22. Nembak?

1811 Kata

“Habis Pasar Imogiri itu lurus terus, Pak. Nanti kalau ada pertigaan belok kiri.” Lagi-lagi aku menginteruksikan ke arah mana Hutan Pinus Mangunan. Pak Davka tampaknya memang sama sekali tidak tahu karena beberapa kali dia hampir salah arah. Mood-ku yang tadinya sempat anjlok, kini perlahan-lahan mulai membaik. Tidak ada gunanya juga aku terus-menerus murung. Nasi sudah terlanjur jadi bubur, kini aku tinggal bikin bumbu supaya lezat. Selama perjalanan, tidak banyak yang aku bicarakan dengan Pak Davka kecuali seputar jalan dan desa-desa yang kami lewati. Ada yang aku tahu, ada pula yang aku tidak tahu. “Pak, habis tanjakan yang itu, pelan-pelan aja jalannya. Saya mau berhenti beli tiwul.” “Tiwul?” Pak Davka bertanya heran. “Iya, Tiwul. Tiwul di sini mah agak beda dari tiwul keban

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN