6. Cemburu

1339 Kata
Sesampainya di rumah Liana, mereka disambut dengan kepanikan dari Veve dan Akbir. Veve sudah menangis melihat putrinya yang berada di gendongan Bima. Sedangkan punggung Bima terdapat darah yang mulai mengering. "Apa yang terjadi, Bim?" tanya Akbir mencoba bersikap tenang. "Tanyakan saja pada putramu, Om!" jawab Bima datar. Ia menurunkan Liana ke sofa ruang tamu. Veve dengan cekatan membawa kotak P3K untuk mengobati punggung Bima. Bima menurut saja. Memang punggungnya sudah terasa sakit. Liana memandang Bima yang melepas bajunya. Perut kotak-kotak Bima adalah salah satu favoritnya selain mata tajamnya. Ya meski perut Bima tidak seindah aktor-aktor idolanya.  Sembari diobati Veve, Bima memijat kaki Liana yang katanya masih nyeri. Akbir sudah marah-marah sembari menelfon Lion, menyuruh anak itu untuk segera pulang. "Kalian sebenarnya dari mana?" tanya Veve yang sudah sangat penasaran. Liana menunduk tidak berani menjawab, sedangkan Bima memilih diam. Ia tidak tega bila menjawab, pasti Liana akan kena marah papanya. "Bima pamit dulu, Om, Tante!" pamit Bima setelah Veve selesai mengobati punggungnya. Bima menyalami Akbir dan Veve dengan sopan. Pria itu melirik Liana sekilas sebelum benar-benar pergi. Sebenarnya ia masih ingin di sana agar kalau-kalau Akbir marah ia bisa membela Liana. Namun kembali lagi, ia dan Liana bukan siapa siapa. Biarlah Liana memikirkan sendiri. Antara dirinya, Kevin atau Ahzar yang dibutuhkan Liana. Tak lama Bima pulang, Lion datang dengan muka khawatirnya. Khawatir akan keadaan adiknya. "Ma, Pa, Liana di mana?" tanya Lion tanpa memperhatikan raut Akbir yang sudah ingin meledak. "Jelaskan!" tekan Akbir menatap tajam putranya. Lion menelan ludah dengan kasar, remaja itu bungkam. Takut kalau dia salah ngomong papanya lebih besar lagi marahnya.  "Jelaskan, Lion!" tekan Akbir lagi dengan nada menuntut.   "Tadi Lion sama Liana muncak, Pa. Di pertengahan asma Liana kambuh. Dia terperosok ke jurang," jelas Lion takut-takut. "Dan kamu gak nolongin adikmu?" "Lion menolongnya, Pa!" sanggah Lion cepat. "Lebih tepatnya Bima yang menolong adikmu," ucap Akbir. Akbir tau bukan dari Bima, tapi dari penjelasan Liana. Mendengar nama Bima disebut membuat emosi Lion tersulut. Rupanya Bima ingin mencari muka di hadapan papanya. "Papa sudah lelah dengan kelakuan kamu, Lion. Kalau kamu tidak bisa menjaga adikmu. Biarkan Bima yang-" "Lion bisa menjaga Liana!" sela Lion cepat. Bagaimanapun ia tidak rela adiknya lebih lengket dengan orang lain. "Dengan mengajak Liana muncak, tapi tidak membawa keperluan yang memadai? Kamu sudah besar, kamu juga seorang kakak. Harusnya bisa menjaga Liana lebih baik dari orang lain," tandas Akbir. Lion menggeram marah. Walau Bima sudah meyelamatkan adiknya, itu tak membuat hati keras Lion luluh. "Jangan egois, Lion!" tekan Akbir sebelum melenggang pergi.  ___________________ Malam hari, The Angels manggung di sebuah cafe yang cukup ramai. Musik mellow mereka gaungkan mengiringi para tamu yang menikmati makanannya. Ava menyanyi dengan penghayatan nya yang khas. Sedangkan raut muka Bima dan Kevin sama sekali tak bersahabat. Kevin memetik gitarnya dengan datar. Sedangkan Bima menggepuk drum-nya dengan sangat malas. Kevin tidak semangat karena masih kepikiran dengan keadaan Liana. Sedangkan Bima, ia sangat tidak bersemangat karena tidak adanya Liana di sampingnya. Biasanya ke manapun Bima manggung, Liana akan ikut bak anak ayam bersama induknya. Bima merasa sahabat kecilnya sungguh sangat berhasil memporak porandakan hatinya. Padahal Liana hanya diam, tapi dia sudah jatuh cinta. Usai manggung, Bima bergegas untuk pulang. Rasanya percuma berlama-lama di cafe romantis itu kalau Liana tidak ada.  "Bim!" panggil Ava yang menghentikan langkah Bima. Bima menoleh, menunggu Ava berbicara. "Nebeng boleh? Tadi aku kesini naik ojek," ucap Ava, Bima mengangguk menyetujui. Bima melanjutkan langkahnya menuju mobil yang terparkir tak jauh. Ava berlari menyusul. "Bim, kulihat kamu sama Kevin gak semangat hari ini," celetuk Ava setelah Bima menjalankan mobilnya.  "Lagi males aja," jawab Bima. "Kamu gak lagi berantem kan sama Kevin?" selidik Ava. Bima memutar kepalanya jengah. Ia benci gadis berisik, tapi kalau itu Liana, ia akan suka. "Lo gak usah ikut campur sama urusan gue, gak ada gunanya!" ucap Bima memperingati. Bimalihat Ava selalu kepo dengan urusannya.  "Maaf deh," jawab Ava yang tidak enak hati. Sesekali perempuan itu melirik ke arah Bima yang wajahnya masih datar-datar saja.  "Mampir beli martabak ya, Bim!" ajak Ava tiba-tiba. Gadis itu tampak senang saat Bima menolehkan wajahnya ke arahnya. Bima melirik jam yang ada di pergelangan tangannya. Masih pukul sepuluh, belum terlalu malam. Bima pun mengiyakan yang langsung membuat Ava lebih senang.  Mendengar kata Martabak, mengingatkan Bima pada Liana. Liana sangat suka dengan martabak sapi dengan banyak daun bawang. Bima menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan pikiran tentang gadis pembangkangnya. Bima menepikan mobilnya di kedai martabak pinggir jalan, martabak langganan Liana. Setelah keluar mobil, bima mengajak Ava untuk mendekati kedai dan menyuruh gadis itu memilih sendiri. Bima celingukan mencari tempat duduk, dan hanya sisa dua kursi plastik yang belum diisi, pas untuk dirinya dan Ava. Karena antre, mereka menunggu dengan tenang. Ava mencuri-curi pandang ke arah Bima yang memakai kaus casuel dibalut jaket hitam yang melekat pas di tubuhnya. Membuat pria itu terlihat lebih bersahabat. Sedangkan Bima mengedarkan pandangannya, sampai matanya menemukan Liana yang berdiri memakai kaus Army pendek dengan rambut yang dicepol atas, memperlihatkan leher jenjangnya. Raut wajah Bima sudah nampak emosi, ia melihat sekeliling Liana. Memastikan Liana tidak datang dengan seorang cowok. Bima tidak suka Liana dekat dengan cowok Lain. Dan ini sudah jam sepuluh, kenapa Liana masih keluyuran? Padahal Bima sudah menetapkan jam sembilan Liana harus tidur. Hampir saja Bima meledak, ternyata Liana datang bersama papanya. Akbir berdiri tidak jatuh dari Liana. Bisa Bima lihat, Liana tampak mengusap lengannya, juga sesekali gadis itu menggerakkan kakinya tidak nyaman. Mencoba tidak peduli, Bima mengalihkan pandangannya.  "Ehh!" Bima terpekik kaget saat tiba-tiba Ava mengusap telapak tangannya. Bima langsung menariknya. Ia tidak suka ada yang memainkan jarinya, tapi kalau yang memainkan Liana, dengan senang hati ia tak keberatan. s**t! Liana lagi yang ada di otaknya. Bima melirik Liana, masih mengusap lengan juga bergerak gelisah. Kadang Liana juga jongkok, pasti karena lelah berdiri. Liana tidak kebagian tempat duduk. Sudah cukup, Bima tidak bisa diam saja. Bima berjalan menghampiri Liana dengan membawa kursi plastik. "Duduk sini!" perintah Bima yang membuat Liana tersentak. "Kak Bima disini?" tanya Liana kaget. "Iya, duduklah!" Bima menekan pundak Liana agar gadis itu segera duduk. Akbir yang melihat itu hanya tersenyum. Begitu beruntungnya Liana mengenal Bima. "Pakai jaketku! Kamu sudah kedinginan. Antreannya masih lama," ucap Bima menyampirkan jaketnya di pundak Liana. "Makasih kak, kak Bima sama siapa?" tanya Liana. Tak bisa Liana pungkiri kalau ia merasa canggung dengan Bima setelah apa yang menimpanya pagi tadi. "Bima, aku cari-cari juga. Ternyata kamu disini!" ucap Ava, ia menggandeng lengan Bima dengan mesra. Liana mengusap wajahnya yang tiba-tiba memanas melihat Bima dan Ava yang bermesraan. "Halo, Li. Apa kabar?" tanya Ava ramah. "Baik, Kak," jawab Liana seadanya. Pesanan Ava sudah jadi. Bima mengeluarkan dompetnya untuk membayar martabak itu. Liana hanya diam mengamati mereka berdua yang tampak serasi. Cantik dan ganteng. Yang pasti sama-sama dewasa. "Aku pergi dulu. Jangan tidur malam-malam, besok kamu sekolah!" ucap Bima sebelum pergi. Bima menahan dirinya untuk tidak mengusap puncak kepala Liana. Akbir melihat putrinya yang merenung pun jadi tidak tega, "Kamu cemburu lihat Bima sama cewek lain?" tanya Akbir. Liana membulatkan matanya, kata siapa ia cemburu? Ia biasa aja, Teriak Liana dalam hati. Sesampainya di rumah, Liana sudah tidak selera untuk memakan martabaknya. Entah mengapa ia sangat kesal dengan Bima. Andai Liana yang berduaan dengan cowok lain, pasti Bima sudah marah-marah, tapi saat ini Bima tengah bersama cewek lain sedangkan Liana tidak bisa berbuat apa-apa. Liana membuka akun i********: Bima. Ada ketakuan tersendiri kalau-kalau Bima mengunggah foto Ava di akun i********: nya. Karena selama ini, hanya foto Liana lah yang memenuhi i********: Bima. Bukan Foto yang memperlihatkan dengan jelas Liana, hanya foto dari belakang, dari samping atau sekadar siloute. Karena Bima sendiri tidak rela Liana jadi bahan tontonan. Apalagi bahan halusinasi teman-temannya yang sembilan puluh persen mes-um. Itu juga yang membuat orang lain penasaran dengan sosok yang selalu memenuhi akun Bima. Bima salah satu orang yang banyak penggemar karena selain wajahnya yang tampan, ia juga cerdas dan pemain drumer yang cukup memikat kaum hawa. Liana tidak rela kalau Bima mengunggah foto cewek lain selain dirinya. Bukankah Bima sahabatnya? Harusnya Bima mengerti kalau Liana juga tak ingin Bima dekat dengan perempuan lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN