9. Malam yang panjang

1831 Kata
Liana ingin misuh-misuh sekarang juga. Hatinya sudah sangat panas karena kelakuan nenek lampir seperti Ava. Saat ini mereka bertiga dalam perjalanan pulang, Bima bilang akan mengantar Ava dulu. Lebih kesal lagi saat tadi Liana ingin duduk di samping Bima, Ava sudah terlebih dahulu menyerobot masuk. Dasar ulat bulu. Liana sungguh seperti anak tiri yang tidak dianggap. Daritadi Bima dan Ava mengoceh sana sini membicarakan apapun tanpa melibatkan dirinya. Liana kesal saat dengan dirinya Bima tak banyak omong, tapi saat dengan Ava bisa sangat cerewet sekali. "Bima berhenti!" pekik Liana kencang. Bima menghentikan mobilnya mendadak, ia menatap tajam Liana yang memanggilnya tanpa embel-embel 'Kak. Liana turun dari mobil dengan wajah riang. "Woy jomblo! Ngapain lo disini?" tanya Liana mengagetkan Kevin yang sedang duduk di atas motor bersama seorang cowok. Liana mengucek matanya, meyakinkan dirinya kalau yang dia lihat memang beneran Kevin. "Krucil, lo ngapain nyasar kesini?" tanya Kevin balik. Ia turun dari motornya untuk mendekati Liana. Kevin meneliti pakaian Liana, ia memutari tubuh Liana dengan seksama, "Lo gak apa-apa, kan?" tanyanya khawatir. "Gue gak apa-apa. Gue nebeng pulang ya?" tanya Liana memohon. "Li, ayo sini kita pulang!" ucap Bima yang turun dari mobil. Liana, Kevin dan Zico kompak menoleh. "Aku pulang bareng Kevin aja. Kamu nikmatin pacarannya sama Ava!" jawab Liana menekan kata 'Pacar. Kevin melihat Ava yang berdiam diri di dalam mobil. "Tapi aku sama Zico. Ya masak boncengan tiga," ujar kevin. Liana menatap Zico. Hidung mancung Zico membuat Liana terpesona. "Gak apa-apa, gue ditengah. Pasti kalian pasangan gay, kan? Ngaku kalian!" selidik Liana. "Woy sekate-kate lo jomblo!" kesal Kevin meninju lengan Liana dengan kencang. "Lha buktinya ngapain berduaan di tempat gelap?" tanya Liana memincing. "Bodo lah. Lo sana pulang sama Bima!" ucap Kevin mendorong bahu Liana. "Gue pulang sama Lo!" ucap Liana kekeuh. Ia menaiki motor Kevin meski tidak dipersilahkan. "Liana, jangan buat aku menyuruh untuk kedua kali!" ujar Bima menatap dalam Liana. Liana mengedikkan bahunya acuh. Ancaman Bima sudah basi. "Lo naik gak? Kalau enggak gue bawa sendiri motornya!" ancam Liana. Kevin segera menaiki motornya. Mengambil alih kemudi. "Cepetan b*****t!" bisik Liana pada Kevin yang didengar Zico. Zico segera naik di belakang Liana. Secara garis besar dia bisa paham apa permasalahan gadis cantik di depannya itu. "Gak usah pegangan pinggang gue kalau lo gak mau kena masalah sama Bima!" bisik Kevin yang langsung melajukan motornya dengan kencang. Bima menatap diam motor Kevin yang melaju. Tangan Bima mengepal dengan erat, dalam hatinya panas tak terkira. Bayangkan saja orang yang kalian cintai malah boncengan dengan dua cowok sekaligus. Bima melihat paha Liana yang terbuka lebar karena angin malam yang lumayan kencang. Sekali lagi, Liana menyakiti hatinya. Bima balik ke mobil, mood nya sudah hancur melihat pemandangan yang sangat tidak mengenakkan. "Lihat Liana! Kayak cabe-cabean. Dibonceng sana sini mau," ucap Ava melirik Bima. Bima hanya diam, ia mulai melajukan mobilnya kembali. "Bim," panggil Ava. Bima tetap diam enggan menyahut. Selama perjalanan hanya hening yang menyelimuti Bima dan Ava. Saat Ava ingin bersuara, Bima selalu menatap tajam gadis itu. Membuat Ava memilih diam. Sedangkan Bima masih merasa cemburu dengan sikap lancang Kevin dan Zico yang menerima Liana saat Liana mengajaknya pulang. Bima juga merutuki kenapa Kevin harus berada di pinggir jalan saat dirinya lewat bersama Liana. "Turun!" titah Bima saat sudah sampai di rumah Ava. "Kamu gak ma-" "Turun Ava!" tekan Bima. Ava buru - buru membuka pintu mobil. Aura Bima sudah tidak enak. "Setan kecil!" maki Ava dalam hati menghujat Liana. _________ "Vin, dingin!" ucap Liana mengeratkan pelukannya pada pinggang Kevin. "Gausah peluk-peluk gue!" pekik Kevin yang suaranya teredam helm. Kevin sungguh kesal pada Liana yang membuatnya dalam masalah. Sedangkan Zico merasa ngeri berada di belakang Liana. Mau maju nabrak Liana, mau mundur jatuh. Maju kena mundur kena. "Astagfirullah ini cobaan banget uy!" batin Zico menatap punggung Liana. "Ya, gue kedinginan dodol!" teriak Liana juga. "Lo sih, dikasih enak naik mobil malah milih naik motor. Gue nanti yang kena marah Bima, sampai rumah auto dibacoti sama Bima," kesal Kevin. "Lo kan sama dia seumuran, ya lo lawan lah! Baku hantam sekalian kalau bisa, jadi cowok jangan lembek!" ucap Liana yang tak kalah kesal. "Iya iya lo senengnya yang kayak Bima, gak lembek. Gue sadar diri kok," balas Kevin mengencangkan laju motornya, sedangkan Liana menekuk wajahnya cemberut. Namanya juga cewek polos mendekati O'on. Dikode kayak apa ya tidak peka. Di belakang, Zico terus merapalkan kalimat istigfar. Kevin mengebut ugal-ugalan, sedangkan rambut Liana berkibar mengenai matanya. Perih, euy. Setelah mengantar Zico pulang, tinggal Kevin dan Liana. Hanya hening yang menemani perjalanan mereka. Sepuluh menit akhirnya mereka sampai di rumah Liana. Liana turun dari motor setengah sempoyongan. Kepalanya pusing karena Kevin mengendarai motor tidak tau haluan. Kevin segera ikut turun dan memegangi bahu Liana agar Liana tidak jatuh, laki-laki itu menatap intens manik mata Liana. "Lo cantik, Li!" puji Kevin menyelipkan anak rambut Liana. "Gak nyangka gue. Lo dulu kecil, mungil, ingusan, sering nangis saat gue tinggal. Saat ini lo udah jadi remaja cantik yang bisa bikin gue jatuh hati. Kalau misal gue pergi, lo jaga diri baik-bai bisa, kan?" oceh Kevin. "Lo ngomong apa sih? Lo mau pergi ke mana?" serobot Liana yang tiba-tiba cemas. "Gak usah nangis lagi kalau gue tinggal. Gue sayang dan gue cinta lo sebagai seorang cowo-" "Liana, aku cinta kamu!" teriak Bima menyela ucapan Kevin. Bima keluar dengan cepat dari mobilnya. Di tangan pria itu ada sebuket bunga mawar merah yang indah. Dalam hati Bima bersyukur ia datang tepat waktu. Bima berjalan tergesa-gesa menghampiri Liana. Liana yang melihat kedatangan Bima hanya bisa tercenung. Bukankah tadi Bima bersama Ava? batin Liana. "Liana, aku cinta sama kamu sejak dulu sampai sekarang!" ucap Bima mencium kening Liana. Liana mematung, tubuhnya seakan kaku mendengar ucapan Bima. "Bukan cinta sebagai seorang sahabat, tapi cinta seorang pria pada wanita. Maukah kamu menerimaku?" tanya Bima dengan lembut. Ia membuka sebuah kotak yang jelas isinya cincin. "Kamu ngelamar aku?" tanya Liana girang, gadis yang tadinya tercenung kini mulai menyunggingkan senyum lebarnya. Mendengar pertanyaan dari Liana membuat Bima tersenyum manis. Sungguh Liana sangat unik, di saat tadi marah sekarang bisa tersenyum cerah karena ungkapan cintanya. Dengan perlahan Kevin meninggalkan mereka berdua. Hadirnya sudah tidak dibutuhkan di sini. Saat Kevin menstater motornya pun, Bima dan Liana sama sekali tidak menoleh. Tiba-tiba air mata menetes di pelupuk mata Kevin. Sesegera mungkin ia menurunkan kaca helmnya. Delapan belas tahun ia bersama Liana, sejak Liana masih bayi sampai dewasa, bukan waktu yang singkat kebersamaan mereka. Kevin mengenal cinta lima tahun belakangan dan itu juga untuk Liana, sahabat yang menurutnya sangat gila. Dibanding Bima dan dirinya, Liana lebih care dengan dirinya. Namun, bisa Kevin lihat kalau cinta Liana hanya untuk Bima. Sifat care Liana pada Kevin nyatanya hanya sebagai seorang sahabat. Bodohnya Kevin yang menganggap dia lebih unggul dari Bima. Untuk pertama kalinya Kevin menangisi seorang perempuan. Nyatanya rasa yang sudah lama dia simpan harus kalah dengan saudaranya sendiri. Percuma dia memaksa Liana, kalau di mata Liana hanya ada cinta untuk Bima. Mengingat fakta itu membuat Kevin melajukan motornya lebih kencang. Di sisi lain, Bima dan Liana masih sama-sama berdiri dengan mengunci pandangan intens. "Kamu beneran lamar aku?" tanya Liana lagi. "Kamu anggap begitu juga bisa," jawab Bima mengusung senyum. Hati Liana sangat berbunga-bunga saat Bima tersenyum. Pria itu jarang senyum sekali senyum membuat ia meleleh. Liana menganggukkan kepalanya senang, "Aku menerimanya!" jawab Liana. Tanpa pikir panjang Bima langsung memeluk Liana dengan erat. "Tunggu kak!" Pekik Liana kencang sembari mengurai pelukan mereka. "Aku kesel sama Kak Bima. Kenapa tadi ngacuhin aku? Aku kesel tau. Aku ngerasa kayak sambal gak berguna. Aku juga berpikir kalau Kak Bima sama nenek lampir pacaran," oceh Liana. Bima terkekeh pelan, "Aku tadi cuma ngetes, kamu cemburu apa enggak. Ternyata kamu cemburu. Aku kira cuma aku yang suka sama kamu. Ternyata kamu juga suka sama aku," jelas Bima. Bima sudah menyiapkan ini dengan matang. Bima tidak percaya diri dengan perasaan Liana yang dia kira bukan untuknya. Bima melakukan itu juga untuk melihat respon Liana yang nyatanya cemburu dengan kehadiran Ava. Setelah mengantar Ava pulang, Bima bergegas ke rumah Liana. Mengutarakan cinta pada Liana cukup menguras keberanian Bima. Bima takut ditolak yang ujungnya akan membuat persahabatan mereka hancur. Namun saat tau Liana cemburu dengan Ava, itu membuat tekad Bima untuk mengejar Liana makin besar. "Dasar Geer banget," cibir Liana. "Beneran kan kalau kamu suka sama aku? Tadi buktinya kamu cemburu," ucap Bima menyelipkan anak rambut Liana yang berantakan. "Kamu jahat banget. Hampir saja tadi aku cekik leher kamu karena kamu ngeselin," oceh Liana menyandarkan kepalanya di dadaa Bima. Bima mengelus surai hitam Liana dengan perasaan teramat sayang. "Gak akan gitu lagi. Karena aku hanya milikmu!" ucap Bima tertawa. "Ekhhhem!" Suara deheman keras membuat Bima dan Liana menoleh ke sumber suara. Mata keduanya membulat tatkala melihat Akbir berdiri dengan gagah tak jauh dari mereka. Saking asiknya dengan bunga dan cincin membuat kedua anak manusia itu tidak menyadari langkah Akbir. Akhir bersedakap dadaa, laki-laki itu menatap Liana dan Bima dengan tajam. Karena tak mau dimarahi papanya, Liana segera melepas pelukan Bima dan berlari masuk rumah. Tak lupa Liana membawa bunga serta cincin yang diberikan Bima. Kini tinggal Bima yang bingung mau bicara apa. "Coba ulangi kata-kata manis kamu barusan!" suruh Akbir pada Bima. Bima menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Ayo ulangi! Apa stok suaramu sudah habis?" Bima makin terpojok. Biasanya ia yang mengintimidasi Liana, kini dibalas imbang dengan papa Liana. "Jangan macam-macam kalau gak mau kepalamu jadi taruhan!" ujar Akbir dengan tegas. "Maaf Om, Bima minta ijin untuk pacaran sama Liana!" ucap Bima yang akhirnya bibirnya mau diajak kompromi. "Apa jaminannya kalau kamu tidak akan menyakiti putriku?" "Seperti yang Om katakan, kepalaku yang jadi taruhan," jawab Bima seraya meringis. Mulut sialan, mengorbankan kepala yang tidak salah apa-apa. ______________ Kevin menatap para wanita yang meliuk-liukkan badannya s*****l. Saat ini dia sedang berada di club yang biasa ia kunjungi saat suntuk. Untuk pertama kalinya dalam hidup, hatinya sesakit ini. Dulu saat Bima selalu mengambil alih Liana, ia selalu mengalah. Dan untuk kesekian kalinya, ia tetap saja mengalah. "Liana, lo yang membuat gue bahagia sekaligus membuat gue sakit hati!" gumam Kevin memegang gelas Bir nya dengan erat. "Kalau gue jahat, gue akan merebut lo Liana!" racau Kevin dengan emosi yang dia pendam. Raganya tenang, tapi hatinya sudah berapi-api. Kevin sadar dia beda dengan Bima. Hidup Bima sudah tertata, sedangkan dia masih acak-acakan. Bima juga lebih segalanya, sedangkan dia cuma secuil bagian dari Bima. "Sudah mabuknya? Ayo pulang!" ajak seorang Pria yang berdiri dengan santai sambil memasukkan tangannya ke saku celana. Kevin mendongak, ia melihat daddy-nya yang berdiri di depannya. Kevin sedikit kaget melihat daddy-nya yang berhasil menangkap basah dirinya yang terciduk di club malam. Kevin memejamkan matanya siap menerima amarah daddynya yang seperti jaran goyang. Namun sedari tadi, penyumbang benih untuk terciptanya dirinya itu cuma diam sambil senyum-senyum. "Dad!" panggil Bima. "Mabuknya sudah apa belum? Kalau belum silahkan dilanjut! Daddy temani," ucap Husein mengambil duduk di hadapan putranya. Kevin mengedarkan pandangannya, sekarang mereka jadi pusat perhatian. Bukan dirinya yang diperhatikan, lebih tepatnya daddy nya lah yang berhasil menarik mata para wanita di sana. "Emang Daddy gue, hot Daddy banget!" ucap Kevin terkekeh pelan. "Masih mau dilanjut?" tanya Husein untuk kesekian kali. Kevin menggelengkan kepalanya. Di sini Husein memang senyum, tapi di rumah siap-siap Kevin menjadi samsak tinju daddy Husein yang terhormat. Nelangsa menjadi Kevin, selalu jadi bahan aniaya. Husein menyeret kerah kaos putranya, menyeret Kevin yang setengah mabuk. Di pojokan, seorang cewek tertawa pelan melihat Husein dan Kevin. Ia mengebulkan asap rokoknya ke udara sebelum tertawa lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN