Tiga Puluh: Theodore

1231 Kata
"C'est Marvelous, Lucifer ! (Ini mengagumkan sekali, Lucifer!" Seruan Louise dari ujung lain sambungan teleponnya terdengar sangat antusias, membuat ujung bibirnya tertarik membentuk senyuman miring yang arogan. Dia baru saja mengirim surel berisi beberapa bab terbaru dari n****+ yang dia garap. Dan perempuan itu tidak butuh waktu lama untuk membaca dan kemudian menelponnya. "Melihat isi bab yang kau tulis, bisa kusimpulkan bahwa kemarin adalah sukses besar! C'est vrai ? (Iya, kan?!)" Suara Louis masih terdengar penuh semangat. "Aku mengecek penthouse mu kemarin malam dan…. Aku tak menemukan satu kondom pun tersisa. Kau memanfaatkan waktumu dengan amat baik, Lucifer." Mengingat kejadian di penthouse nya dua hati yang lalu, membuat Theo menggertakkan kembali giginya. Rasa sebalnya pada wanita ini kembali muncul. "Dan kau menyediakan sesuatu setengah - setengah seperti itu. Kau mengejekku?" Gerutunya. Dia ingat insiden kondo* habis yang membuatnya harus menahan diri di sisa pagi sebelum mereka check out dari penthouse nya. Menahan diri terlalu keras hingga dia merasa pusing dan tak bisa berkonsentrasi pada hal lain. Dan berujung dengan tindakannya yang spontan membeli beberapa bungkus karet elastis yang terbungkus alumunium foil itu lagi saat berada di apotik di perjalanan pulang. Padahal niatnya waktu itu hanya untuk membeli morning after pill untuk Candice sebagai tindakan pencegahan. Benar yang dia beli adalah Morning after pill, karena dia tak yakin kontrasepsi atau birth kontrol macam apa yang akan sesuai dengan Candice. Doya perlu membawa Candice ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang hal itu. Tapi bukannya selesai dan langsung berbalik pergi saat melihat belanjaannya dikemas, dia malah mengangkat tangan menunjuk pada deretan kondo* yang berada di kaca display. Membeli beberapa. Dan kembali melampiaskan kebutuhannya yang meluap lada gadis itu di kursi belakang mobilnya beberapa kali hingga gadis itu kembali terkulai lemas di atasnya. "Apanya yang setengah - setengah?! ku menyiapkan segala sesuatunya dengan all out!" "Kau hanya meninggalkan sepuluh bungkus kondo* saja di sana." Gerutunya yang langsung disambut dengan dengusan oleh Louise. "Dan jumlah itu sudah cukup banyak bagi sebagian orang. Kau saja yang selalu gagal mengendalikan nafs*mu. Aku jadi kasihan pada gadis itu. Dia baik - baik saja, kan?" Benar. Jumlah itu cukup untuk sebagian besar orang. Tapi dia adalah Lucifer! Dan dia sedang bersama seorang gadis yang memiliki wajah dan tubuh yang menarik, meskipun tak memiliki pengalaman bersama dengan lelaki sama sekali sebelumnya. Dan memang harus dia akui bahwa kemarin itu dia amat… aji mumpung? Melampiaskan kebutuhannya dengan brutal, setelah sekian lama berpuasa. Sejak beranjak dewasa, dia tak pernah menahan kebutuhan biologisnya sama sekali. Pengalaman pertamanya dimulai sejak dia berumur lima belas tahun, dan sejak saat itu, banyak kaum hawa yang menawarkan diri padanya untuk menemaninya mengasah kemampuannya. Kemarin adalah dua bulan terlama dalam hidupnya tanpa wanita. Dia saja heran kenapa tak langsung mengundang Candice naik ke kamarnya waktu itu. Karena Juliette. Perempuan itu dan kabar mengejutkan tentang kehamilan yang dibawanya, membuat Theo waspada selama beberapa saat. "Sudahlah, tak perlu dibahas lagi." Tukasnya sedikit kesal. Dari dulu, berselisih pendapat dengan Louise hanya membuatbya kesal. Dia selalu punya cara untuk membalas kalimatnya. "Disa baik - baik saja." Ya, gadis itu baik - baik saja. Dia sudah melihatnya kembali sibuk di dapur keesokan harinya. Terlihat cerah dan kembali siap untuk melayaninya. Tapi dia cukup waras untuk berhati - hati. Ada Lucas di kastil ini. Dan meskipun pria muda itu seperti patuh padanya, tapi fakta bahwa dia bekerja untuk Pak Tua itu, tetap tak berubah. Jadi dia harus sedikit menjaga sikap. "Kami bertemu Juliette kemarin." "Perempuan itu?! Apakah dia kembali membuat drama?" Louise memang tak menyukai Juliette sejak awal mereka bertemu. Katanya, perempuan itu tipe yang licik dan suka mendominasi. Dia membuat Theodore lupa akan pekerjaannya dan deadline. Membuat Louise kalang kabut sendiri karena tak bisa mengontak penulisnya yang paling menjanjikan selama beberapa minggu hanya karena sedang bersama dengan perempuan itu. Dialah orang pertama yang mempercayai Theo bahwa anak yang dikandung Juliette pasti bukan anaknya. "Tidak. Tapi dia tak terlihat sedang hamil, di mataku." "Tentu saja tidak! Karena memang dia tak pernah hamil!" "Sudahlah, membicarakan perempuan itu membuat moodku jadi tak terlalu bagus." Katanya mengakhiri pembahasan tentang Juliette. "Apakah tak sda berita apapun tentangmu? Kemarin kemunculan perdanaku di depan publik." "Tentu saja ada! Kenapa kau tak melihat beritanya sendiri?! Memangnya kau tinggal di goa?!" Seruan gemas Louise membuatnya terkekeh. Dia memang tak terlalu mengikuti perkembangan dunia luar. Biasanya Louise yang memberi tahunya tentang apa yang terjadi. Dia terlalu fokus pada dunianya. Pekerjaannya dan pelampiasan rasa jenuhnya (baca: wanita). "Semua orang membicarakan kalian." "Kalian?" "Oh, maid kecilmu itu juga mendapatkan spotlight! Banyak fans mu yang mengeluh sedih karena kau ternyata sudah memiliki pasangan." "Tapi dia bukan pasangan…" "Keep it that way. Tetap seperti ini. Ini bagus agar tak ada orang - orang nekad yang mendekatimu. Dan pelac*r - pelac*rmu yang lain akan sadar bahwa kali ini kau serius, karena kau membawa Disa ke depan publik." Ya, baru kali ini dia membawa perempuan di depan publik. Biasanya dia hanya menyimpan wanitanya di dalam kamar, untuknya sendiri. "Tapi…" "Kita bisa pikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya nanti, Lucifer. Buku dan reputasimu yang tanpa cela harus tetap nomor satu." Suara pintu terbuka membuatnya mendongak. Lucas. Membawa ponsel yang sepertinya sudah tersambung dengan seseorang. "Aku tutup dulu. A tout à l'heure. Sampai nanti." Dia mematikan sambungan ponselnya dengan Louise dan menatap Lucas dengan pandangan bertanya. "Saya sudah mengetuk beberapa kali. Tapi sepertinya anda tak mendengar." Katanya membela diri tentang masuk tanpa ijin. Dia tak mendengarnya memang. Suara Louise, dan suara angin membawa gerimis lebat di luar masih mendominasi seluruh kastil. Cuaca sedang amat gila. Seperti tak mengijinkan semua orang untuk berada di luar. "Ini Ayah anda." Lucas kembali menambahkan. Pak Tua?! Tumben sekali dia ingat kalau punya anak. Dia mengulurkan tangannya meminta ponsel tersebut, yang langsung diberikan oleh Lucas. Setelahnya, dia mengibaskan tangannya menyuruh pemuda itu keluar dari ruangannya. Dia menunggu hingga pintu kembali tertutup di belakang pemuda itu. "Halo." Sapanya pendek setelah benda pipih tersebut menempel di telinganya. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Nak?!" Suara keras Ayahnya terdengar. Membuatnya ingin segera mengakhiri panggilan mereka. "Apa maksud Anda." "Aku di sini sibuk membersihkan namamu dari skandal, dan di sana kau sibuk menciptakan skandal baru! Tak bisakah kau menahan diri sebentar dari para wanita?!" Rahangnya mengeras karena digertakkan dengan kencang. "Saya sudah menahan diri selama dua bulan. Itu waktu yang lama. Bahkan Anda sendiri tak menunggu sampai selama itu setelah istri Anda meninggal untuk bersama dengan seorang wanita. Dan jika yang banda bilang benar, Anda sudah menuntaskan urusan saya, seharusnya tak ada masalah saat ini jika saya ingin bersama siapapun." Jawabnya panjang dan datar. Mencoba tak terpancing dengan apapun yang dikatakan oleh orang tua ini. "Jaga mulutmu." "Saya selalu menjaganya agar terbuka di tempat yang tepat." "Model itu baru saja selesai dibereskan bulan lalu, dan sekarang kau sudah membuat masalah lagi?! Dengan membawanya ke publik pula! T'as perdu ton logiciel?! (Akal sehatmu sudah hilang?!)" "Saya tidak pernah meminta bantuan Anda. Anda sendiri yang datang secara sukarela untuk menawarkan bantuan. Lagipula, kali ini bukan gadis sembarangan. Seorang Besnier, tentu tak akan melukai reputasi Anda. Saya masih punya beberapa pekerjaan untuk diselesaikan. Saya tutup." "Seorang Besnier?! Apa maksud…" Klik! Dia mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu orang tersebut menyelesaikan kalimatnya. Kepalanya jadi pusing lagi. Dia membutuhkan pengalihan perhatian. Segera dia meraih pesawat telpon di mejanya dan menekan interkom yang terhubung ke dapur. "Ya, Tuan." Suara lembut itu! Dia membutuhkannya sekarang juga. "Ke ruang kerjaku. Sekarang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN