Bab 2 Bayi Besar

1013 Kata
Menjadi bahan gunjingan dan olokan sana sini oleh orang-orang disekitarnya sudah biasa Nana terima sejak dulu. Hal itu memang sudah menjadi resikonya dan ia harus bisa menerima segala konsekwensinya. Dulu ia bahkan tak pernah punya mimpi sama sekali, yang penting hutang-hutang ayahnya bisa segera lunas saja itu sudah cukup baginya. Setelah itu ia bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang hutang piutang yang membuat hidupnya benar-benar menderita selama bertahun-tahun ini. Nana sangat bersyukur sekali karena ia bisa bertemu dengan Robert, karena Robertlah Nana bisa terbebas dari segalanya, apalagi setelah pria itu membuat Nana menjadi istri Malik putra bungsunya. Nana begitu menaruh harapan yang sangat besar, meskipun harapan itu akan sangat sulit untuk ia raih nanti, namun ia yakin dan optimis jika ia pasti akan mampu menaklukkan hati Malik dan membuat suaminya itu mencintainya setengah mati. Malik mungkin seorang dokter dan mempunyai gelar magister, pergaulannya juga pasti tak main-main, teman-temannya semua pasti berasal dari orang-orang yang berpendidikan tinggi. Bahkan mungkin yang menyukainya juga banyak sekali dari kalangan dokter-dokter hebat. Namun Nana tak akan patah semangat untuk membuat Malik jatuh hati padanya, katakanlah ia jalang, ya itu benar sekali. Tapi ia juga sangat mementingkan pendidikannya, meskipun ia hanya menyandang gelar Sarjana Ekonomi, namun hal itu cukup membuat Nana merasa sangat bangga dan percaya diri sekali. Nana jamin Malik tak akan malu mempunyai istri seperti dirinya, sudah cantik, seksi, pintar, dan baik hati, Nana benar-benar sangat bangga pada dirinya sendiri. *** "Ganteng banget." gumam Nana sembari mengamati wajah tidur suaminya yang sangat tampan dan menggemaskan itu. "Beruntung banget kan aku? Tuhan itu emang maha adil." Imbuh wanita itu dengan nada pelan. "Adil di kamu nggak adil di saya." Ujar Malik secara tiba-tiba membuat Nana langsung terkejut, ia pikir suaminya itu benar-benar sudah tidur tapi ternyata belum. "Kamu kok belum tidur sih?" Tanya Nana. "Kamu ada disini gimana saya bisa tidur? Bisa nggak sih kamu keluar dan nggak masuk ke kamar saya seenaknya?" Malik tampak marah namun Nana tetap menanggapinya dengan santai. "Aku cuma antar sarapan aja buat kamu Mas. Secara sekarang udah jam sembilan, nanti kamu sakit kalau telat makan. Abis itu baru lanjutin tidur lagi." "Saya nggak butuh perhatian kamu." "Dan sayangnya aku suka banget merhatiin kamu, gimana dong?" "Terserah." Setelah mengatakan hal itu, Malik pun segera membalikkan tubuhnya membelakangi Nana, lalu menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal. Selalu saja seperti ini, sudah menjadi kebiasaan Malik jika ia kebagian operasi tengah malam, ia pasti akan tidur sepanjang hari untuk menggantikan tidur malamnya. "Oh ya mas, mas dapet undangan acara syukuran gini kok nggak bilang sama aku?" Tanya Nana sembari melihat undangan berwarna pink yang sangat lucu sekali, bahkan ada hadiahnya juga berupa gantungan kunci berbentuk Teddy bear yang sangat menggemaskan. "Dari dr. Noct rekan sejawat, acara satu bulanan putrinya, nanti saya akan datang sendiri. Nggak perlu sama kamu untuk pergi kesana, saya bisa sendiri." Ucapan Malik barusan langsung membuat Nana tersenyum miring. "Mas Malik udah mau mendekati empat puluh lho, apa nggak nyadar diri hm?" Bisik Nana ditelinga Malik. "Usia mas itu nggak akan tambah muda, malah tambah tua. Sekarang mas pikir secara realistis aja deh. Mas Malik apa nggak pengen punya baby kayak temen mas ini, punya anak yang banyak nanti pasti bakalan bikin mas sama ayah bahagia lho mas, apalagi ayah yang ngebet banget pengen punya cucu dari mas, ayah pasti langsung sehat deh. Kalau mas udah tua terus baru punya anak, nanti anaknya manggil mas sama sebutan kakek dong?" "NANA!!!" Seru Malik dengan kesal. Nana yang tak ingin menerima amukan suaminya pun segera berlari keluar dari kamar Malik sambil menahan tawa. "Sialan wanita itu, dia pikir dia siapa bisa ngomong kayak gitu sama aku." Ungkap Malik dengan nada yang benar-benar sangat kesal. Namun meski begitu, ucapan Nana barusan telah berhasil membuat Malik tidak bisa tidur. Nana memang ada benarnya juga, perkataan istrinya itu tidak ada yang salah, semua sahabatnya sudah mempunyai anak. Sedangkan dirinya yang sudah menikah saja malah berpikiran ingin bercerai dengan istrinya. Padahal usia pernikahannya baru empat bulan. "Lama-lama aku bisa gila!" Keluh Malik dengan nada frustasi, lalu pria tampan itu pun kembali bergelung ke dalam selimut, melanjutkan tidurnya yang entah bisa atau tidak untuk ia lanjutkan. *** Tuan Robert tampak tersenyum manis saat melihat menantu kesayangannya datang ke kamarnya dengan membawa nampan berisi makanan. Nana memang benar-benar menantu yang sangat berbakti, mau mengurus mertuanya yang sedang sakit, ia tak pernah membeda-bedakan tuan Robert dengan mendiang ayahnya, bagi Nana mereka berdua adalah orang yang sama-sama, sama-sama ayah kandungnya. "Makan siang dulu yah!" "Iya nak. Malik udah bangun?" "Tadi habis sarapan, dia lanjut tidur lagi, kayaknya emang capek banget deh yah." Balas Nana sembari duduk di depan tuan Robert. "Kasihan banget dia. Tapi memang sudah kewajiban dia sebagai seorang tenaga medis. Harus siap kapan pun kalau rumah sakit butuh. Ayah bangga sekali sama dia. Jadi Nana, ayah minta tolong sekali sama kamu." "Minta tolong apa yah?" Tanya Nana penasaran. "Jangan pernah menyerah sama Malik ya! Dia meski kelihatannya keras, tapi sebenarnya dia itu baik banget kok. Dia kalau udah menyangkut sama tugas rumah sakit, kadang suka lupa sama dirinya sendiri, sama kesehatannya sendiri. Ayah mengerti kalau tugas dia sangat mulia, menyembuhkan banyak orang, menolong nyawa orang. Tapi terkadang karena saking fokusnya sama itu semua, Malik sampai lupa sama dirinya sendiri. Itu yang selalu ayah khawatirkan." Jelas tuan Robert pada Nana. "Iya, ayah tenang aja. Nana pasti akan selalu perhatiin mas Malik kok. Nanti kalau dia bandel dan nggak patuh, biar Nana jewer kupingnya sampai dia nurut." Ungkap Nana membuat tuan Robert langsung terkekeh. "Baru kali ini ada wanita yang berani jewer kuping Malik." "Iya dong, cuma Nana doang yang berani. Buktinya tadi mas Malik mau sarapan terus tidur lagi, biasanya kan dia tidur melulu tanpa peduli udah sarapan apa belum." "Iya-iya, kamu memang selalu bisa ayah andalkan." "Pasti dong, udah ah, ayah makan dulu gih! Abis ini giliran Nana mau mandiin bayi besar Nana." "Kamu nih! Bisa aja!" Nana pun hanya tersenyum gemas menanggapinya, entah apa yang akan ia lakukan setelah ini pada Malik, wanita itu benar-benar sudah tidak sabar lagi untuk melancarkan segala macam aksi gilanya untuk membuat Malik jatuh ke tangannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN