Salma menghentikan langkahnya sejenak, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia ingin hatinya tenang agar Mela yang nantinya menjadi lawan bicara pun tetap tenang dan tak rapuh. Berusaha semaksimal mungkin untuk bisa jadi kakak yang baik agar Mela yakin bahwa ia tak sendirian! Ada Salma dan semua keluarga besar yang akan selalu mendukung segala hal terbaik untuk dirinya. Salma tidak akan meninggalkan Melati apapun keadaannya! Ia dan semua keluarganya bahkan rela untuk membela Melati, karena mereka berada di pihak yang benar.
Salma kembali kembali melangkah, tak lupa ia sematkan senyuman hangat untuk berhadapan dengan Melati. Menghadapi seseorang yang sedang kacau memang harus bisa lebih dulu menenangkan hati diri sendiri agar orang lain pun merasa tenang bersama kita.
"Mel, lagi-lagi kamu melamun," ucap Salma dalam hatinya.
"Mela," panggil Salma lembut. Namun tak ada jawaban dari wanita hebat itu.
"Mel," panggil Salma lagi. Tak ada jawaban, benar dugaan Salma. Adiknya itu sedang gelisah memikirkan sesuatu sampai tak menyadari bahwa ada orang di dekatnya.
Hati Salma ikut gelisah tak menentu, gemuruh di dalam dadanya semakin hebat. Ia kembali menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, sakit dan sedih melihat Melati yang selalu melamun seperti ini.
"Melati," panggil Salma lagi sambil menyentuh pundak wanita kuat itu.
"Mbak!" pekiknya gelagapan. Salma hanya tersenyum hangat melihat kekacauan yang terlihat jelas di wajahnya itu.
"Sedang apa?" tanya Salma lembut.
"Cari angin, Mbak. Maaf ya aku gak sadar kalau ada, Mbak," jawabnya tulus. "Ada apa, Mbak? Apakah Manda mencariku? Atau Dokter memintaku ke ruangannya?"
"Tidak ada! Aku yang mencarimu! Mencari wanita hebat yang kuat mental, pikiran, hati dan jiwanya. Aku mencari adik kesayanganku ini kemana-mana eh ternyata sedang melamun di taman."
"Eh? Aku tidak melamun, Mbak!" elaknya.
"Lalu apa namanya jika bukan melamun, Sayang?"
"Hm … sedang menyendiri saja, merasakan ketenangan dan kedamaian disini."
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Mel?"
"Gak ada, Mbak. Aku baik-baik saja."
"Kamu tidak baik-baik saja, Mel! Jangan coba-coba membohongi aku! Karena aku, tak akan pernah bisa dibohongi olehmu! Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan walaupun tak seluruhnya."
"Aku tahu, kamu pasti merasa bingung untuk menghadapi situasi ini. Kamu gak sendirian, Mel! Ada aku, Mas Firman, Fuad dan Fitri yang akan selalu ada untuk kamu! Cerita! Jangan dipendam sendirian!"
Tatapan mereka beradu, tiba-tiba wajah Mela menjadi mendung. Air sudah tergenang di dalam pelupuk matanya, sekali berkedip air mata itu pasti akan jatuh membasahi pipinya. Salma merasakan sakit sekali ketika melihat wanita kuat itu mendadak mendung. Salma menggenggam tangan Mela dengan sangat erat sekali. Genggaman tangan yang saling menguatkan dan menenangkan.
Salma merentangkan kedua tangannya dan memberikan waktu untuk Mela masuk ke dalam dekapannya. Salma paham betul, saat ini yang dibutuhkan oleh Mela adalah dukungan dan perhatian. Harus ada orang yang bisa memberikan semua itu, sebab Mela tak ingin orang lain tahu akan sakitnya.
"Hu hu hu, aku merasa sangat lelah, Mbak," tangisnya pecah. Mela menangis sampai tergugu mencurhakan segala rasa sakitnya.
"Menangislah jika dengan menangis dapat membuat tenang. Aku akan selalu berada disampingmu untuk mendengarkan segala macam keluh kesahmu, Mela!"
"Mbak, aku bingung, dilema dan tak tahu harus melakukan apa sekarang. Aku sangat amat takut dengan keadaan Manda dan Lea," ucap Melati disela-sela tangisnya itu.
"Manda apa bisa kembali seperti semula, Mbak? Manda apa bisa sembuh kembali, Mbak? Manda apa bisa kembali pada sikap dan sifat yang sebelumnya? Apa Manda bisa kembali ceria? Bahagia? Tersenyum lepas? Apa bisa, Mbak?"
"Insya Allah bisa, Mel. Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan Manda. Kita akan melakukan segala cara untuk membuat Manda kembali seperti gadis kita yang penuh dengan bahagia."
"Itu tak akan mungkin terjadi, Mbak!" tangisnya kembali pecah. Melati sangat yakin jika anaknya itu tidak akan kembali seperti gadis yang ia kenal sebelumnya. Manda pasti akan menjadi sosok yang baru dengan sikap yang baru juga. Dan, Mela sangat mengkhawatirkannya hal ini.
Jika perubahan itu akan membuat Manda lebih baik tak akan menjadi masalah. Tapi, jika perubahan itu akan membuat Manda justru semakin tertutup dan lebih memilih untuk bahagia dalam kesendirian itu yang sangat dikhawatirkan. Jika Manda memilih untuk membuat dirinya lahir kembali tapi dengan sikap, tingkah laku dan segala macam yang berbeda, maka Melati tak akan bisa masuk kembali ke dalam diri anaknya itu. Pasti akan ada yang beda bahkan sangat berbeda. Dan, Mela khawatir akan hal itu.
"Mel, jangan menjudge segala sesuatu sebelum ada bukti perubahan! Yakinkan saja hatimu bahwa Manda akan baik-baik saja."
"Mbak, aku yakin Manda akan baik-baik saja! Bahkan aku pun bisa membuat dirinya tetap baik-baik saja tapi satu hal yang perlu kita sadari dan pahami, Mbak! Aku dan kita semua tak bisa mencegah jika Manda akan bangkit kembali dengan sosok yang baru. Dan, ini yang dipermasalahkan!"
"Aku merasa tidak sanggup bahkan belum sanggup, jika Manda berubah menjadi lebih pendiam dan tertutup. Jika anak sudah menutup diri dari lingkungan bahkan keluarga, maka akan sangat susah untuk kita masuk kembali ke dalam diri, hati dan kehidupannya, Mbak."
"Selama ini, aku sudah sangat bersusah payah untuk bisa masuk ke dalam hati dan kehidupannya. Memposisikan diriku sebagai teman, sahabat, kakak dan Mami yang baik penuh cinta dan kasih sayang untuknya. Tapi, percayalah, Mbak, jika Manda sudah menjadi pribadi yang baru, kita akan susah masuk."
"Jangankan untuk percaya pada orang lain, ia pun pasti akan merasakan sangat kesulitan untuk percaya pada diri sendiri. Ini yang aku takutkan, ia akan kehilangan arah, Mbak! Dan aku, tak ingin ini terjadi. Semua ini terlalu berat untuknya, Mbak. Aku sudah memikirkan segala macam hal baik dan buruknya."
"Mbak, Manda ini kecewa sangat dalam pada Papinya dan itu membuat dirinya ragu untuk bisa percaya lagi pada orang lain. Oke, untuk saat ini ia memang bisa percaya padaku, tapi apa Mbak tahu? Rasanya sungguh sudah sangat beda, Mbak!"
"Walaupun Manda masih bisa percaya padaku, tapi sikapnya terkadang menunjukkan bahwa ia tak bisa percaya pada siapa-siapa. Beberapa kali, ia menolak aku setiap kali mimpi buruk, Alhamdulillah … sampai saat ini aku masih bisa menanganinya. Tapi, aku gak tahu sampai kapan bisa menangani hal ini, Mbak."
"Mela, jangan berkecil hati! Kita pokoknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengembalikan Manda seperti sediakala!"
"Mbak, seharusnya ini tidak kita lakukan!"
"Maksudnya?"
"Kita jangan memaksa Manda untuk kembali menjadi Manda yang dulu. Itu tidak akan pernah bisa, karena hal itu akan menjadi beban yang sangat berat untuknya. Ia akan selalu berpikir bahwasannya diharuskan berubah menjadi seperti sebelumnya tapi ia merasa tak akan mampu untuk hal itu! Manda akan stress dan kembali terpuruk, Mbak."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Manda sudah mulai membentuk jati diri yang baru, Mbak! Ini yang harus kita perhatikan dan kontrol. Perubahan jati diri ini yang harus bisa kita arahkan agar mendapatkan jati diri yang baik. Sulit memang, tapi kita harus bisa melakukannya walaupun dengan susah payah!"
"Aku tahu, ini akan sangat amat sulit! Tapi ini kita harus lakukan dan hadapi. Kita tak bisa membuatnya kembali seperti apa yang kita harapakan, dulu. Tapi, kita bisa membantunya untuk membentuk jati diri yang baru agar tetap sesuai dengan jati diri yang sebelumnya. Walaupun ada perubahan, tapi kita berusaha agar perubahan itu tidak terlalu jauh."
"Aku tak ingin, jika anak gadisku itu terlalu jauh berubah dan menutup diri dari kita semua, Mbak. Kita tak bisa merubahnya seperti dulu tapi kita bisa membentuk dirinya yang baru dengan hal yang baik, Mbak!"
Semua kata yang dilontarkan oleh Melati membuat Salma berpikir keras. Sejujurnya, ia masih belum paham dengan maksud dari semua perkataan Melati. Tapi, ia merasa takjub dan bangga pada Melati. Melati sampai memikirkan hal yang terkecil mungkin pada anak-anaknya. Ia merasakan khawatir yang sangat berlebihan, tapi ia tahu bagaimana caranya untuk mengatasi rasa khawatir itu.
Membantu Manda untuk kembali menentukan jati diri dalam hal baik itu tidak terlalu buruk. Bahkan, itu bisa semakin menguatkan gadis itu. Sebab, kapan entah kapan pasti Manda akan mengalami keadaan seperti ini lagi. Di saat ia percaya seluruhnya pada seseorang lalu disakiti dan dihancurkan, setidaknya dengan membuat jati diri yang baru dan lebih kuat itu akan membuat Manda tetap tenang dan tak jatuh parah seperti saat ini.
"Aku tak paham, bagaimana kau memikirkan semua ini sangat detail? Kamu benar-benar memikirkan apa yang harus ditata dan disusun dari jati diri anak-anakmu. Aku sendiri, tak pernah terpikir akan hal itu, Mela."
"Tujuanku hanya satu. Membuat Manda kembali seperti dulu tanpa memikirkan efek dan akibat yang akan ia alami. Tapi, kamu? Kamu adalah ibu yang sangat hebat. Kamu memang merasakan khawatir yang berlebihan dengan perubahan dalam diri Manda tapi kamu tahu bagaimana cara mengatasinya dengan tidak memaksakan gadis itu untuk bisa kembali seperti semula tapi memberikan opsi lain untuk membentuk hal yang baru dalam diri, hati, jiwa dan pikirannya."
"Aku memang tak pernah salah dalam menilai kamu! Kamu adalah wanita sekaligus ibu yang hebat!"
"Aku memikirkan semua ini dengan sangat matang, Mbak! Segala macam konsekuensinya aku siap menghadapi, karena memang membentuk jati diri yang baru untuk anak itu tidak mudah! Tapi, jika kita yakin dan percaya semuanya bisa maka akan terjadi, Mbak."
"Anak-anak hebat lahir dari ibu yang hebat itu ternyata benar, Mel! Anak-anak baik lahir dari ibu yang baik pun itu benar! Dan anak-anak yang hidup dengan cinta dan kasih sayang lahir dari ibu yang penuh cinta, kasih sayang dan mendukung penuh kebaikan anak-anaknya itu benar adanya, Mel!"
"Kamu adalah wanita sekaligus ibu yang hebat dan kuat untuk semuanya. Aku bangga padamu, Mela!"
"Mbak, aku belum menjadi wanita hebat karena aku masih kecolongan," jawab Mela tersenyum hangat.
Akhirnya, setelah menangis tergugu, wanita kuat itu bisa kembali tersenyum hangat seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu yang menyakitkan. Dan, lagi-lagi Salma merasa takjub! Ia tak pernah melihat seorang wanita habis menangis hebat tapi masih bisa tersenyum hangat. Bahkan, ia sendiri pun akan memilih untuk mengurung diri di dalam kamar agar mengembalikan mood yang hilang.
"Mbak?"
"Eh, maaf!" kekehnya. Kamu merasa kecolongan dalam hal, apa?"
"Menjaga suami!"
"Kamu tidak kecolongan! Memang dasarnya Gama saja tidak tahu diri! Belum merasa puas akan hal yang satu ini! Memang benar kata pepatah, wanita akan diuji ketika lelakinya berada di titik terendah. Dan terbukti, kamu tetap berada disampingnya dalam keadaan apapun, baik itu suka maupun duka, bahkan kamu rela mengeluarkan semua tabungan yang kamu miliki untuk kehidupan kalian bersama, tapi sekali lagi aku katakan bahwa Gama tidak tahu diri!"
"Adikku yang bodoh itu merasa sudah memiliki segalanya. Dan aku bisa berpendapat bahwa lelaki diuji saat memiliki segalanya itu benar adanya. Terbukti sekarang menimpa adikku yang bodoh! Ia merasa sudah memiliki segalanya, memiliki apapun yang diinginkan olehnya hingga membuat lupa daratan. Dan, bodohnya ia justru masuk ke dalam perangai wanita gak jelas!"
"Mungkin, ini semua sudah menjadi takdir dalam hidupku, Mbak!"
"Takdir ya? Hm, aku tak tahu, ini benar-benar sebuah takdir atau kesalahan, Mel. Tapi yang aku yakini adalah ini bukan takdir melainkan sebuah kesalahan yang sebenarnya masih bisa diperbaiki, asal manusianya ingin berubah.
"Entahlah, Mbak! Aku tak tahu ini takdir atau justru sebuah kesalahan. Aku hanya mencoba untuk menikmati segala keadaan yang diberikan oleh Gusti Allah. Aku mencoba untuk menerima, menikmati dan sabar dalam hal ini. Dan, aku memang tak mau untuk terlalu fokus dulu dalam situasi yang seperti ini! Sebab, aku akan memberikan semua dukungan pada anak-anakku lebih dulu, Mbak."
"Harapanku adalah anak-anak! Mereka nyawaku dan hidupku, Mbak. Aku harus membentuk mereka menjadi pribadi yang baik agar kelak jika aku meninggalkan mereka untuk selamanya, kedua anak gadisku itu sudah mempunyai bekal untuk kehidupan yang lebih baik. Aku akan fokus untuk menjadikan mereka anak-anak yang baik, hebat, dan penuh dengan kesabaran serta keikhlasan."
"Aku setuju, mereka adalah tabungan kita di akhirat nanti. Aku banyak belajar darimu, Mel. Terima kasih."
"Jangan belajar dariku, Mbak. Aku masih banyak sekali kekurangan. Mbak, harus lebih baik dari aku!"
"Mana ada aku bisa lebih baik darimu, Mel! Ilmu parenting dalam menghadapi anak-anak saja kamu sudah luar biasa. Aku belum ada apa-apanya!"
"Jangan merendah, Mbak! Kita bisa mewujudkan bersama-sama."
"Baik, wanita hebat!" kekeh mereka bersamaan. "Lalu, bagaimana untuk sekarang, Mel?"
"Bagaimana apanya, Mbak?"
"Gama dan Manda sama-sama sudah sehat dan bisa kembali pulang. Mereka tak mungkin kita jadikan satu atap dulu, demi kesehatan mental Manda."
"Aku akan mencoba memberikan pengertian terlebih dahulu pada Manda dan Mas Gama, Mbak. Jika tak bisa, maka--"
"Maka apa, Mel? Jangan pernah berpikir untuk meminta Gama tinggal dirumah selingkuhannya, itu!"