Mahasiswa Baru
“Mommy ...”
Teriakan suara cempreng Auris akan selalu meramaikan rumah kediaman Ace Al-Fathan. Apalagi hari ini adalah hari pertamanya menjadi mahasiswa baru.
“Kakak, kenapa sih suka sekali teriak-teriak?” Nala datang ke kamar putri sulungnya memakai apron. “Adek aja nggak seheboh kamu loh, Kak.”
“Mommy dimana sepatu warna hitam Auris?”
“Bukannya kemarin sudah Kakak taruh di rak sepatu? Coba dicari lagi. Jangan sambil mengomel biar cepat ketemu!”
Nala masuk ke dalam kamar putrinya yang sudah rapi. Meskipun selalu heboh dalam segala hal Auris termasuk gadis rapi dan disiplin.
Semenjak kecil dia tidak mau di bantu dalam urusan membersihkan kamar. Mirip sekali dengan Daddy nya yang tidak suka kamarnya dimasuki sembarang orang.
“Nah ini ketemu, Mom. Ternyata sudah Auris taruh bawah.”
“Kakak kebiasaan kalau mencari sesuatu tidak dicari yang benar malah teriak-teriak lebih dulu,” omel Nala.
“Maafkan Auris, Mommy,” ucapnya dengan mengecup pipi Mommy nya.
Nala kembali ke dapur untuk menyelesaikan acara memasaknya yang sedikit terganggu. Hari ini dia akan mengantar kedua putrinya menggunakan mobil baru hadiah dari sang suami.
“Kakak bawa bekal?” tanya Ace.
“Iya, Dad. Biasanya kantin bakalan rame kalau lagi ada acara ospek.”
Ace mencium kening putrinya yang mulai hari ini akan menjadi Mahasiswa. Dia tidak bisa mengantar karena ada jadwal operasi pagi dan juga rapat dengan para petinggi rumah sakit.
“Bye, Daddy,” teriak Auris dan Aurell.
“Bye, Sayang. Ingatkan Mommy jika mulai ngebut di jalanan sepi.”
“Asiap!” seru Aurell si gadis SMP.
Mobil baru yang dikendarai Nala melaju dengan kecepatan sedang seperti perintahkan suaminya.
“Kakak semangat ya. Sebentar lagi bakal kena kejahilan senior,” ucap Aurell.
“Adek tidak boleh bicara begitu!” Tegur Nala. “Belum Tentu Kakak bakal di jahili sama senior.”
“Memangnya Mommy lupa kalau anak cantiknya selalu menjadi langganan kejahilan senior ketika ospek?” tanya Aurell.
“Iya, Mom. Auris sudah menyiapkan hati dan mental untuk menghadapi para senior yang konon kabarnya lumayan garang.”
“Kakak tahu dari mana?” tanya Aurell dengan wajah khawatir.
“Info dari Kakak kelas yang kuliah di sana.”
“Kakak tidak boleh genit sama Senior ya? Kalau ada yang cari perhatian biarkan saja tidak perlu diladeni,” terang Nala. “Mommy tidak mau Kakak punya pacar untuk saat ini.”
“Siap Mommy! Auris juga nggak niat buat punya pacar kok.”
***
Sesampainya di kampus, Auris berkenalan dengan teman baru satu Fakultas dengannya. Acara Ospek hari pertama diisi oleh pembukaan dan perkenalan anggota BEM universitas dan BEM fakultas masing-masing.
“Auris,” panggil Alice.
“Iya. Ada apa?”
“Barisan sebelah kita Fakultas apa? Kebanyakan Cowok semua.”
Auris melihat ke arah samping kanannya. “Sepertinya Teknik.”
“Ceweknya sedikit sekali, ya. Duh … nggak kebayang kalau aku ambil jurusan itu.”
“Kenapa?”
“Enggak bakal berani masuk kelas aku. Soalnya lebih banyak teman-teman cowoknya.”
Auris terkekeh melihat ekspresi lucu teman barunya. Alice ini keturunan Korea-Solo jadi wajahnya mirip artis k-pop tapi cara bicaranya sangat jawa sekali.
Meskipun Auris tinggal di Jogja dia tidak mahir menggunakan bahasa jawa karena keluarganya menggunakan bahasa indonesia sebagai percakapan sehari-hari.
“Rajata ...” panggil panitia Ospek.
Pemuda yang dikenal oleh Auris maju ke depan sesuai perintah senior. Dia tidak menyangka jika Rajata benar-benar kuliah di kampus yang sama dengannya.
“Kedip Auris,” bisik Alice.
“Eh ...”
“Terpesona ya?”
“Enggak! Aku hanya kaget saja ternyata dia kuliah di kampus ini.”
“Dia siapa?”
“Mahasiswa yang baru saja maju ke depan.”
“Kamu kenal sama dia?”
Auris mengangguk. “Dia itu teman sejak aku TK. Kami sekolah di tempat yang sama.”
“Wah ... berarti kalian itu berjodoh. Kebetulannya juga dia mendaftar di kampus yang sama denganmu.”
“Ogak banget berjodoh sama dia!”
“Kenapa nggak mau? Ganteng gitu orangnya. Siapa tadi namanya aku lupa?”
“Rajata.”
“Nah itu dia ...”
Acara perkenalan selesai sebelum jam makan siang. Semua Mahasiswa baru diizinkan untuk istirahat, sholat dan makan siang.
Sesuai yang sudah diperkirakan oleh Auris. Kantin sangat penuh sampai banyak yang tidak mendapatkan tempat duduk padahal sudah terlanjur memesan makanan.
“Alice makan bekal aku saja. Mommy siapin 2 porsi enggak bakal habis kalau aku makan sendiri.”
“Beneran?”
“Iya. Lebih baik beli es saja yang tidak begitu antri banyak.”
“Kamu es teh juga apa enggak, Auris?”
“Boleh, tapi jangan pakai gula.”
“Okay,” jawab Alice.
Auris duduk di depan Auditorium tempat berkumpulnya peserta ospek. Dia belum membuka bekal makan siangnya karena menunggu Alice datang.
Saat menunggu teman barunya, Auris tidak sengaja melihat Rajata tengah menatapnya juga. Rajata seperti tidak mengenal Auris sama sekali. Biasanya saat bertemu dia akan langsung menghampirinya.
Kini Rajata hanya melihat Auris sekilas setelah itu kembali sibuk dengan teman-temannya.
“Apa dia nggak lihat aku ya?” gumam Auris. “Tumben sekali si tukang caper itu adem-adem saja saat melihat aku.”
Saking asiknya memikirkan perubahan sikap Rajata membuat Auris tidak sadar jika Alice sudah duduk di sebelahnya. Dia menempelkan cup es teh di pipi chubby Auris.
“Aduh ...”
“Haha ... lagi ngelamunin apa sih?”
“Jahil sekali.” Auris mencubit pelan lengan teman barunya. “Kok cepet beli es nya?”
“Kebetulan waktu aku pesan es teh ada yang beli tapi nggak diambil. Ya aku minta saja dari pada nganggur.”
Alice memberikan es teh milik Auris. Sementara dirinya membuka gula sachet dari penjaga kantin karena es yang tidak diambil tadi rasanya tawar semua.
Kedua sahabat baru itu makan siang sambil berbincang mengenai sekolah lamanya. Mereka tidak pergi ke masjid karena sama-sama sedang berhalangan.
“Perkenalkan nama saya Auristela Zanna Al-Fathan. Saya Mahasiswa baru dari Fakultas Ekonomi,” ucap Auris saat dipanggil maju ke depan.
Sorak sorai para peserta Ospek dan juga panitia membuat ramai Auditorium kampus. Mereka ingin tahu status Auris saat ini.
“Bisa di jawab pertanyaan dari para fans mu, Auris.” Suara pembawa acara kegiatan ospek. “Tidak perlu menjawab semuanya. Pilih salah satu yang menurut kamu paling penting.”
Auris bingung saat puluhan bahkan ratusan pertanyaan ditujukan padanya. Semua pertanyaan menurutnya sangat privasi tidak mungkin dia jawab.
“Sepertinya Auris kebingungan menjawab pertanyaan. Baiklah kalau begitu biar saya yang memilihkannya,” ucap pembawa acara. “Apa Auris saat ini sudah memiliki pacar?”
“Waahhhhh ...”
“Citcuit ...”
“Jawab dong cantik ...”
Mendengar pertanyaan pilihan dari pembawa acara. Suasana tempat ospek kembali riuh dengan suara-suara para penggemar Auris.
“Saya tidak memiliki pacar karena Mommy dan Daddy nggak kasih ijin!”
Jawaban Auris membuat semua orang kecewa. Mereka sudah siap berlomba memperebutkan cinta dari Mahasiswa baru berparas cantik itu.
Mungkin hanya Rajata yang menatap Auris biasa saja. Dia bahkan terkesan tidak peduli sama sekali dengan teman masa kecilnya.