Siang ini Liana bermain basket sendirian di lapangan olahraga. Sebenarnya sudah jam pulang sekolah, tapi Bima tak kunjung menjemputnya. Ia memilih untuk menunggu sambil bermain sendiri. Kalau biasanya, misal Bima tak bisa menjemput maka Kevin yang akan menjemputnya. Namun kali ini Liana merasa Kevin menjauhinya. Sudah tiga hari Liana tidak bertegur sapa dengan Kevin. Ada yang kurang dari hari-hari Liana saat tak ada Kevin yang menjahilinya. Biasanya Kevin yang paling b****k selalu mengisi hari-harinya dengan candaan resek dan membagongkan. Saat Liana mencoba menghubungi pria itu pun, sama sekali tidak pernah mendapat jawaban.
Tin tin!
Suara Klakson mobil membuat Liana menoleh. Ia bergegas menata penampilannya dan berlari keluar lapangan. Bima sudah datang, pria itu keluar dari mobil untuk membukakan pintu untuk Liana. Liana tersipu dengan perhatian kecil dari Bima. Lantas Liana memasuki mobil Bima dan duduk dengan nyaman.
"Kamu keringetan banget!" celetuk Bima. Tangan Bima juga terulur mengusap kening Liana yang banyak keringatnya.
"Bau ya, Kak?" tanya Liana yang merasa tidak enak. Liana mengendus bau badannya sendiri, walau tidak wangi tapi tidak apek juga.
"Kata siapa? Enggak bau kok. Aku cuma mau kasih ini!" ucap Bima menyerahkan tissu basah untuk mengelap keringat Liana. Liana langsung menerima tissu pemberian Bima dan mengelap keringetnya sendiri. Tiba-tiba Bima sedikit mendekatkan wajahnya dengan wajah Liana, pria itu mengamati wajah Liana dengan seksama. Liana yang merasa ditatap pun hanya menaikkan sebelah alisnya kikuk. Sejak hubungan mereka naik pangkat menjadi pacar, Liana sedikit canggung dengan Bima.
"Kok wajah kamu ada jerawatnya?" tanya Bima menelisik.
"Iya kak, mau menstruasi!" jawab Liana yang sangat malu. Jadi sejak tadi Bima menatapnya karena ada jerawat di wajahnya?
"Kakak gak suka cewek jerawatan?" tanya Liana dengan pelan. Liana menunggu jawaban Bima dengan was-was, Liana takut kalau Bima tidak menyukainya hanya karena jerawat.
"Kita mampir ke toko kecantikan. Wajah kamu kayaknya butuh skincare deh, Li," ucap Bima mengalihkan pembicaraan. Liana ingin protes, tapi ia mengurungkan niatnya.
Bima mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Liana memilih duduk anteng di samping Bima. Lagi-lagi hanya ada kecanggungan. Dulu saat hubungan mereka masih sahabatan, Liana tidak sungkan kalau mau bertingkah. Namun hubungannya kali ini adalah pacaran, membuat Liana selalu ingin jaga tingkah laku di depan Bima. Sesampainya di toko kecantikan, Bima menghentikan laju kendaraan.
Sama halnya saat tadi Liana masuk mobil Bima membukakan pintu, kali ini Bima juga turun dengan cepat untuk memutari mobilnya dan membukakan pintu untuk Liana. Liana berterimakasih pada Bima, sikap Bima yang seperti itu membuat Liana sangat terbawa perasaan.
"Ayo!" ajak Bima menarik tangan Liana untuk memasuki toko kecantikan. Sepanjang jalan Liana melihat genggaman tangannya dengan Bima. Jelas saja dia bahagia, dia masih remaja labil yang gampang senang dengan hal-hal sepele. Namun kadang juga marah dengan hal yang sangat kecil, atau bahkan marah dan kesal tanpa sebab.
Bima mengajak Liana berkeliling, Liana yang tidak paham dengan serangkaian skincare pun hanya menurut kemana pun Bima mengajaknya. Bima melihat-lihat store demi store, dan ia memutuskan untuk mendekati store salah satu merk ternama yang terkenal bagus menurut iklan yang pernah dia lihat.
"Silahkan, Mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya mbak penjaga store.
"Saya mau cari skincare yang cocok buat pacar saya, Mbak."
"Silahkan, bagaimana jenis kulitnya?"
"Kulitnya gak berminyak sih mbak, tapi kadang tumbuh jerawat. Sama kusam gini mukanya," jelas Bima pada mbak-mbak beauty consultan. Bima menyentuh wajah Liana, memperlihatkan jerawat dengan detail. Bima hanya sibuk mencarikan krim yang cocok untuk Liana, tapi ia tidak tau bagaimana perasaan Liana sebenarnya. Liana sungguh malu diperlakukan seperti ini. Apalagi dengan paksa Bima menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri menunjukkan jerawatnya pada mbak-mbak beauty consultan.
Liana tidak pernah pakai skincare karena sayang sama wajahnya yang imut dan baby face. Liana takut kalau pakai skincare membuat wajahnya tampak dewasa sebelum waktunya. Setidaknya itu yang dia pikirkan saat melihat wajah teman-temannya.
Setelah lama konsultasi, akhirnya Bima mendapat serangkaian produk skincare. Setelah membayar dan mengantongi skincare untuk Liana, Bima menarik Liana untuk pergi. Liana jadi sangat malas dengan Bima. Apa Bima tidak bisa menerimanya begini saja? Kenapa harus pakai skincare segala? Kalau jerawat, Liana biasa hanya memakai masker dari teh yang dia ambil dari dapur. Itu pun jelas langsung sembuh tanpa aneh-aneh. Lalu kenapa jadi pacar Bima seribet ini?
"Kita ke tempat latihan dulu! Aku mau kasih titipan Ava," ucap Bima.
"Emang Ava titip apa?"
"Jangan panggil nama, Ava lebih tua dari kamu!" tegur Bima yang membuat Liana mendengus.
"Iya iya, dia titip apa?"
"Titip skincare sama lipcare," jawab Bima. Liana makin double badmood. Kenapa gak ajak Ava saja? Kenapa malah ajak Liana?
"Bima bangke!" gerutu Liana dalam hati.
Di perjalanan, Liana sama sekali tidak membuka suara. Wajah Liana juga sudah tertekuk masam. Namun, Bima juga sama sekali tidak peka. Wajah Bima juga datar-datar aja.
"Ayo turun!" ajak Bima setelah sampai di tempat latihan. Mendengar ajakan Bima membuat Liana menggelengkan kepalanya, Liana sangat malas bertemu Ava.
"Liana!" panggil Bima dengan nada rendahnya. Liana tetap pada pendiriannya, ia tidak mau turun. Liana mengambil hpnya dari tas yang dia bawa untuk dia mainkan.
"Letakkan atau aku banting?" tanya Bima mengancam.
"Banting nih! Aku bisa minta sama Papa lagi," jawab Liana dengan kesal sembari menyodorkan hpnya. Bima menghela napasnya, jelas saja itu hanya ancaman. Tidak mungkin dia membanting hp Liana untuk saat ini karena uangnya menipis untuk membelikan yang baru.
"Liana turun! Aku akan lama di dalam. Kamu sendirian disini, mau?"
"Mau, kak Bima kesana aja!" jawab Liana. Bima akhirnya mengalah. Bima keluar dari mobil dan berjalan sendiri menuju tempatnya biasa latihan. Sedangkan Liana sudah spam story whatsaap tentang kekesalannya pada Bima. Tak lupa Liana memprivasi Bima agar tidak bisa melihat.
Bukannya ditanya lapar apa enggak, malah ditanya masalah jerawat. Siapa yang gak badmood? Liana mengusap perutnya yang lapar. Ia memilih pindah ke kursi belakang. Merebahkan tubuhnya dan tidur.
Kevin yang membaca whatsaap story Liana pun terbahak-bahak. Mengasihani Liana yang diperlakukan semena-mena oleh Bima. Kevin yang saat itu juga sedang di tempat latihan pun melirik Bima yang asik bicara dengan Ava.
"Bim!" panggil Kevin. Bima tidak menyaut, laki-laki itu masih sibuk dengan Ava.
"Bim!" panggil Kevin lahi. Namun lagi-lagi Bima tidak menanggapi.
"Pacar lo lapar!" teriak Kevin pada akhirnya. Mendengar ucapan Kevin membuat Bima mendekati kembarannya itu yang tengah memainkan hp. Bima langsung merebut hp Kevin, takut kalau Liana chatingan dengan Kevin. Namun di room chat tidak ada chat Kevin dan Liana sama sekali.
"Di story whatsaapnya!" ujar Kevin memberitahu. Kevin tidak sadar kalau dengan ucapannya dia bisa menimbulkan masalah untuk Liana. Bima langsung melihat story Liana di hpnya juga hp Kevin. Sial, story Liana tidak masuk di hp nya. Tandanya, Liana melewatinya.
Isi story Liana marah-marah karena masalah jerawat, masalah lapar, juga masalah ditelantarkan. Bima merasa Liana sangat melebih-lebihkan keadaan. Lagian siapa yang menelantarkan Liana? Bukankah dia sudah mengajak Liana masuk? Bima menggulung lengan kemejanya, ia bergegas untuk menghampiri Liana di mobil. Bima siap menyemprot Liana yang sudah membuat story aneh-aneh, terlebih Liana menyembunyikan story dari dirinya. Sesampainya di mobil, Bima kaget melihat Liana yang tertidur pulas di kursi belakang. Bima mengambil jaketnya, menyelimuti tubuh Liana dengan pelan.
Melihat Liana yang tertidur membuat Bima tidak melanjutkan latihannya. Pria itu memasuki mobinya dan duduk di bangku kemudi. Bima mulai menjalankan mobilnya membelah jalanan. Tiba-tiba hujan turun dengan gerimis membasahi jalanan. Lambat laun hujan yang mulanya grimis menjadi sangat deras. Bukannya mengantar Liana pulang, Bima malah membawa Liana ke rumahnya.Tidak apa lah sekali-kali Liana menginap di rumahnya.
Setelah perjalanan beberapa menit akhirnya Bima sampai di depan rumahnya. Tanpa membangunkan Liana, Bima membopong tubuh Liana dan membawanya masuk ke rumah. Daddy dan Mommynya tidak ada di rumah. Mereka tengah honeymoon untuk kesekian kali. Tujuan mereka kali ini ke pulau Bali. Jadi rumah Bima sangat sepi.
Bima membawa Liana ke lantai atas, tepat di kamarnya. Bima merebahkan tubuh Liana ke kasur, ia turut melepas sepatu dan dasi gadis itu. Setelah selesai, Bima kembali menuju ke pintu kamarnya dan menyunci rapat. Tak lupa Bima menyimpan kuncinya di saku celana depannya.
Bima menatap tubuh Liana yang sangat pulas tertidur. Liana tipe orang yang nempel dikit molor. Asal tempatnya bersih, saat senderan sudah pasti akan terpejam. Bima melepas kemejanya, ia menghampiri Liana yang sedang tertidur. Bima ikut merebahkan diri di samping Liana. Bima memeluk tubuh Liana dengan erat.
Sedangkan Kevin yang baru pulang, segera memasuki kamarnya untuk mengerjakan tugasnya yang belum rampung. Walau otaknya sedikit gesreek, Kevin tipe anak rajin yang selalu mengerjakan tugas tepat waktu. Namun tak berapa lama Kevin uring-uringan di kamarnya saat mencari laptopnya yang tiba-tiba tidak ada. Kevin celingukan mencari benda berharganya itu, tapi tetap saja dia tidak menemukannya. Kalau di kamarnya tidak ada, sudah pasti dibawa Bima. Kevin berlari keluar kamarnya dan menghampiri kamar Bima. Pria itu mengetuk pintu kamar Bima dengan kencang, tapi tumben saja tidak ada sautan apapun. Kevin yakin kalau Bima sudah pulang. Pasalnya mobil Bima ada di depan.
Kevin mencoba membuka pintu kamar Bima, namun dikunci. Tak biasanya Bima mengunci kamar. Kevin mencoba ke kamar daddynya yang untungnya tidak dikunci, Kevin mencari kunci cadangan kamar Bima di sana. Kevin tau kalau daddynya memiliki kunci cadangan kamar anak-anaknya. Saat sudah ketemu, dengan segera Kevin kembali menuju kamar Bima dan membukanya. Alangkah terkejutnya saat ia melihat tubuh telanjang Bima yang memeluk Liana.
"b*****t!" maki Kevin menutup kembali pintunya dengan keras. Kevin tidak habis pikir kalau saudaranya sebangsat itu. Namun dia tidak kuasa untuk menghajar Bima saat ini juga. Yang bisa Kevin lakukan hanya pergi dari kamar saudaranya itu. Ia sampai melupakan laptop yang ingin dia cari.
*****
Liana mengerang dalam tidurnya. Kakinya merasa pegal, saat dia mau menggerakkan kakinya pun rasanya sulit. Bima yang sudah bangun, hanya terkekeh gemas melihat tingkah Liana. Sayup-sayup, Liana membuka matanya. Liana langsung melotot saat tau tubuhnya tengah dipeluk Bima. Apalagi tubuh Bima telanjang dadaa.
"Kak, apa yang kakak lakuin?" tanya Liana khawatir. Ia menyibak selimutnya ingin beranjak berdiri, tapi dengan segera ditahan Bima. Tubuh Liana kembali telentang.
"Bisa jelaskan isi storymu tadi?" tanya Bima yang kini sudah di atas tubuh Liana. Liana mencoba mendorong tubuh Bima yang menindihnya, jujur di posisi ini membuat Liana sangat takut. Apalagi Bima tengah tidak pakai baju.
"Story yang mana?" tanya Liana pura-pura bodoh.
"Mau jawab jujur dan semuanya cepat selesai. Atau jawab berbelit-belit?" tanya Bima menantang.
"Tapi ya gak gini juga!" Liana mendorong tubuh Bima lagi, tapi Bima tak bergeser sedikit pun.
"Gini gimana?" tanya Bima.
"Kak, aku gak bisa napas," ujar Liana masih berusaha mendorong tubuh Bima.
"Jawab Liana!" desak Bima.
"Apa? Storyku? Lain kali kamu belajar peka dong jadi orang. Jangan cuma bisanya nyalahin!" maki Liana dengan spontan. Malu kalau Liana mengatakan dengan gamblang kalau dia tengah cemburu dengan Ava.
"Aku kenapa? Kamu kan yang tadi gak mau kuajak ke dalam? Terus maksudnya apa buat story marah-marah, story laper gitu? Aku diprivasi. Mau cari perhatian cowok lain?" cecar Bima tanpa henti.
"Kalau iya kenapa? Kak Bima juga sering tebar pesona sama cewek lain!" bantah Liana. Pacar mana yang gak cemburu saat cowoknya membelikan skincare untuk cewek lain?.
"Kok kamu malah lempar kesalahan ke aku sih?" tanya Bima tidak terima.
"Terus ke siapa? Ke tembok?" tanya Liana dengan nada ngegas. Sungguh ia sudah terlalu kesal pada Bima.
Bima ingin membuka mulutnya untuk menyemprot Liana. Namun sayang, sebelum dia mengucapkan sepatah kata pun, dengan cepat Liana menendang selakangan Bima dengan keras hingga membuat Bima terjungkal ke belakang. Bima berteriak kesakitan sambil memegang asetnya.
"Argghhhh ...." erang Bima kesakitan. Liana membuka mulutnya lebar-lebar melihat Bima yang kesakitan. Liana tidak mengira kalau akan sesakit itu.
"Liana kurangajar. Kalau dia gak bisa bangun gimana? Dia kunci bahagiamu!" teriak Bima belingsatan
"Bodo amat!" teriak Liana beranjak dari ranjang. Liana berlari menuju pintu dan membuka pintu yang tadi sudah dibuka Kevin. Bima terkejut saat Liana dengan mudah membuka pintu. Perasaan tadi sudah dia kunci.
Di luar, hujan masih turun dengan deras. Tanpa pikir panjang, Liana menerobos hujan untuk pulang. Ia pikir bisa bahaya lama-lama bersama Bima.
"Liana jangan kayak anak kecil. Kembali sini, Liana. Hujannya deras!" teriak Bima yang menyusul Liana. Mendengar kata-kata anak kecil membuat Liana makin kesal. Dia memang masih kecil, bukan? Bima saja yang terlalu dewasa. Liana tidak menanggapi ucapan Bima, gadis itu tetap menerobos hujan yang lebat.
Melihat Liana yang abai membuat Bima menggeram marah. Selakangannya masih sakit ditambah Liana yang berlari keluar membuatnya makin marah.
"Terserah Liana. Aku gak akan menyusulmu. Mau hujan-hujanan ya sakkarepmu!!" teriak Bima yang masih didengar Liana yang sudah basah kuyup.