Clary tidak bisa fokus pada meeting pagi ini, pertanyaan Andrian tenang keadaan neneknya membuatnya khawatir tentang keadaannya. Clary akan menjenguknya sore ini. Bahkan ketika di hadapkan pada segunung pekerjaan di atas mejanya, Clary masih tidak bisa walau ia sudah berusaha fokus. Sebuah kopi mendarat di atas mejanya. Bergeser hingga mengenai pergelangan tangannya, Clary menoleh untuk mencari tahu. Seseorang berdiri di sebelah kanannya dengan sebuah kipas bergambar kelinci berwarna pink menutupi wajahnya.
"Kau lebih tampan dengan gambar itu di wajahmu."
"Hei,"Protesnya menyingkirkan kipas itu dari wajahnya. Clary terkekeh melihat wajah masam Andrian.
"Aku mendapatkan nya dari kedai kopi, seseorang memberikannya padaku karena hari ini sangat panas. Seharusnya mereka belikan aku kipas angin sekalian. Apa enaknya mengipas dengan benda sekecil ini."
"Dasar tidak tahu terima kasih. Berikan saja padaku jika kau tidak menginginkannya."Clary mengambil kipas itu dari tangan Andrian dan melihatnya.
“Bear Bears. Nama kartun ini?."Ketika Clary melihat tulisan itu di badan kipas. Andrian menyeruput kopinya, melihat Clary dengan bibir berkedut menahan tawa.
"Panas sekali di luar? Apa tidak ada kopi untukku juga?."Dion datang dengan tangannya yang mengipas-ngipasi lehernya yang berkeringat.
"Kau habis dari luar kenapa tidak membeli kopi sekalian."seru Andrian merasa bingung dengan Dion. Pria itu mengerjapkan kedua matanya bingung. Benar juga kenapa tidak terpikirkan olehnya.
"Aku baru saja putus dengan kekasihku. Melegakan sekali sudah melakukannya."Dion mendudukan dirinya di atas kursi kerjanya, menatap layar komputernya tanpa minat.
Clary dan Andrian saling melempar pandang sebelum akhirnya Clary menyeruput kopi pemberian Andrian dan kembali melirik Dion dari balik bulu matanya.
"Tidak apa, kau terbiasa putus bukan. Ini hanya menjadi putusnya hubunganmu yang ke-15 kali. Tidak buruk. Kau hanya harus menjalin kasih lagi dan menemukan wanita yang tepat."
"Ini sudah yang ke-17. Aku rasa semua wanita-wanita itu tidak serius denganku. Tidak apa.. Aku tidak akan menangis untuk mereka semua."
Clary tidak yakin, apalagi melihat wajah Dion yang mulai berubah memberenggut menahan tangis. Setiap orang akan menangis jika putus dari kekasihnya, walaupun itu yang terbaik. Tetap saja akan meninggalkan air mata.
Clary mendekati Dion, menepuk bahunya perlahan. Menguatkannya, seperti biasa. "Kau terlalu baik untuknya oppa. Pria baik hanya untuk wanita baik."
"Terima kasih Clary."
Clary beralih menatap Andrian, dan pria itu sedang menatapnya. Bibir Andrian membentuk senyum kecil, sebelum kembali menyeruput kopinya.
**
"Andrian sangat hafal bunga yang nenek suka. Sebuah bungan lily berwarna putih."Gerutu Yura ketika melihat Clary menaruh bunga pemberian Andrian ke dalam vas bunga yang berada di atas meja kamar ruang inap tersebut.
Yura mendudukan dirinya di atas sofa panjang seraya mengeluarkan mie dari dalam kantung yang ia bawa ketika dalam perjalanan ke sini. Clary memperhatikan bunga itu dan tersenyum. Dulu saat datang ke rumahnya pertama kali, nenek meminta Andrian untuk membelikannya bunga lily dan membawanya ketika datang.
Andrian bahkan sampai kebingungan karena dimintai nenek untuk membelikan bunga tersebut. Andrian bahkan berkata, aku datang kemari untuk menemani Clary mengambil barangnya bukan mengambil hati calon ibu mertua dengan membawakannya sebuah bunga favorite.
"Aku membawakan bunga itu untuk nenek, bukan untukmu. Kenapa memandangnya begitu lama!."
Clary mendapati Andrian berdiri di ambang pintu kamar ruang inap nenek Clary dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Clary memutar kedua bola matanya malas. Ia mengambil tempat di samping Yura dan mulai membantu Yura membuka mie yang di bawanya.
Mie china yang di belinya dari kedai tak jauh dari kantor mereka berada. Mie ini terkenal sangat enak dan porsinya sangat banyak. Clary dan Andrian tak sempat makan siang karena kerjaan mereka yang terlalu banyak dan hanya meminum kopi.
"Ish.. Bunga ini terlalu jelek. Apa tidak ada yang lebih bagus lagi. Seharusnya kau membawakan nya lebih banyak."gerutu Clary yang membuat Andrian terkekeh, sementara Yura menahan tawa nya.
"Jika aku membawa lebih banyak lagi. Aku akan membuat nenekmu di usir karena membangun taman bunga di ruangan ini. Apa ada mie untukku juga?."
Andrian mengambil tempat di salah satu kursi kecil di samping Clary dan mengambil mie dari tangan Clary. Hal itu membuat Clary menepuk bahunya karena main merebut mie dari tangannya saja. Pria itu benar-benar.
"Jangan berisik kalian berdua ini. Ini rumah sakit."tegur Yura yang membuat Clary menatap Andrian sengit.
***
Setelah makan malam Clary dan Andrian pergi menuju kantin rumah sakit untuk membeli minum, Clary merasa kepalanya sangat pusing karena kurang tidur akhir-akhir ini. Bahkan malam tadi ia hanya tidur selama 2 jam karena Gideon. Andrian berjalan di sampingnya, menariknya menuju taman rumah sakit dan melihat anak-anak di taman rumah sakit itu tengah berkrumun seraya menyalakan kembang api. Seorang pasien di antara mereka sedang berulang tahun, memangku kue yang dibawakan sang ibu untuk merayakan nya bersama dengan pasien sekamarnya di taman.
"tetap di sini, mungkin saja kita akan kebagian kue ulang tahunnya."ucapan Andrian membuat Clary menyenggol lengannya dan terkekeh.
Pasien itu tidak memliki rambut sama sekali, kemoterapi membuat rambutnya rontok dan duduk di kursi roda. Wajahnya pucat, bibirnya kering karena obat-obatan yang di konsumsinya, namun bibirnya tersenyum merayakan hari lahirnya. Hal itu mengingatkannya kepada sang ibu. Clary ingat ketika ibunya berada di rumah sakit dan tersenyum padanya mengatakan selamat ulang tahun dengan kue yang nenek buat. Ibu nya sedang sakit keras tapi bersih keras membuat kejutan ala kadarnya untuk nya.
Clary merasa hatinya tersentuh, ingatakan masa lalunya membuat hantinya trenyuh. Wajahnya mulai memanas karena emosi yang mulai menguasai hatinya. Rasa sesak itu membuatnya menghela nafas berat untuk mengatur emosinya yang mulai terbit. Andrian berdiri di sampingnya, menyentuh bahu Clary lalu menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Andrian tahu tentang ibu Clary. Nenek Clary pernah menceritakannya ketika Andrian datang ke rumahnya. Wanita paruh baya itu selalu menceritakan kisah memilukan yang Clary rasakan.
"Jangan menangis lagi, kau akan menakuti seluruh anak-anak ini."ucapan Andrian membuat Clary tertawa dalam tangisnya. Pria itu selalu bisa membuatnya tertawa bahkan ketika di sedang marah.
"Dasar kau!."gerutu Clary. Andrian menepuk bahu Clary yang masih bergetar akibat tangisnya.
Tiba-tiba saja pelukan keduanya terlepas dengan hentakan keras. Clary terkejut, begitu pula Andrian ketika menemukan Gideon berdiri di antara mereka dengan wajah penuh amarah.
"Tuan Greshon, bagaimana bisa kau ada di sini!."tanya Andrian merasa bingung dengan kehadiran pria itu di sini. Gideon hanya melihatnya sepintas sebelum tatapannya beralih pada Clary sepenuhnya.
"Ikut aku!."