy suka sekali dipeluk sama kita.” “Hmmm ...” Auris mengambil dua gelas jus jambu setelah itu kembali ke ruang makan. “Kak ...” panggil Aurell dengan senyum jahilnya. Tanpa bicara dia menaik turunkan kedua alisnya. Auris langsung melotot galak pada adiknya. Dia paling malas jika di goda oleh Aurell jika berhubungan dengan Rajata. “Loh, kemana orangnya?” “Non Auris cari siapa?” tanya Bibik sedang membersihkan meja makan. “Rajata, Bik.” “Oh, Aden Raja. Sudah pergi, Non. Katanya buru-buru di tungguin sama panitia acara.” “Pergi?” “Iya, Non.” Bibik terkekeh melihat wajah panik Nona nya. “Memangnya kenapa, Non? Sampai panik begitu.” “Dia makan tapi belum minum, Bik.” “Hah? Kok bisa sih, Non?” “Baru aku ambilkan jus, Bik. Dia malah sudah menghilang.” Auris mencebikkan bibirnya. Lagi-lagi Rajata membuatnya kesal hingga ingin menjambak rambut laki-laki itu. Bisa sekali makan malam satu piring full tapi tidak minum sama sekali. Untung saja dia tidak tersedak nasi. Jika sampai itu terjadi pastinya Eyang Husna akan menjewer telinganya. “Non ...” “Iya. Kenapa, Bik?” Auris menghentikan langkahnya saat akan meninggalkan ruang makan. “Ini ponsel siapa? ketinggalan di bawah mangkuk sup ayam.” “Bukan punya aku dan Aurell, Bik.” Bibik menyerahkan ponsel yang baru saja ditemukannya pada Auris. “Ponsel Rajata ketinggalan. Teledor sekali sih!” Auris membuka layar ponsel. Saat dia mencari buku telepon tidak sengaja membuka pesan yang baru saja masuk. “Eh ... malah kebuka.” Dia merasa tanggung sekali sudah membuka pesan tanpa membaca. Pasti rajata akan tetap mengomel dengannya saat tahu pesannya terbuka. Jadi, Auris memutuskan untuk membaca pesan itu. Ciara “Raja, aku sudah sampai panti. Kamu ada di mana?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN