Tiga

1150 Kata
Pekerjaan yang mereka lakukan memang telihat mudah, tetapi ternyata menguras banyak waktu dan tenaga. Keadaan rumah yang berdebu membuat mereka perlu menyapu dan mengepel ruangan berkali-kali. Apalagi Rai termasuk orang yang super bersih. Rai selalu memastikan berkali-kali kalau lantai dan ruangan sudah benar-benar tidak berdebu. Selagi Pras dan Rai membersihkan ruangan yang akan menjadi kamar tidur mereka nanti. Di tempat yang berbeda. Marten, laki-laki berumur awal empat puluhan itu sedang sibuk dengan bagian pekerjaannya sendiri. Dapur dan Kamar mandi yang sedang ia bersihkan terletak di bagian sisi kanan belakang rumah. Dari dapur terdapat pintu keluar yang menuju halaman samping. Sreekkk.. Sreekk.. Sreekk!!! Suara sikat yang beradu dengan ubin kamar mandi, menandakan saat itu Marten tengah sibuk dengan kegiatannya membersihkan ruangan yang cukup lembab itu. Ruang kamar mandi yang cukup luas dengan d******i ubin berwarna biru yang hampir memenuhi seluruh ruangan. Saat sedang sibuk dengan pekerjaannya. Marten melihat warso, teman yang sering bekerja bareng dengannya itu masuk dari halaman samping rumah melalui pintu belakang. "So, kamu sedang cari apa?" tanya Marten pada Warso yang ia lihat sedang berjalan dari halaman samping menuju ruangan samping dapur, lalu naik ke atas tangga. Seolah tak mengindahkan temannya itu. Warso terus berjalan tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Marten. Ketika melihat Warso berjalan, melangkahkan kakinya menaiki anak tangga yang terdapat disamping dapur. Marten sama sekali tidak memiliki prasangka apapun, membiarkan temannya itu dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Marten terlihat kembali fokus dengan pekerjaannya. Sesekali lelaki bertubuh tambun itu menyeka keringat yang mengalir di keningnya. Ruangan dapur dan kamar mandi yang ia bersihkan terasa sangat sepi dan sunyi. Hanya sesekali terdengar samar suara tawa Rai dan Pras yang sedang membersihkan ruangan depan. Saat hendak meninggalkan kamar mandi yang baru saja selesai dia bersihkan. Marten seperti mendengar suara orang sedang mengobrol dari pekarangan rumah yang berada tepat disamping kamar mandi. Suara itu tidak terlalu terdengar jelas, bahkan apa yang dibicarakan pun tidak dapat Marten ketahui, tetapi jelas suara itu seperti dua orang yang sedang mengobrol disamping rumah. "Apa mungkin Warso sudah menuruni anak tangga?" pertanyaan yang ada dalam benak laki-laki itu. Tetapi dia cukup ragu karena laki-laki bertubuh tambun itu belum melihat temannya menuruni anak tangga, lagi pula dengan siapa temannya itu akan mengobrol? Karena rasa penasaran, Marten pun coba mencari tahu dengan berjalan menghampiri tempat suara itu berasal. Marten menyapukan pandangannya ke seluruh halaman yang berada disamping rumah. Terutama samping kamar mandi dimana tempat yang laki-laki itu yakini sebagai tempat suara itu berasal. Nihil, tidak ada siapapun atau apapun yang ia bisa ia curigai sebagai sumber bunyi yang ia dengar tadi. "Ah, mungkin suara orang mengobrol itu berasal dari rumah tetangga sebelah." bisiknya dalam hati. Marten sangat yakin, dengan sangat jelas ia mendengar suara orang mengobrol itu, tetapi dia tidak mau ambil pusing disaat sumber bunyi itu tidak dapat ia temui. Marten berjalan meninggalkan kamar mandi dan dapur yang sudah bersih. Ia sempat menoleh ke arah atas anak tangga yang berada disamping dapur. Terlihat cukup lembab. Pintu yang menghubungkan tangga dengan atap posisinya sedang tertutup saat Marten melihatnya. "Warso masih di atas kali, yah? " gumamnya dalam hati. . . . . Marten sudah selesai dengan pekerjaan bagiannya. Dia berjalan menuju ruangan depan rumah itu, meninggalkan dapur dan kamar mandi yang sudah bersih dan mengkilap. Dilihatnya Pras dan Rai sedang menyadarkan badan pada salah satu dinding kamar, pasangan suami istri itu meluruskan kedua kaki mereka karena kelelahan. Marten pun berjalan menghampiri keduanya. "Mas Pras, dapur sama kamar mandinya sudah beres. Apa kita langsung pindah-pindahin barangnya sekarang aja?" Tanya laki-laki itu. Pras tidak langsung menjawab, dia terlihat sejenak berpikir. Dilihatnya tangan yang terpasang di tangan sebelah kirinya. Terlihat jarum jam sudah hampir menunjukkan waktunya makan siang. "Hhmm.. Alhamdulillah kamar sama ruang depan juga sudah beres, Pak. Tetapi sebelum kita geser-geser barang, kita istirahat dulu ya, Pak Marten! Sekalian makan siang." jawab Pras. Laki-laki berumur 28 tahun itu berdiri dari sandarannya, meraih tangan istrinya Raihanum meminta perempuan mungil itu untuk berdiri juga. "Tetapi teman saya Warso masih di atap yah, mas? Saya panggil orangnya dulu, yah?" papar Marten. Pras dan Rai saling melemparkan pandangan, sedikit bingung. "kok di atap, pak? Ngapain di atap? Itu pak Warso di halaman depan." ucap Rai sambil mengarahkan tangannya ke pekarangan rumah. "Tadi sehabis bersih-bersih ruang depan, saya meminta tolong pak Warso untuk rapihin pekarangan." Rai menjelaskan. "Ooh, iya." ucap Marten saat penglihatannya menangkap sosok Warso ada di halaman. "kalau begitu saya permisi dulu Mas, mbak." sambung Marten. "Rupanya benar Warso sudah turun dari atap." gumam Marten dalam hati, sambil berjalan menghampiri temannya yang sedang sibuk mencabuti rumput mati. Laki-laki bertubuh tambun itu menghentikan langkahnya tepat disamping temanya, Warson. "Bang, kata Mas Pras istirahat dulu! Setelah itu baru kita rapihin barang." Ucapnya sambil ikut terjongkok disamping Warso. "iya, aku bereskan ini dulu sedikit lagi, tanggung." jawab Warso yang masih sibuk dengan rumput-rumput kering di hadapannya. Marten pun menggerakkan tangannya ikut membantu Warso menuntaskan pekerjaannya yang tinggal sedikit itu. "Bang, tadi kamu nyari apa di atap?" tanya Marten sambil sibuk mencabuti rumput. "Atap? Atap mana? Nyari apa?" dengan datar Warso balik bertanya. Marten menghentikan kegiatannya, diliriknya Warso yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Firasatnya sedikit merasa tidak enak. "Bukannya tadi kamu ke atap, bang?" Marten kembali bertanya untuk meyakinkan. "Atap apa, sih?" Warso menghentikan kegiatannya, ia memicingkan padangan pada Marten tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh rekannya itu. "Atap rumah ini, bang. Itu loh lewat tangga yang ada di samping dapur." papar Marten yang semakin bingung. "Ih, ngaco sepertinya kau. Sejak awal mula aku hanya bersihin ruang depan sama halaman ini aja. Aku juga baru tahu kalau ada tangga untuk naik ke atap di rumah ini." Warso pun kembali merampungkan pekerjaannya. Mendengar jawaban dari Warso kedua mata Marten pun membulat. Semakin bingung dengan apa yang terjadi. Laki-laki itu sangat yakin jika tadi dia melihat rekannya itu masuk ke ruangan dapur melalui pintu samping dan jalan menaiki anak tangga menuju atas atap. Jika Warso tidak pernah tahu ada tangga menuju atap di rumah ini, bahkan dia sama sekali tidak pernah naik ke atas atap. Lalu siapa yang tadi laki-laki itu lihat di dapur dan naik ke atas atap? Wajah Marten mulai pucat. Firasatnya bertambah tidak baik. Kedua kakinya melemas hampir tidak dapat menopang tubuhnya. Nyali laki-laki itu sedikit menciut saat menebak-nebak jika yang dia lihat tadi bukanlah Warso yang sesungguhnya, melainkan makhluk lain yang berwujud menyerupai rekannya itu. "Pak Warso.. Pak Marten.." panggil Pras yang sedang berdiri di depan pintu sehingga memecah lamunan Marten. Secara spontan kedua laki-laki itu pun menoleh ke arah suara yang memanggil mereka. "rehat dulu, pak!" ajak Pras pada keduanya. Marten mengalihkan pandangannya kepada Warso. "Ayo, sudah! Nanti saja lanjut lagi!" ajak Marten sambil menepuk bahu Warso. Walau sedikit syok karena kejadian yang baru saja dialaminya, Marten berusaha untuk bersikap setenang mungkin. Dia tidak mau sikapnya membuat tidak nyaman Pras Dan Rai sebagai orang yang akan menempati rumah ini. Tetapi laki-laki itu merasa sedikit was-was jika harus ke ruang dapur lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN