Tiga Belas: Theodore

1101 Kata
Suasana kastil hari ini sepi sekali. Tidak ada sosok kurus dengan senyum tak waras yang biasa terlihat di sudut - sudut kastil. Ya, gadis itu sudah pergi tadi pagi - pagi sekali. Dia bilang ada sesuatu yang harus dilakukannya di rumah hari ini. Dan sepertinya amat penting karena wajahnya terlihat amat serius saat meminta izin pada Theodore semalam. Hari ini Louise akan datang. Editornya itu akan datang ke sini bersama kedua anaknya yang paling kecil. Tentu saja dia ke sini untuk bekerja. Dan untuk mengantarkan plakat penghargaan yang dia terima dari acara yang diwakili oleh editornya itu tempo hari. Dia ingin menyerahkan tugas mengurus dua bocah cilik yang dibawa Louise pada Candice, sebenarnya. Tapi gadis itu malah meminta liburnya hari ini. Dia menyukai anak - anak Louise. Mereka anak yabg lucu dan aktif. Hanya saja, berinteraksi dengan anak kecil bukanlah bakaatnya. Dia cenderung kurang sabar menghadapi mereka. Dan lagi, hanya beberapa anak saja yang dia biarkan dekat dengan dirinya. Mereka terlalu berisik dan tidak bisa dibiarkan sendiri untuk waktu yang lama. Itulah kenapa memiliki anak bukanlah keinginannya. Dia lebih menyukai proses Membuatnya tanpa ingin repot - repot memikirkan konsekuensi dari perbuatan tersebut. Ngomong - ngomong soal membuat anak dan dirinya yang tidak ingin memiliki anak, wanita jalang itu sidah berhenti menghubunginya. DWajar, dia pasti tidak mengira kalau dia akan menonaktifkan ponselnya dan meninggalkannya di Paris. Dia hanya membawa ponsel bekerjanya bersamanya. Dan ini sudah hampir tiga minggu dirinya hidup selibat. Waktu yang cukup lama baginya tanpa bermain - main dengan perempuan. Dan anehnya, dia cukup menikmatinya, hingga baru - baru ini Mungkin itu alasan di balik reaksi tubuhnya yang membingungkan saat berada di dekat Candice, maidnya. Dia tidak suka melihat gadis itu terlalu dekat dengan Lucas, bodyguardnya. Tapi berada terlalu dekat dengan gadis itu juga tidak membuat dirinya tenang. Jelas sekali bukan hanya dirinya yang merasakan hal ini. Gadis itu juga. Matanya yang besar dan wajahnya yang polos memantulkan segala yang dia rasakan dengan jelas. Membuatnya dengan mudah membaca reaksi tubuhnya. Sepertinya kali ini dia salah. Gadis itu bukan seperti gadis kebanyakan yang dia temui. Kepolosannya adalah kelebihan sekaligus kekurangannya. Dia mengamati dari jendela besar dari aula kastil saat mobil Louise memasuki halamannya. Memutari kolam air mancur di depan pintunya sebelum berhenti. Dia membuka pintu utama, bersiap menyambut editor dan dua kurcacinya. "Salut! (Hai!) Kau menungguku?" Perempuan tersebut berseru saat melihatnya. "You wish." Mereka berdua tergelak mendengar lelucon garingnya. Dia memang terkenal tidak pandai melucu. Louise memutari mobilnya dan membuka pintu belakang, dua sosok kerdil dengan rambut keriting lucu yang masing - masing diikat satu ke atas, keluat dari mobilnya. "Oncle Lucifer! (Paman Lucifer!)" Masing - masing dari mereka berteriak. Sambil berlari menerjangnya, membuatnya terbelalak panik. "Autumn! Summer! Ingat apa yang Mama katakan tadi di rumah?" Dan ajaib. Keduanya dengan cepat berhenti tepat di depannya. Mereka bersua tersenyum malu memandang ke arahnya. Theodore menghela nafas dalam sekali, mempersiapkan dirinya sebelum berlutut di salah satu kakinya dan merentangkan kedua lengannya. Kedua gadis cilik itu terpekik senang sebelum berlari menyongsongnya. "Yap. Sudah cukup, kalian berdua. Ayo kita masuk ke kastil indah ini." Suara Louise menginterupsi. Ketiganya dengan cepat memisahkan diri. Untuk Theodore, dia buru - buru berdiri dan menyeka bagian depan tubuhnya. Louise menggeleng melihat kelakuan pria awal tiga puluhan itu. Sebegitu antinya Theodore terhadap anak - anak. Meskipun sudah bertahun - tahun menjadi editor pria itu, dan mereka juga sudah saling mengenal secata personal, Theodore tidak pernah mau terlibat terlalu intim bersama anak - anaknya. Pria itu beralasan dia tidak pintar menangani anak kecil. Dan segala hal tentang anak - anak membuatnya merinding. Mereka berempat masuk ke dalam. Menggantikan Candice, Lucas bertugas di dapur menyiapkan minuman dan menata kudapan yang sempat Candice bikin di malam sebelumnya ke dalam piring. Pria kekar itu menyiapkan segalanya di meja ruang tamu di depan jendela besar di aula depan. "Hanya ini yang bisa kusiapkan. Maid ku kebetulan sedang mengambil libur. Aku hanya berdua saja dengan penjagaku." "Penjagamu ini yang bernama Lucas? Hai, aku Louise. Ini Autumn dan Summer. Enchante (Salam kenal). Perempuan itu menyapa ramah. "Enchantée Madam (Salam kenal juga, Nyonya). Silakan menikmati yang saya siapkan. Tuan, saya di belakang jika anda membutuhkan saya." Theodore mengangguk singkat sebelum Lucas menghilang. "Jadi maid mu yang kau bilang penuh muslihat murahan itu sedang tidak ada di sini? Padahal aku ingin sekali bertemu dengannya." Louise mendesah dramatis. Berbeda dengan Ibunya yang amat cerewet dan penuh drama, kedua gadis kecil yang dibawanya itu cukup pendiam. Merek berdua sedang sibuk memakan puding cokelat dari piring yang sama. Untunglah. Jika ketiganya seramai Louise, dia pasti tidak akan tahan. "Kau ke sini untuk bekerja. Naskah baruku ada di tumpukan itu." Dia melambaikan tangannya pada tumpukan rendah kertas yang ada di alah satu kursi di sana. Meskipun mendesah kecewa karena harus langsung bekerja, Louise menurutinya. Saat ini suasana hati penulis kesayangannya itu sedang bagus. Meskipun menggerutu, tapi Louise tahu dia dalam mood yang bagus. Maka seharusnya dia tidak menyia - nyiakan kesempatan. Saat ini, pria ini adalah ladang uangnya. Mereka saling memanfaatkan dengan baik. Ada sekitar lima bab yang diperiksa oleh Louise. Tak terasa matahari sudah lama terbenam di ufuk barat. Anak - anak yang sedari tadi sibuk berkeliling kastil sekarang tertidur saling menindih di atas sofa karena kecapean. Theodore tidak mempermasalahkan mereka berlarian di sekitarnya. Dia hanya duduk diam di kursinya, sibuk dengan pikirannya sendiri sambil mencorat coret di kertas. Dia tersentak saat salah menuliskan nama tokohnya alih - alih Inez, dia menulis Disa, nama panggilan Candice, di sana. Tangannya sudah siap meremas kertas yang salah ditulisnya saat sosok pemimik nama muncul menghampiri mereka. Gadis itu terlihat lelah, tapi tetap tersenyum. Dia mengangguk padanya dengan pandangan gugup saat mata mereka bertemu pandang. Dan dia merasakan ketegangan itu lagi. Dia tau sensasi ini. Amat sangat mengenalnya. Seperti simpul kencang di perutnya. Tapi dia tidak ingin mengakuinya. Dia? Tertarik secara sekual pada gadis maid nya ini?! Yang benar saja!! "Tuan, makan malam sudah siap." Katanya pelan. "Sebentar lagi. Pergilah." Katanya pendek. Louise memandangi kepergian gadis itu dengan wajah tertarik. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan Perempuan Tua?" Dia mendengus pura - pura kesal. "Aku bahkan tidak setua itu. Jujur padaku. Apakah karakter Inez adalah dia?" Theodore sedikit tersentak. "Bagaimana…." "Kau menggambarkannya dengan sangat detail. Dan… semuanya mengarah padanya." Begitukah? Apakah itu sebabnya dia amat lancar menulis di sini? "Kau yakin tidak tertarik menambahkan sedikit saja cipratan romance di dalam novelmu ini?" Louisa bertanya lagi. "Kau bisa menjadikannya bahan riset. Maid mu itu. Sangat mirip Inez. Sekarang, saat aku membaca part Inez, aku tak mungkin tidak membayangkan visualnya. Pasti menarik. Dan itu akan menjadi angin segar yang dinanti setiap pembaca setia yang menunggu karyamu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN