bc

Tak Semanis Madu

book_age16+
4.8K
IKUTI
69.7K
BACA
love-triangle
sex
scandal
CEO
boss
tragedy
bxg
affair
selfish
stubborn
like
intro-logo
Uraian

Melati Lillyani : Aku bertahan untuk anak-anak karena tak ingin mereka kehilangan kasih sayang dari seorang ayah. Berusaha menekan semua rasa sakit yang kurasakan demi kebahagiaan anak-anak, namun aku tetaplah manusia biasa yang merasa tak kuat dan tak mampu lagi bertahan dengan rasa sakit karena keadaan yang semakin parah. Aku tak ingin kedua anak gadisku menjadi korban kejahatan ibu tiri mereka maka aku memilih untuk mundur dan berpisah.

Gama Gemilang : Bukan maksud tak bersyukur dengan apa yang sudah diberkan oleh Gusti Allah, tapi entah mengapa keegoisanku ini muncul secara tiba-tiba. Aku ingin sekali memiliki anak laki-laki tapi istriku tak bisa memberikannya. Aku tahu, memang tak bisa memaksakan kehendak Gusti Allah tapi aku juga punya keinginan besar untuk punya anak laki-laki. Aku memilih untuk mendua dengan seorang gadis cantik. Menikah dengannya aku merasa muda kembali dan bahagia, kebahagiaan kami semakin lengkap dengan adanya Ardan anak laki-laki kami.

Mawar Anjani : Aku seorang pegawai kantin dan berkerja sampingan sebagai simpanan om-om. Wajahku memang tidak cantik, tapi tubuhku cukup menggoda. Aku menunjang semuanya dengan memasang susuk agar dapat memikat lelaki bukan hanya dengan tubuh tapi juga wajah. Akhirnya aku berhasil memikat Gama, tapi aku muak dan tidak terima jika hanya dijadikan istri kedua. Aku akan merebut semua harta, kasih sayang dan cinta Gama juga meninggalkan Melati!

chap-preview
Pratinjau gratis
Perubahan Sikap Mas Gama
Pernikahan, satu kata namun mempunyai makna luar biasa di dalamnya. Pernikahan adalah sebuah hubungan sakral dalam kehidupan dengan menyatukan kedua pasangan dengan sikap yang berbeda, sifat yang berbeda, tingkah laku yang beda, ide berbeda dan semua yang berbeda dari kedua belah pihak lalu dikumpulkan dalam satu wadah. Wadah yang dimana keduanya harus bisa menekan ego, amarah dan segala sesuatu yang buruk agar menghasilkan yang baik untuk pernikahan yang sakinah, mawadah, warohmah. Mempunyai keluarga yang lengkap, dengan perekonomian yang cukup dan segala sesuatu dimudahkan setiap langkahnya bukankah sudah lebih dari cukup? Namun, mengapa rumah tangga tak semulus itu? Selalu saja ada kerikil tajam yang datang dan bisa saja melukai salah satunya dengan sebuah sikap juga perbuatan yang jauh dari kata baik. Mempunyai keluarga yang harmonis, tenang, damai juga anak-anak yang sholeh dan sholehah rupanya masih belum merasa cukup dan bersyukur sehingga berani mendatangkan sebuah madu pahit di dalam rumah tangga yang indah ini. Madu, bukankah rasanya manis? Tetapi, mengapa terasa sangat pahit dalam kehidupan? Dan sangat membekas dalam hati karena pahitnya rasa getir madu tersebut? Lima belas tahun menjalani biduk rumah tangga dengan kebahagiaan yang tercipta di dalamnya. Melati berpikir bahwa kehidupan rumah tangganya benar-benar sangat bahagia, namun ia salah. Semuanya berubah saat seseorang yang sangat ia sayang, cinta dan percaya menorehkan luka dalam relung hatinya. Luka yang sangat sulit sekali untuk di obati. Sebuah sikap menjijikan yang tak pernah sedikitpun terbayang di dalam pikirannya. Mela berpikir, suaminya benar-benar menyayangi anak dan juga dirinya, namun lagi-lagi ia salah. Lagi-lagi salah karena semuanya tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan juga tidak sesuai dengan apa yang diinginkan olehnya. Mela sedang duduk termenung dengan tangan menumpu dagu di atas meja makan. Entahlah, perasaan dirinya benar-benar aneh, ia bingung dengan sikap suaminya belakangan ini yang sangat dingin sekali. Saat ini, jam makan siang, selesai menghidangkan makanan untuk kedua anaknya. Ia duduk menunggu mereka membersihkan diri dan datang untuk makan siang bersama. "Mami," panggil kedua anaknya yang sudah berdiri di hadapannya namun sepertinya Mami mereka tidak menyadarinya. "Mami!" sentak Lea anak bungsunya membuat Mela tersentak karena terkejut. "Adik! Kenapa ngagetin, Mami, sih!" "Dih, lagian, Mami malah ngelamun!" sahut Manda. "Eh … melamun? Gak kok!" elaknya membuat kedua anaknya memutar bola matanya malas. "Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu dengan tatapan yang ah sulit dijelaskan dengan kata-kata. "Gak pa-pa, Bu. Ayo kita makan siang, kalian pasti sudah lapar 'kan, Nak?" Mereka mengangguk patuh. Mereka berempat makan dalam diam, sejak tadi Ibu Murni selalu memperhatikan anaknya itu. Beliau merasakan ada yang tidak beres dengan sikap anaknya, sebab sejak tadi diperhatikan lebih banyak melamun. Beberapa kali diajak ngobrol pun tak menyahut dan hanya diam saja dengan pikirannya sendiri yang entah sedang memikirkan apa. *** Selesai makan siang, mereka semua berkumpul di ruang keluarga. Seperti biasa dan seperti sebelum-sebelumnya, setelah makan siang selalu menyempatkan untuk mengerjakan pr terlebih dahulu. Mela dengan sabar mengajarkan kedua anaknya itu. Manda saat ini sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama kelas dua sedangkan Lea duduk di bangku sekolah dasar kelas lima. Ini adalah aktivitas rutin Mela dan anak-anak setiap harinya. Mereka bertiga ditemani oleh Ibu yang asik memperhatikan anak dan cucu-cucunya. Ujung bibirnya tertarik dan senyum indah terpencar merekah dari wajahnya yang sudah menunjukkan kerutan-kerutan penuaan. Betapa bahagianya melihat kebahagiaan anak dan cucunya di depan mata. Pekerjaan rumah selesai, mereka duduk santai, Lea bercanda dengan Neneknya dan Manda memainkan ponselnya. Tiba-tiba matanya menoleh ke arah Maminya, tatapan mereka bertemu. Manda seakan ingin mengatakan sesuatu, namun merasa bingung harus memulainya dari mana. Mela memiringkan kepalanya seakan bertanya ada apa. "Mami."" Iya, Kak. Kenapa?" "Kemarin, saat Kakak sedang jalan ke mall bersama teman-teman, disana melihat Papi jalan dengan seorang perempuan. Mereka terlihat mesra, siapa ya mereka, Mami? Dan kenapa terlihat mesra?" Deg. Mela mendelik, menatap tajam anaknya. Sorot matanya masuk ke dalam manik anak sulungnya itu, mencari kebohongan di dalamnya namun ia sama sekali tak menemukan kebohongan itu. Sorot mata anaknya itu terpancar jelas menunjukan kejujuran. "Mami," panggilnya lagi seakan meminta jawaban. Mela menarik nafas dalam, menormalkan kembali detak jantungnya yang tidak karuan itu. "Mungkin teman Papi, Kak. Memang mesra seperti apa?" tanyanya merasa penasaran. Kemesraan seperti apa yang dilihat oleh anaknya itu. "Papi merangkul pundak wanita itu, Mami. Terus, wanita itu juga menggendong seorang bayi." Deg. Lagi-lagi jantungnya berdetak kencang. Mela ragu, apakah yang dilihat anaknya itu benar-benar Papi mereka atau bukan. "Mungkin Kakak salah lihat," elaknya lagi berusaha untuk tidak menjelekkan Papi mereka. "Mana mungkin Kakak salah lihat, Mi! Beneran, Mi. Sumpah Demi Allah, Kakak tidak bohong." Deg. Tidak seperti biasanya, sulungnya itu ngotot karena merasa benar. Mela percaya pada anaknya, sebab jika sulungnya sudah mengucapkan sumpah itu artinya ia benar-benar jujur. Mata mereka bertemu dan saling mengunci. Manda seakan mendesak meminta jawaban yang bisa memuaskan hatinya. "Nanti Mami tanya sama Papi ya, Nak." "Kalau sampai Papi menyakiti Mami, lihat saja! Manda tidak akan pernah tinggal diam!" ucapnya geram menghentakkan hati Mela. Ia tak menyangka, sulungnya bisa berbicara seperti itu. Terdengar sekali setiap kata yang keluar dari mulutnya itu penuh penekanan dan ada amarah di dalamnya. "Kak, tidak boleh bicara seperti itu! Mungkin kakak salah lihat. Sudah ah, gak baik suudzon begitu," tegur Ibu. "Maaf, Nek. Tapi kakak gak bermaksud seperti itu," ucapnya lemah. Terlihat sekali sorot matanya itu berubah sendu. "Mami, memang Papi pergi sama siapa, sih?" Lea angkat bicara, ia penasaran dengan obrolan kakak dan juga Maminya. "Mami belum tahu, Sayang. Nanti, Mami tanya sama Papi ya, Nak." Mereka mengangguk patuh dan kembali sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mela menyandarkan tubuhnya pada sofa, pikirannya mulai menerawang jauh. Memikirkan setiap kata yang keluar dari mulut anak sulungnya itu, sorot mata yang terpancar dari sulungnya membuat hatinya mencelos. Mela mulai menyadari, sepertinya memang ada yang tidak beres dengan rumah tangganya. 'Papi, apa yang dikatakan oleh kakak itu benar? Tapi, dengan siapa Papi pergi? Perempuan dan anak bayi? Apakah Papi ada main di belakang Mami? Jika memang seperti itu, Mami tidak akan pernah tinggal diam, Pi. Jika masalah lain, mungkin Mami masih bisa memaafkan tetapi jika sudah selingkuh dan ada pengkhianatan di dalam rumah tangga kita maka Mami tidak akan pernah tinggal diam!!' ucapnya dalam hati geram. 'Aku akan mencari tahu semuanya, jika memang kau berkhianat, aku tak akan pernah ridho dunia akhirat kalian menikmati semua jerih payahku selama ini! Kamu lupa, Pi! Benar-benar lupa bahwa posisimu sekarang itu karena aku! Kamu lupa bagaimana dulu kita benar-benar terpuruk karena sebuah kemiskinan! Aku tak pernah sedikitpun meninggalkan dirimu yang tak mempunyai apa-apa bahkan aku rela kerja banting tulang untuk membantumu juga membantu membangun usaha kita sekarang.' 'Dan, setelah semua yang kita lalui selama ini, baik suka maupun duka, susah, sedih dan senang sampai berada di atas lalu kau berani berkhianat? Jangan salahkan jika istrimu yang jelita juga lemah lembut ini akan berubah menjadi singa! Aku akan mencari semua buktinya dan jika memang benar-benar selingkuh, maka aku akan membuat kau dengan selingkuhanmu itu menyesal karena sudah bermain dengan Melati Lillyani!!" ucapnya semakin geram mengingat dan membayangkan ucapan anak sulungnya yang melihat kemesraan suaminya dengan perempuan lain. *** Suara adzan subuh terdengar sayup-sayup mengingatkan dan mengajak semua umat muslim untuk mengerjakan kewajibannya. Mela membuka matanya dan melihat suaminya yang dia sendiri tak tahu pukul berapa suaminya itu pulang. Mela langsung membangunkan suaminya untuk shalat berjamaah bersama dengan kedua anak dan juga ibunya. Berkali-kali dibangunkan tapi suaminya itu tetap asik dengan bantal dan gulingnya, bahkan saat Mela sudah keluar dari kamar mandi pun suaminya masih belum juga membuka matanya. "Kamu itu pulang jam berapa, sih, Pi? Aneh sekali jam segini masih juga tak bangun," gumamnya karena sudah lima kali setelah membangunkannya tak juga bangun dari tidur hingga ketukan di balik pintu kamarnya terdengar nyaring. "Mami, ayo subuhan keburu habis," panggil Adik yang tak sabar terus menerus mengetuk pintu. Mela bergegas jalan ke arah pintu dan membukanya. "Iya, Sayang." "Papi mana, Mi?" "Masih tidur, Dik." "Dih, apaan, sih, Papi! Sudah subuh juga!" ucapnya kesal nyelonong masuk ke dalam kamar, naik ke atas ranjang dan membangunkan Papinya. "Papi!! Bangun!! Sudah subuh!! Ayo sholat!! Nanti dimarahin sama Allah!!" teriak Adik tepat di telinga Papinya. "Adik! Kamu apa-apaan, sih! Gak sopan! Kenapa teriak-teriak di telinga Papi? Hah?" bentaknya membuat Adik dan Mela terkejut, sebab ini kali pertama mereka mendengar lelaki wibawa tersebut bersuara keras. Adik beringsut turun dari ranjang dan berlari ke arah Maminya lalu bersembunyi di belakang tubuh wanita yang sudah melahirkannya itu. Mela mencoba menenangkan anak bungsunya dengan membawanya pergi berlalu dari kamar mereka. Sejujurnya, Mela juga terkejut dengan sikap suaminya tadi namun berusaha biasa saja dan segera menenangkan bungsunya. "Dik," panggilnya lembut membelai kepala anaknya. "Ma-Mami, maaf," balasnya dengan suara bergetar. "Sstt, tidak apa-apa, Sayang. Maafkan Papi ya, Nak." "Pa-Papi marah," ucapnya lagi dengan bibir bergetar. Mela menghembuskan nafasnya, ia menyadari bahwa saat ini anak bungsunya itu sedang merasakan takut. "Mami, adik kenapa?" "Kak," panggil adik berlari menabrak kakaknya dan menangis di pelukannya. "Sssttt, adik kenapa?" "Pa-Papi--" "Papi kenapa?" "Papi marahin adik, Kak. Adik dibentak, Kak, hu hu," adunya pada Manda. Mela pasrah jika anak bungsunya itu sudah mengadu mengingat mereka berdua memang sangat dekat sekali. "Mami!" sentak Manda. "Nanti dijelaskan. Lebih baik sekarang kita subuhan dulu, nanti keburu habis waktunya, Nak." Mereka mengangguk. Manda mengusap lembut air mata adiknya itu dan menggendongnya menuju mushola kecil di dalam rumah tersebut. Mereka melaksanakan shalat subuh dengan sangat khusyuk. Manda menjadi imamnya, anak itu walaupun masih berumur belasan tetapi pikiran dan juga sikapnya sudah sangat dewasa. Ia merasa mampu menjaga adik, Mami dan juga neneknya. Mereka menengadahkan kedua tangannya ke atas, berdoa dengan sangat lirih sekali. Harapan-harapan kecil dan sederhana terucap dengan tulus dari dalam hati mereka yang terdalam. Doa terbaik mereka curahkan tak lupa juga Mela menyelipkan nama suaminya agar tak pernah berubah menjadi orang lain. Setelah selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri dan bersiap untuk berangkat sekolah. Mela masuk ke dalam kamar dan melihat suaminya masih meringkuk di dalam selimut. Ia melangkahkan kakinya pasti menuju ranjang besar tersebut, duduk di tepi ranjang dan perlahan tangannya terulur untuk membangunkan suaminya. "Papi, subuhan dulu," ucapnya perlahan mengguncang tubuh suaminya itu. "Sudah!! Jangan ganggu, Papi!! Ngantuk!!" "Memangnya Papi gak berangkat ke pabrik?" tanyanya ragu-ragu. "Siang 'kan bisa!! Lagipula, aku ini yang punya pabrik itu, gak ada masalah 'kan kalau berangkat siang!!" "Baiklah. Maaf. Mami keluar dulu menghidangkan sarapan." "Iya, sana pergi!! Ganggu saja!! Heran!!" Deg. Mela meremas baju tepat di dadanya. Sakit. Terluka. Selama bertahun-tahun, tak pernah sekalipun ia mendengar suaminya membentak atau berbicara kasar. Tetapi, belakangan ini suaminya itu justru semakin berubah dan semakin kasar. Entah, apa sebabnya ia pun tak tau. Pikirannya mulai melalang buana mengingat ucapan anak sulungnya yang melihat Papi mereka di mall bersama seorang perempuan dan juga bayi. Siapakah gerangan perempuan dan bayi tersebut? Apakah selingkuhan Mas Gama? Atau rekan bisnis? Tetapi, jika rekan bisnis mengapa harus bermesraan seperti apa yang dikatakan anak sulungnya? Mas, apakah kau benar-benar sedang mempermainkan diriku? Aku tidak akan tinggal diam, Mas! Aku akan mencari tahu semuanya! Jangan lupa bahwa aku bisa berubah dalam sekejap jika sikapmu tak sesuai dengan seharusnya, Mas!

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Istri yang Kutemukan

read
79.3K
bc

Akhir Pertama (Bahasa Indonesia) (TAMAT)

read
29.5K
bc

Kubalas Hinaan Kalian! (Rahasia Menantu Miskin yang Dituduh Mandul)

read
4.3K
bc

23 VS 38

read
294.4K
bc

Sweetest Pain || Indonesia

read
75.4K
bc

Azela

read
19.3K
bc

Growing Pains || Indonesia

read
34.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook