Lima

1080 Kata
Prasetya dan Raihanum kembali ke hotel dengan keadaan tubuh yang sangat letih. Pekerjaan membersihakan rumah dan menata barang bekas pindahan yang biasanya memakan waktu berhari-hari mereka kebut dalam waktu satu hari. Malam ini, malam terakhir mereka bermalam di hotel. Sesuai rencana besok sebelum siang mereka akan cek out dan mulai menempati rumah yang sudah mereka bersihkan tadi. "Mas, tidur yuk! Aku sudah ngantuk." ajak Rai pada suaminya yang masih sibuk mengemas barang mereka. " ayo! Ini mas beresin ini dulu sedikit lagi. Mas juga usah capek banget." jawab Pras mengiyakan ajakan istrinya yang sudah dalam posisi siap di atas ranjang. Tidak sampai larut, Pras dan Rai tidur lelap. Melepas semua lelah karena kesibukannya seharian. **** Di tempat yang berbeda. Pria bertubuh gempal itu masih saja terngiang-giang dengan kejadian tadi siang yang cukup membuat nyalinya menciut. Apalagi kejadian semacam itu baru pertama kali ini ia alami. Di saat beberapa pria lain yang sebaya dengannya sedang asik bermain karambol, dia asik dalam lamunannya sendiri dipojok pos tempat mereka biasa berkumpul. "kamu kenapa, ten? Ngelamun aja dari tadi. Kopimu tuh sampai dingin." tanya salah satu temannya yang sedang asik dengan jalannya permainan. "cuk, tau tak?" Marten mulai membuka pembicaraan pada temannya yg biasa dipanggil kecuk. Kecuk sebenarnya bukanlah nama asli laki-laki itu, nama pemberian orang tuanya adalah Rohmat tetapi entah sejak kapan orang-orang biasa memanggil ia dengan panggilan kecuk. "apa?" sahut kecuk sempat menoleh sebentar ke arah Marten lalu melanjutkan fokusnya kembali pada permainan didepannya. "Tadi siang, aku bareng bang Warso dapet kerjaan bersihin rumah yang di ujung jalan itu loh." Marten sedikit merubah posisi duduknya lebih mendekat pada temannya itu. "hmm," sahut kecuk. Kecuk dan tiga orang lainnya yang sedang bermain karambol tidak terlalu menggubris cerita Marten. Mereka masih fokus pada permainan. "tau ga? Kayanya aku lihat set*n di rumah itu." Marten bercerita dengan sedikit penekanan pada teman-temannya itu. Setelah mendengar apa yang dibicarakan oleh Marten, hanya satu orang diantara mereka yang cukup serius menanggapi ucapan Marten, sedangkan dua sisanya hanya tertawa tak percaya – termasuk juga kecuk. "hahaha... set*n apa? Masa siang-siang ada set*n?" ucap Kecuk tak percaya bahkan tanpa menoleh kearah temannya itu. "Aku serius loh, aku bener-bener liat." tegas Marten. Merasa Marten sangat yakin dengan ucapannya, Kecuk pun menghentikan permainan dan mendekatkan tubuhnya pada Marten. "memangnya apa yang kamu lihat?" tanya Kecuk masih dengan nada tidak percaya. Marten makin mendekatkan posisinya ke dekat Kecuk, di pelankan suaranya– seolah takut ada yang dapat mendengar. Padahal bukalah masalah jika pun ada orang lain yang mendengar. "Tadi tuh aku lihat Warso tapi buka Warso." Marten mulai bercerita. "Maksudnya?" Kecuk memotong. "Duh, pokonya begitulah. Aku susah menjelaskannya, masih ngerih kalau membayangkan kejadian tadi." jawab Marten. "Dan yang sangat jelas, setelah aku pulang aku lihat.. " belum sempat Marten menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba datang Warso. "pada bisik-bisik apa, toh?" sapa Warso membuyarkan obrolan mereka. "Nah, tuh yang diomongin datang." ucap Kecuk saat melihat kedatangan Warso. Merasa namanya di sebut Warso pun bertambah penasaran. "wuah, ngomongin apa, toh? Kok bawa-bawa nama aku?" " ini loh bang, masa Marten bilang dia lihat set*n dirumah kosong yg tadi siang kalian bersihkan." sahut Kecuk. "Ah, Seriusan kamu, ten?" Warso terlihat antusias. "apa gara-gara itu kamu tanya aku ke dapur atau nggak?" tanya Warso penasaran. Warso mengangguk, melirikkan tatapannya pada Warso. "tapi bisa jadi, bang. Sebelumnya aku juga pernah dengar desas desus tentang rumah itu." Ucap laki-laki lainnya. "aku kok nggak pernah dengar yah?" sahut kecuk sedikit tak percaya. Pandangan mata semua orang yang berada di pos saat itu berubah tertuju pada Slamet. Laki-laki yang paling muda diantaranya terlihat akan melanjutkan cerita. "Kalau dari cerita yang paling sering aku denger sih bang, tetangga kiri kanan sering mendengar suara orang menyapu halaman saat malam hari." terangnya dengan raut wajah yang serius. Merasa masih kurang yakin kecuk pun kembali membantahnya, "ah, masa sih? Aku kok baru denger. Sepertinya kemarin-kemarin nggak pernah denger cerita kaya gini dirumah itu? "Tapi aku ngalami sendiri loh, cuk!" ucap Marten kembali menekankan ucapan atas kejadian yang ia alami. "Memang tadi kamu lihat apa, ten?" tanya Warso penasaran. Marten pun beralih menatap Warso, "aku lihat kamu, bang. Aku lihat kamu masuk ke dapur dari halaman samping lewat pintu samping yang tadi kamu tutup itu, terus kamu ke atas menaiki tangga." papar Marten dengan wajah yang menunjukan sedikit rasa takut. "wuah, seriusan kamu, ten? Aku nggak ke dapur sama sekali loh." ujar Warso cukup terkejut mendengar pengakuan Marten. "serius aku, bang. Sampai sekarang aja aku masih merinding kalau ingat-ingat kejadian tadi." ucap Marten lemas. "tapi, bang. Bukan cuma itu aja kejadian aneh yang aku alami tadi," lanjut Marten. empat pasang mata di depan Marten masih menatap ke arahnya, terlihat setia menunggu cerita laki-laki itu selanjutnya. "aku jelas banget dengar orang ngobrol di samping kamar mandi, tetapi ketika aku lihat ngga ada orang sama sekali." Marten mengusap bulu halus ditangannya yang mulai berdiri. " Terus terakhir pas pulang, aku sempat lihat perempuan, bang. Keluar dari pintu dapur. Aku cuma lihat kepalanya saja nongol keluar dari pintu dapur. Kalau diinget-inget mukanya serem, bang. Mukanya pucet banget, terus ngerih-nya dia sempet senyum ke arah aku, hiiiihhh." Ucap Marten sambil mengusap-usap tangannya, ngerih teringat kejadian tadi siang. "bukannya rumah itu belum lama ada yang isi, yah?" tanya Kecuk masih tidak bisa menerima apa yang baru saja diceritakan oleh Marten. "Ah, setahu aku sudang lama kosong, bang." ucap Marten menyahuti. "lagian kalau daerah situ memang wajar saja sih kalau sedikit seram, depannya kan kebun pisang juga sering ada saja yang melihat penampakan." Warso menimpali. "kok kebun pisang, bang? Kan disitu nggak ada kebun pisang? Kebun pisang adanya di jalan mau keluar kampung." tanya Kecuk tampak bingung. "lah kan memang rumahnya di deretan situ, cuk?" Bang Warso dibuat bingung oleh Kecuk. "loh, kalian ngomongin rumah kosong yang mana sih? Aku kira rumah kosong yang di ujung gang kita ini." tanya Kecuk bingung. "Ya ampun, bang. Nggak nyambung toh dari tadi." sahut slamet. "itu loh, bang, rumah kosong yang di ujung jalan mau keluar kampung yang depannya kebun pisang." lanjut Slamet menjelaskan. "Ooh, yang rumahnya suka Mbah Darmi bersihkan itu?" tanya kecuk yang baru mulai nyambung. "iya, rumah itu." jawab slamet. Semakin malam pembicaraan yang mereka lakukan pun semakin menarik, terutama tentang rumah yang banyak menyimpan misteri itu. Rumah dinas milik salah satu kementerian yang telah lama kosong itu ternyata memang sudah banyak dibicarakan oleh beberapa warga kampung sekitar. Banyak dari warga yang pernah mengalami kejadian aneh saat melewati rumah itu, terutama semenjak Mbah Darmi dan almarhum suaminya, mbah Wanto, tidak lagi membersihkan rumah itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN