Empat

1290 Kata
Marten dan Warso ditinggal berdua oleh Pras dan Rai yang sedang mencari makanan untuk makan siang mereka. Tidak jauh-jauh, pasangan suami istri itu hanya mencari di sekitaran lingkungan rumah itu saja. Sepanjang bekerja tadi mereka bertiga hanya ditemani minuman kemasan dan sedikit makanan ringan yang Rai sengaja bawa sebagai pembekalan. Warso dan Marten menghilangkan lelah yang menggelayuti tubuh mereka dengan bersantai duduk diteras rumah. Tanpa Pras dan Rai suasana rumah itu rasanya bertambah sunyi dan dingin. "Bang, kamu bener tadi nggak ke dapur?" Marten kembali bertanya, hal yang cukup aneh itu masih mengganggu pikirannya. "nggak, aku nggak ke dapur. Memang kenapa sih, ten?" merasa ada yang aneh dengan Marten, Warso balik bertanya ingin mencari tahu apa yang sedang mengusik temannya itu. "Tapi tadi kamu bersih-bersih halaman-kan?" bukannya menjawab pertanyaan yang Warso ajukan, Marten malah memberikan pertanyaan lain pada Warso. "iya, aku bersihin ruangan depan sama halaman." jawab Warso. "Berarti tadi kamu juga bersih-bersih halaman samping? Trus tadi ngobrol sama siapa disitu?" Marten kembali mengajukan pertanyaan tanpa jeda, ia memastika pada Warso mengenai suara orang mengobrol yang dia dengar saat membersihkan kamar mandi tadi. "heheehhe... " Warso terkekeh sambil menggaruk-garukan kulit kepalanya walaupun tidak gatal." Belum aku bersihin daereh samping, tadi aku cuma bersihin halaman depan aja. Nanti setelah makan rencananya mau minta tolong kamu." ucap Warso santai. Jawaban santai yang diberikan Warso tentu saja tidak membuat Marten merasa lega tetapi malah membuat laki-laki tambun itu semakin merasa yakin akan ketakutannya. Apa yang Marten lihat dan dengar saat membersihkan dapur tadi sangatlah nyata, tetapi jika Warso tidak merasa pergi ke dapur atau mengobrol dihalaman samping, lalu siapa yang mengobrol dan dia lihat tadi? Marten bertambah yakin jika yang tadi dia lihat bukanlah Warso yang sesungguhnya. Kedua laki-laki itu saling terdiam. Masing-masing sedang menikmati lintingan panjang berisi tembakau yang sedang mereka hisap. Apalagi Marten, pikirannya sibuk memikirkan hal janggal yang dia alami. BRAAAKKK!!! Terdengar suara kencang dari dalam rumah. Warso dan Marten terperejat, jantung keduanya seakan tiba-tiba berhenti. Mereka saling menatap. Kedua laki-laki itu dibuat sangat terkejut oleh suara kencang itu. Suaranya seperti suara pintu yang dibanting sangat kencang bahkan seolah menggetarkan rumah. "Kaget aku," ucap Marten sambil mengelus-elus dadanya. Apalagi sebelumnya Marten sedang memikirkan hal yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. "suara apa yah, bang?" sambung Marten bertanya pada Warso. "Seperti suara orang membanting pintu. Yuk, kita cek!" Ajak Warso pada Marten karena penasaran. Sebenarnya Marten sedikit ragu dan takut, tetapi dia juga cukup penasaran dengan suara yang baru saja mereka dengar tadi. Keduanya pun berdiri, mulai mengayunkan langkah kaki mereka berjalan masuk kedalam rumah. Ditelusuri oleh keduanya seluruh ruangan yang ada di rumah itu. Semua nampak terlihat normal, tidak ada hal aneh ataupun sesuatu jejak yang tertinggal karena suara keras tadi. Bahkan seluruh pintu-pintu yang ada dirumah itu terlihat terbuka tidak ada satu pintu pun yang tertutup. Keduanya pun memastikan ruangan dapur dan kamar mandi. Sama seperti pintu yang lain, pintu kamar mandi dan pintu samping pun dalam keadaan terbuka. Jika awalnya mereka mengira itu suara pintu yang dibanting secara kencang, otomatis ada pintu yang harusnya keadaannya tertutup saat ini. Melihat pintu samping ada dalam keadaan terbuka, Warso pun berinisiatif menutup pintu itu. Sebelum akhirnya kembali berjalan ke ruangan depan. "ini tangga kemana, ten? Lantai dua atau hanya atap?" tanya Warso pada Marten datar, saat mereka melewati tangga untuk kembali ke ruang depan "Sepertinya atap, bang. Kalau lantai 2 pasti kita juga sudah diminta untuk membersihkan." jawab Marten sambil melirik ke arah tangga. Tiba-tiba Marten merasa tidak nyaman. Bulu-bulu halus di pundaknya berdiri. Hawa dingin seperti berhembus menerpa kulitnya. Makin lekat ia menatap anak tangga yang menuju ke atas, suasana tidak nyaman semakin kental terasa. "ayo, bang, kita ke depan!" ajak Marten pada Warso yang masih terdiam berdiri di depan tangga. Warso pun mengikuti ajakan Marten. Pras dan Rai membawa beberapa bungkus makanan dan air meneral juga sedikit cemilan tambahan untuk mereka berempat. Saat itu Marten dan Warso sudah kembali dari dapur dan sudah kembali duduk di teras depan. "Ayo, pak Warso dan pak Marten kita makan dulu." ajak Pras kepada dua laki-laki itu. "iya, mas, terima kasih." sahut Warso. "maaf ya, pak, kita tadi agak lama." ucap Rai, sambil menyajikan makanan yang baru saja dibawanya."tadi kita agak muter-muter ke belakang, ternyata banyak permukiman penduduk yah dibelakang, pak?" sambung Rai. "iya, mbak, kalau dibelakang rumah ini sebenarnya cukup padat dan ramai. Kalau di barisan rumah ini karena posisinya dipinggir jalan orangnya juga pada jarang keluar rumah jadi agak sepi, masing-masing gitu-lah, mbak." Papar Warso. "ditambah depannya rumah ini, seberang jalan itukan perkebunan pisang milik warga yang cukup luas, jadi tambah sepi mbak. Hanya saja mobil atau motor yang lalu lalang dijalan cukup ramai." sambungnya. Mereka berempat akhirnya makan siang dengan banyak bercerita satu sama lain. . . . . "Pak, maaf yah! Tolong untuk bagian dapur itu ada kontainer besar isinya peralatan makan dan peralatan dapur, boleh pak Marten rapih-kan." ucap Pras kembali membagikan tugas. "hmm.. Iya mas." sahut Marten setenang mungkin walaupun sebenarnya laki-laki itu sedikit was-was jika harus kembali ke dapur, dia merasakan ada hawa yang berbeda antara ruang belakang itu dengan ruangan lainnya. Saat hendak menuju dapur Marten berjalan mendekati Warso. "Bang, bantu aku merapihkan dapur yuk!" ajaknya sedikit berbisik pada Warso. "aku mau geser-geser lemari dan meja kayu untuk diruang tengah sama ruang depan, ten. Kamu sendiri saja di dapur." tolak Warso. "ayolah, bang!" Paksa Marten sambil menarik tangan rekannya itu. Tak memberikan penolakan lagi akhirnya Warso mengikuti permintaan Marten untuk membantunya merapihkan dapur dan ruang-ruang disekitarnya. Tak ada keanehan atau pun hal-hal yang janggal saat Marten ditemani oleh Warso merapihkan dapur. Tidak seperti saat ia sendirian tadi membersihkan ruangan itu. Menata barang-barang tidak terlalu memakan waktu dibandingkan saat membersihkan rumah yang sudah lama kosong dari debu. Tidak sampai sore rumah dinas yang akan mereka tempati itu sudah sangat rapih. Kamar tidur utama sudah tertata rapih dengan ranjang, lemari kayu dan juga beberapa furniture lainnya. Begitu juga dengan ruang depan dengan sofa-sofa empuknya. Ruang tengah juga dengan televisi 30 inch yang sengaja Pras tempel pada salah satu dinding ruangan, yang terakhir ruang dapur dan kamar mandi yang sudah sangat rapih dengan peralatan yang siap untuk Rai gunakan. "Terima kasih banyak yah, pak Warso dan pak Marten!" ucap Pras pada dua laki-laki yang telah membantu mereka membersihkan rumah seharian ini. "iya, Mas, Mbak, sama-sama." sahut Warso."kalau begitu saya langsung pamit yah, Mas, Mbak." pamit Warso dan Marten tentunya setelah menerima p********n atas jasa keduanya membantu Pras dan Rai membersihkan rumah itu. "oh, iya, mas. Silahkan! Saya dan istri saya juga sepertinya akan langsung kembali ke hotel. Berkemas untuk besok kita langsung akan pindah ke rumah ini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak yah, pak." ucap Pras lagi. Warso dan Marten lebih dulu melangkahkan kaki meninggalkan rumah itu, saat Pras dan Rai masih ada di depan pintu untuk mengunci rumah. Kedua laki-laki itu berjalan meninggalkan rumah melangkahkan kaki mereka keluar pagar kemudian berbelok kekiri menuju perkampungan dibelakang rumah dinas. Saat berjalan di depan rumah itu, Marten sempat menoleh ke arah kiri, melihat halaman samping rumah. Saat itu Marten cukup terkejut, dari kejauhan dia seperti melihat seorang perempuan yang hanya memunculkan kepalanya secara miring keluar dari pintu samping rumah itu, matanya terlihat menatap ke arah Marten, bibir pucatnya tersenyum tipis pada Marten. Rambut panjangnya terlihat menjuntai hampir menyentuh tanah. Bukankah tadi pintu samping sudah ditutup oleh Warso? Lagi pula siapa perempuan itu kenapa dia bisa muncul disitu? Nyali Marten dibuat ciut seketika. Ia lantas membuang muka ke arah lain. Pura-pura tak pernah melihat hal yang cukup menyeramkan dan mengganggu pikirannya itu. Marten membawa kejanggalan itu dengan diam, bahkan pada Warso pun dia tidak menceritakan hal yang baru saja dialami itu. Marten tidak mau hal itu bisa membuat Pras dan Rai yang akan menempati rumah itu menjadi tidak nyaman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN