BAB 01 - Meet Evil
“Romeo.”
Ugh... Menggelikan." Gerutu seorang wanita ketika melihat adegan romantis antara seorang pria dan wanita di layar lebar yang hampir memenuhi dinding ruangan.
Wanita itu tak henti-hentinya menggerutu membaca tulisan percakapan yang di lontarkan ke dua pasangan romansa itu. Kedua bola matanya berputar malas. Kedua tangannya terlipat di depan d**a. Sebelah kakinya mengetuk-ngetuk lantai karpet dengan tidak sabaran
Kontras sekali ia benar-benar merasa bosan dengan film layar lebar yang tersaji di hadapannya. Wanita itu menyesal sudah mengiyakan ajakan temannya untuk menonton film ini. Tadinya ia begitu penasaran, masalahnya sejak ia lahir dan mendengar tentang cinta semua orang mengelu-elukan romeo dan juliet sebagai pasangan yang sangat romantis.
Tapi kini ketika ia menyaksikan nya sendiri. Ini lebih terlihat seperti film romansa berlebihan yang ia tak mengerti kenapa semua orang menyukainya. Film ini hanya berdurasi 1 setengah jam. Tapi ia seperti sudah merasakan duduk di sini selama berjam-jam.
Waktu berjalan begitu lambat ketika kau merasa begitu bosan. Ia pernah menonton film super hero berdurasi dua jam dan itu terasa begitu cepat. Salahnya tidak menolak film ini sejak awal. Firasatnya benar jika ia akan tersiksa duduk di dalam sini. Film seperti ini bukanlah film favoritenya.
"Clary. Kau harus lihat itu. Bukankah romeo sangat romantis. Aku benar-benar menyukai actornya. Dia sangat tampan menjadi romeo."
Clary menoleh pada Yura dan mengembungkan pipinya bosan. Clary sudah muak dan dia tidak tahan lagi duduk terlalu lama di dalam sini dan melihat adegan itu. Clary rasa dia akan gila sebentar lagi. Yura tahu Clary sudah begitu bosan dengan film ini. Tapi dia tidak akan membiarkan sahabat nya itu pergi keluar bioskop sebelum film ini habis.
"Film ini terlalu vulgar."
Yura menoleh pada Clary dan memberenggut tidak setuju. Menurutnya film ini masih di tahap wajar. Semua drama melakukan itu. Dan menampilkan hal itu. Clary yang tidak bisa di ajak santai dengan hal semacam itu.
"Ciuman masih di tahap wajar. Kau yang terlalu berlebihan memikirkan tentang moral. Berhentilah merasa kaku. Kau harus santai. Kau sudah dewasa dan akan segera menikah. Jadi bersikaplah santai. Okey."
Clary diam untuk beberapa saat. Ketika adegan berlanjut Clary berdiri dan pergi dari sana meninggalkan Yura sendirian. Yura terkejut ia langsung mengambil tas nya dan menyusul Clary keluar bioskop dengan cepat.
"Hei tunggu aku." Gerutu Yura yang berlari mengejar Clary dengan cepat. Sahabat sejak sekolah menengahnya itu memang keras kepala.
"Kau sudah berjanji padaku akan menemani ku selama satu harian penuh kemanapun aku akan pergi. Kau harus menepati nya."Yura berjalan di samping Clary keluar dari dalam bioskop. Wanita itu merongrong nya seperti bocah berumur 5 tahun yang ingin diajak ke kebun binatang.
"Baiklah. Tidak ke tempat yang aneh-aneh."Clary mengalah. Ia setuju karena janjinya dan Yura nampak senang dengan hal itu. Ia memeluk lengan Clary dan terkekeh.
"Baiklah. Ayo kita minum saja. Aku tahu tempat bagus dimana minuman mahal dengan harga miring."
***
"Ini Club. Aku tidak mau."tolak Clary mentah-mentah. Saat ini mereka sedang berdiri di depan pintu Club yang hanya tingal beberapa langkah untuk masuk ke dalam.
"Ayolah... Steven sudah berjanji akan membayarkan minum kita. Ini hari ulang tahunku kau ingat."rengek Yura. Clary memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak suka berada di sana. Sangat tidak nyaman. Sekali ia masuk kaYura mengajaknya 7 bulan yang lalu dan baru 5 menit Clary merasa tidak tahan. Banyak hal yang tidak pantas ia lihat, dan tentunya suara dentuman musik yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Melihat rengekan Yura membuat Clary merasa tidak enak. Clary tahu Yura akan melakukan hal aneh seperti datang ke tempat ini bersamanya. Wanita itu sendiri hanya percaya padanya untuk menemaninya masuk ke tempat seperti ini. Yura tidak akan datang bersama orang lain. Bahkan jika hanya berdua dengan kekasihnya. Ia masih sama kolotnya dengan Clary. Walau berada 1 tingkat lebih bebas di atas Clary.
"Baiklah. Hanya malam ini." Rambut pendek nya berayun bersamaan dengan anggukan kepalanya yang nampak begitu bersemangat.
Clary mengikuti langkah Yura yang menyeretnya masuk ke dalam dengan langkah tergesa-gesa. Seolah-olah mereka akan kehabisan tiket untuk masuk.
Setelah menunjukan tanda pengenal Clary dan Yura masuk ke dalam. Suara musik berdentum dengan begitu keras, hal itu berpengaruh besar pada kinerja jantungnya.
Yura mengedarkan pandangannya. Steven adalah teman satu kantornya. Pria itu bekerja paruh waktu menjadi bartender di Club ini. Club yang begitu terkenal karena banyak orang-orang kaya datang dan menghabiskan uang mereka di sini.
Steven berjanji memberikan harga spesial di ulang tahun Yura. Diam-diam pria itu naksir padanya. Yura tahu tapi dia tetap percaya Clary untuk menemaninya masuk ke sini dan bertemu dengan Steven.
Pria itu melambaikan tangannya kris melihat Yura. Yura melihatnya dengan tersenyum lebar. Ia menarik Clary untuk menghampiri Steven di salah satu meja bartender untuk memesan minum.
Yura mengambil tempat tepat di hadapan Steven. Clary duduk di sebelah kanan Yura. Pria itu tersenyum dengan ramah menatap keduanya secara bergantian sebelum memusatkan perhatiannya kepada Yura.
"Halo. Senang melihatmu Yura. Selamat ulang tahun. Kau datang bersama dengan temanmu."
"Ya namanya Clary. Clary ini Steven."ucap Yura memperkenalkan mereka berdua.
"Halo Clary. Kau pasti sudah tahu aku karena mendengarnya dari Yura dan aku cukup tahu tentangmu karena mendengar nya juga dari nya."ucapan Steven membuat Clary tersenyum. Ia menyetujui hal itu. Yura memang banyak membicarakan tentang Steven padanya.
"Ya. Yura memang suka bergosip."timpal Clary menyetujuinya.
"Kalian mau minum apa? Kupastikan ini aman."
"Berikan aku minuman yang terbaik." Sahut Yura bersemangat. Kedua kakinya menghentak-hentak kaki kursi dengan tidak sabaran. Club ini sangat terkenal. Minumannya pastilah istimewa.
"Berakohol rendah untukku." Timpal Clary.
"Dia tidak kuat minum."sahut Yura menambahi.
"Ah.. Baiklah. Ini untuk Yura dan ini untuk Clary beralkohol rendah."
"Terima kasih." Ucap Yura dan Clary sebelum menenggak minuman itu. Clary dapat merasakan minuman itu mengalir di kerongkonannya. Rasanya halus seperti air biasa namun manis.
"Ini benar-benar enak." Ucap Yura yang terlihat begitu menyukai minumannya. Wanita itu meminta lagi dan Steven memberikannya tanpa merasa keberatan.
Mereka terlibat dalam obrolan, sesekali Clary mengedarkan pandangannya ke segala arah. Pemandangan yang tak enak dilihat. Orang berciuman, menari tak beraturan, dan minuman mnyengat yang membuatnya tak nyaman. Semua itu membuatnya tidak nyaman. Kalau bukan karena Yura, Clary tidak akan mau menginjakkan kakinya di sini.
Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang pria yang tengah mencumbu seorang wanita. Kegiatan ciuman mereka terhenti, Clary terkejut ketika pria itu melirik nya. Namun Clary tak memberikan ekspresi berlebihan. Ia hanya diam dan memalingkan wajahnya seolah tak ada apapun yang baru saja ia lihat.
Ia hanya diam dan sesekali menyahut jika Yura dan Steven bertanya padanya. Lalu Clary berdiri untuk pergi ke toilet. "Temanku akan mengantarmu. Tidak baik wanita berjalan sendirian ke toilet Club."
Steven nampak baik. Namun Clary merasa tidak yakin dengan temannya. Wajahnya nampak ramah namun matanya berkilat seolah menunjukan kebalikannya. Clary menolaknya secara halus. Ia bisa menjaga diri. Namun Steven mengatakan lebih baik bersama temannya. Clary akhirnya menyetujuinya.
Steven memperingatkannya untuk hati-hati. Clary mengangguk sebelum pergi menuju toilet ditemani dengan teman Steven. Sepertinya Clary berterima kasih karena Steven memberikannya teman untuk pergi ke sana. Pintu toilet Club di penuhi dengan berbagai orang yang mabuk dan melakukan hal yang tidak senonoh.
Clary bergerak cepat. 66 selesai ia bergegas keluar dari dalam sana dan menemui temannya Steven untuk kembali ke tempat Yura. Namun ia tak menemukan teman laki-laki Steven di depan pintu masuk Toilet wanita.
Clary ingin berjalan pergi menuju tempat Yura namun seseorang menariknya dan mendorongnya ke dinding.
Clary terkejut bukan main. Pria itu berdiri di hadapannya. Mencengkram kedua tangannya yang berada di dinding seolah menawannya.
Sudut bibirnya tertarik membentuk seringaian. Clary mencoba melepaskan diri namun pria itu begitu kuat mencengkram tangannya.
"Menyingkir dari hadapanku."
Bukannya pergi pria itu tetap di sana, bibirnya tersenyum dengan sinis membalas tatapan marah Clary yang tak sedikitpun membuatnya terusik.
"Aku suka matamu, dan juga bibirmu."ucapnya. Suaranya begitu berat, matanyas satu tenggelam pada minuman alkohol yang tercium dari mulut ketika berbicara.
Clary merasa takut, namun ia berusaha tetap tenang dan tak membuat pria itu kesenangan karena berhasil mengintimidasi nya. Clary mencoba melepaskan diri namun ketika terlepas pria itu akan menahannya lagi.
"Jika kau lebih galak lagi aku akan menyukaimu."
"Apa kau bilang! Cepat pergi dari hadapanku." Bentak Clary. Tapi pria itu malah tersenyum mendengarnya. Ekspresinya membuat Clary muak.
"Sejak tadi aku ingin merasakannya. Bagaimana rasa bibir ini. Aku bertaruh rasanya pasti luar biasa." Ucapannya membuat jantung Clary berdegup kencang karena ketakutan. Sesuatu yang buruk pasti akan segera terjadi. Ia mencoba melonggarkan cengkraman tangannya, namun itu terlalu kuat. Tatapan pria itu begitu tajam menatapnya.
"Kita harus menolong Clary. Steven. Bagaimana ini!." Ucap Yura ketakutan melihat Clary dengan seorang pria yang tentu saja bukan pria baik-baik.
"Maafkan aku. Jika pria itu. Aku tidak bisa. Dia adalah Gideon. Seorang pria berkuasa sepertinya bukanlah tandingan kita. Bukan karena aku takut di pecat. Tapi...berurusan dengannya sama saja seperti mengantar nyawamu ke dewa kematian."jelas Steven.
"APA!." teriak Yura terkejut.
"Menyingkir. MENYINGKIR DARIKU SEKARANG JUGA!."Teriak Clary kencang. Namun seberapa keras teriakkannya suaranya tetap saja tenggelam di dalam musik Club yang begitu keras.
Clary mencoba berontak lebih keras. Lebih cepat hingga akhirnya sebelah tangannya terlepas dan menampar sebelah pipi kanan pria itu Hi gga membuat wajahnya membuang ke arah lain. Tamparan itu begitu keras. Clary sendiri terkejut namun pria itu pantas menerimanya. Ketika tatapannya kembali pada Clary, bibirnya kembali tertarik membentuk seringaian tajam.
"Selamat. Kau baru saja membuatku menyukaimu."
Pria itu meraup bibir Clary. Menciumnya dengan kasar dan begitu menuntut. Sebelah tangan Clary yang terlepas memukul bahu pria itu agar menghentikan ciumannya.
Tapi pria itu tetap melakukan apa yang dilakukannya pada Clary. Bibirnya menekan nya, memberikan lumatan dalam yang di penuhi dengan hasrat yang mulai membakar dirinya. Menggerogoti nya dengan ganas, membangun rasa sensual yang menghentak-hentaknya.
Pria itu merasa sangat menyukainya. Seperti apa yang di bayangkan nya, bahkan lebih dari apa yang di bayangkan nya. Hanya bibir namun membuatnya gila bukan main. Bibir itu sangat manis, menciumnya seperti itu tak membuatnya bosan. Ia ingin terus melakukannya.
Pria itu merasakan tubuhnya terbakar. Bibir itu membuatnya kehilangan akal. Ketika ia mengisap bibir bawahnya wanita itu mengerang. Dan sesuatu bergejolak di dalam dirinya dengan hebat. Ombak gairah bergulung-gulung menghantam gairahnya.
Ingat seseorang butuh bernafas. Ia menghentikan ciumannya dan Clary merasa jantung nya kembali berdetak. Ia terbatuk-batuk merasakan susah bernafas karena pria itu mencium bibirnya.
Ini bukan ciuman pertamanya, namun ini adalah ciuman yang pertama yang paling kurang aja ia terima. Clary meloloskan matanya pada pria itu. Memberikan tatapan marah dan mengancam, tapi pria itu seolah tak melihat ancaman di balik ekspresinya.
"Aku benar-benar menyukai bibirmu."
Clary merasakan dadanya bergemuruh. Amarah terbit menguasai dirinya. Ini adalah pelecehan. Kedua tangannya terkepal dengan erat beraamaan dengan amarahnya yang semakin kuat.
"Aku harap ini benar."Gideon mengambil gelas berisi alkohol dari pelayan yang lewat membawa nampan berisi minuman, lalu meminum nya dan kemudian kembali mencium bibir Clary.
Clary merasakan cairan mengalir di kerongkonannya. Terasa keras, kepalanya mendadak terasa pusing dan tempat ini terasa berputar-putar. Pria itu nampak kabur. Sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.