Satu tahun kemudian,
Gaster Techn. Corporation
Jakarta, Indonesia
Memasuki usia 31 tahun, pencapaian seorang Zafier Gaster bisa dikatakan sukses. Entrepreneur muda yang memiliki perusahaan berbasis teknologi yang tersebar di banyak Negara dan dinobatkan menjadi pengusaha muda dengan ketampanan menyilaukan yang menjadi sorotan dunia. Kepintarannya dalam teknologi dan berbisnis sudah tidak perlu diragukan lagi.
Di depan banyak orang, dia menampilkan sosok lelaki sempurna tapi di belakang punggungnya dia menyimpan sebentuk luka yang dibiarkannya terbuka, mengabaikan rasa perihnya dengan lebih suka berkelakuan b******k. Hanya karena dia lelaki yang memiliki segalanya jadi lebih banyak wanita yang tidak peduli dengan predikat yang dimilikinya sejak meninggalkan New York. Seorang playboy dan penikmat kencan satu malam.
Sekitar dua tahunan ini, Zafier menetap di Jakarta karena sibuk melebarkan sayap bisnisnya di Negara Asia dengan mendirikan Gaster Tech. Corporation bersaing dengan banyak perusahaan sejenis di bidang teknologi yang sudah lebih dulu ada.
Zafier optimis kalau semua halangan dan rintangan itu hanya bertujuan satu hal yaitu kesuksesaan. Jadi ketika pegawai inti perusahaannya sedang gempar karena kalahnya mereka dalam Tender besar membangun ulang jaringan dan sistem keamanan untuk sebuah perusahaan minyak dunia yang berprofit Triliunan Dollar itu, Zafier malah asyik berkirim pesan dengan seorang wanita yang sebulan ini menemaninya bergelut di atas ranjang. Yah sebulan, entah kenapa dia betah bersama dengan wanita itu saat ini.
Dia yakin burung meraknya yang saat ini ada di apartemen khusus miliknya yang diperuntukkan untuk kencan panasnya sedang tersenyum genit.
"Zaf--"
Zafier tersenyum saat membalas satu pesan ke Helena, nama wanita itu, yang berniat menantangnya dengan mengirimkan foto bugilnya dan jelas Zaf menyambut tantangan itu dengan tangan terbuka. Siapa lelaki di dunia ini yang akan menolak ditawari foto bugil?
"Zafier Gaster!"
TRING.
Satu pesan masuk dan bisa dilihatnya ada foto yang disertakannya di sana. Zaf mengelus dagunya, menekan touchscreen ponselnya dan terpampanglah foto wanita cantik itu yang memang bugil tapi dari posisi belakang hanya memperlihatkan pundaknya yang ada tato mawarnya. Begitu menggiurkan untuk dikecup sampai membekas kemerahan, pinggangnya yang ramping bak gitar spanyol tapi dengan bongkahan p****t yang padat--
"ZAFIER GASTER!!!"
Lenyap. Ponselnya tiba-tiba lenyap bersamaan dengan suara memekakkan telinga itu membuatnya harus mengangkat pandangan dan menemukan sepuluh lelaki memandanginya dengan ekspresi kesal karena sejak tadi semua keluh kesah mereka terabaikan karena bos besar mereka malah asyik senyum-senyum sendiri menatap ponselnya. Ketika pandangannya beralih ke samping kanannya, berdiri menjulang sosok asistennya yang selalu berkoar akan melakukan pekerjaan secara professional tidak peduli memiliki bos dengan ketampanan yang membuat siapapun siap loncat ke dalam pelukannya. Itu terbukti sih dengan penolakan kasar wanita itu setiap kali Zaf iseng menggodanya.
"Freya, ponselku." Wanita cantik yang lebih suka menggulung rambut hitamnya ke atas itu mendelik dan menggenggam ponselnya seraya menjauhkannya dari tangan Zaf yang terulur. "Aku membutuhkannya sekarang, please."
Wanita manapun yang mendengar suara lembut juga tatapan mata menggoda Zafier pasti akan luluh seketika tapi tidak untuk Freya karena yang terdengar malah semburan kesalnya.
"Kamu mendengar tidak semua hal yang sejak tadi kami bahas di sini, Zafier?!" Freya jelas mencoba menahan amarahnya tapi tetap mencoba untuk bersikap sopan. "Jangan buat meeting penting ini jadi sia-sia karena kamu malah sibuk dengan yang lain. Kami membutuhkan tanggapan dan saranmu di sini."
Zaf merebahkan punggungnya di kursi dan mengangguk mendengarnya. Sejujurnya, semua yang hadir di sana sudah tahu dengan tabiat Zaf yang memang seperti itu karena mereka tahu akan ada saatnya di mana Zafier bertindak professional dan serius menanggapi semua persoalan yang ada tapi yah, tetap saja tidak didengarkan saat mereka sedang menggerutu itu menimbulkan kekesalan tersendiri.
"Memangnya apa sih yang sedang kamu lih--WHAAAT!!" Freya melotot saat memandangi ponsel Zaf yang layarnya memperlihatkan foto bugil wanita itu lalu langsung melepasnya begitu saja tidak peduli kalau ponsel bosnya itu akan terpelanting ke bawah dan rusak tapi dia lebih memilih meletakkan kedua tangannya di kepala dan menggeleng nampak frustasi. Zaf langsung sigap maju menangkap ponselnya sebelum sukses membentur lantai. "Ya Tuhan, ampuni dosa-dosanya selama ini." Freya selalu berdoa seperti ini untuk Zaf kalau mendapati kelakuan bosnya itu menggelikan.
"Amin," Dan Zaf akan selalu membalas dengan satu kalimat yang sama.
"Wait a second," ucapnya ke semua yang hadir di sana, mengetik cepat balasan untuk burung meraknya disertai senyuman dan setelah selesai dia meletakkan ponselnya di atas meja dan berdiri dari duduknya. Seketika semua yang ada di sana diam menunggu. Saatnya Zaf yang selengean tadi berubah serius sementara Freya terduduk di kursinya seraya melipat lengannya di d**a.
"Allison Tech. Corporation sudah berdiri sejak lima belas tahun yang lalu dan dimulai dari Negara ini lalu mencoba merambah ke luar Asia. Pamor mereka menjadi yang nomor satu di sini sementara perusahaan ini masih merangkak pelan-pelan untuk bisa sejajar dengan mereka. Tapi kekalahan kita kemarin bukan karena produk dan service yang kita tawarkan tidak bagus atau tidak bisa dipercaya tapi ini karena hal lain yang mengarah ke faktor internal."
"Apa maksudmu?" tanya Williem selaku Manager Marketing.
"Aku sudah mempelajari dan menganalisanya." Zaf berputar di sekitar area meeting di bawah tatapan semua yang hadir di sana. "Dengan kata lain, Tender yang dilempar ke publik ini hanya kedok belaka agar mereka terlihat sebagai perusahaan yang baik-baik saja. Apa kalian mengerti maksudku?"
"Aku simpulkan kalau maksud dari perkataanmu adalah--" Williem buka suara. "Ada atau tidaknya Tender itu, pihak perusahaan Franklin akan tetap memberikan proyek itu ke pihak Allison karena mereka sudah memiliki semacam kesepakatan tertutup."
"Gotcha," ucap Zaf dengan senyuman seraya menunjuk Williem. "Kesepakatan tertutup yang dilakukan oleh perwakilan Franklin dan juga Allison yang memiliki jabatan berpengaruh di sana dengan banyak kepentingan pribadi di dalamnya tanpa menimbulkan kecurigaan pimpinan tertinggai Franklin di Dubai. Jadi, sepuluh perusahaan yang kemarin mengikuti Tender kecuali Allison sama sekali tidak akan memiliki kesempatan untuk memenangkannya begitu juga dengan kita. Percuma saja sebenarnya kita mengikutinya kemarin tapi aku pikir itu harus tetap dilakukan supaya kita juga terlihat tidak tahu apa-apa seperti yang lainnya."
WIlliem berdiri dari duduknya menatap Zaf tajam. "Jadi, sejak awal kita mengurus dan memperjuangkan Tender itu, kamu sudah tahu kalau kita tidak akan menang?"
Zafier tersenyum, mendekat ke arah Williem dan menepuk pundak lelaki itu dengan keras mencoba menenangkan sedangkan yang lain hanya menggelengkan kepala dan hanya Freya yang berani mengungkapkan kekesalannya.
"Dasar sinting!!!"
"Aku memang tahu dan membiarkannya saja karena aku ingin melihat usaha kalian dan aku sama sekali tidak kecewa. Poin kita berada di bawah Allison dan aku puas mendapatkannya."
"Tapi kita kehilangan Tender mahalan itu Pak," desah Alvi seraya memijit pelipisnya.
Zafier tertawa, melangkah penuh percaya diri kembali ke tempat duduknya memandangi semua bawahannya.
"Pantas saja selama beberapa kali Franklin menggunakan jasa Allison untuk sistem perusahaan mereka yang besar itu," gumam Williem terlihat seperti lelaki yang patah hati. "Aku pikir adanya Tender itu bisa memberi sedikit kita celah untuk masuk ke sana."
Zafier tersenyum mendengarnya dan melipat lengannya di d**a dengan kharisma seorang pemimpin yang tidak bisa dilawan. "Aku tahu kalian sudah berusaha sangat keras untuk memenangkannya dan untuk itulah aku turun tangan memberikan sentuhan terakhir supaya usaha kalian tidak sia-sia."
Reflek, semua yang ada di sana langsung menoleh ke Zafier saat mendengarnya dengan tatapan penasaran begitu juga dengan Freya.
Zafier tersenyum miring, membuka ponselnya dan mengotak atiknya lalu berbalik ke arah kaca transparan di balik punggungnya yang perlahan menyala dan hanya menampilkan cahaya putih di sana. Sebuah proyektor berbasis wireless atau tanpa kabel yang terhubung dengan ponsel canggihnya lalu hanya dalam satu kali tekan di ponselnya, layar itu menampilkan sebuah email yang ingin diperlihatkan Zaf ke semua bawahannya yang terkesiap kaget dan melotot maksimal. Freya bahkan sudah berdiri dan mendekat seakan ingin memastikan apa yang dilihatnya itu benar.
Zafier minggir untuk memberikan akses lebih untuk semuanya memperhatikan setiap detail isi dari email yang diterimanya tadi pagi itu dan berucap santai. "Pada akhirnya, kita memenangkan tender ini dan aku ucapkan selamat untuk kalian yang sudah berusaha keras melakukan usaha yang terbaik."
"ARE YOU KIDDING ME, ZAFIER GASTER?" teriak Williem dan Alvi bersamaan seraya berdiri dari duduknya.
"Hmm tidak. Aku tahu kalian bingung kenapa proyek itu jatuh ke tangan kita tapi tidak usah dipikirkan. Anggap saja mereka berubah pikiran dan aku pastikan kalau itu adalah keputusan final mereka jadi setelah ini kalian semua harus berusaha maksimal membuat pihak Franklin terkesan dengan service dan produk kita supaya profit Triliunan Dollar itu bisa kita dapatkan."
Tentu saja semua yang ada di sana hanya bisa bengong memandangi antara layar dan Zafier yang berdiri di dekat pintu keluar dengan senyuman kemenangan.
"Yeah, aku sudah tahu kalian mau bilang apa. Aku memang hebat. Terimakasih," ucap Zafier kalem tapi terkesan congkak.
"KITA MENANG DARI PERUSAHAAN ALLISON," pekik Freya pada akhirnya. "TIDAK BISA DIPERCAYA!!"
Zafier tertawa pelan, membuka pintu ruangan meeting itu dan perlahan keluar dari sana meninggalkan semua bawahannya yang senang melihat kabar itu.
"Aku tahu Freya, kalau bos sintingmu itu pasti seorang hacker," ucap Alvi dengan pemikirannya sendiri yang terakhir kali dia dengar dan bersamaan dengan tertutupnya pintu ruangan meeting, layar proyektor yang ada di depan sana langsung menggelap dan email itu menghilang. Semuanya sontak melihat ke arah pintu tempat di mana Zafier tadi keluar.
"Sial, lelaki jenius!!' ucap Williem kagum. Dia tahu pasti ada sesuatu yang dilakukan lelaki itu sampai mereka bisa memenangkannya tapi Williem tidak peduli karena dia terlanjur senang dengan kabar yang diterimanya ini.
Sementara Zafier masuk ke dalam ruangannya dan berdiri di balik kaca transparan memandangi hamparan gedung-gedung kota Jakarta dengan wajah datar. Kesepakatan itu akan menimbulkan dampak yang lain dan Zafier harap kalau akibatnya tidak akan fatal terutama dari pihak Allison.
Ini semua bukan tentang uang tapi tantangan terselubung yang di dapatnya dari pemimpin Allison sendiri.
"Martin Allison, kamu menantang orang yang salah," gumamnya disertai senyuman miring.
Lalu ponselnya berbunyi, Zafier mengangkatnya dengan penuh senyum.
"Sayang, aku kedinginan di sini. Aku lupa menaruh bajuku di mana setelah berfoto tadi," katanya disertai dengan desahan.
Zafier tersenyum dan berbalik seraya berjalan ke arah pintu. "Jangan khawatir baby, aku akan menjadi penghangatmu. Tunggu aku di sana."
Pada akhirnya semua kekacauan dalam hidupnya ke depan berawal dari wanita. Tidak menyadari atau bahkan peduli kalau karma itu memang ada.
***
BRAK!!!!
Agam berjengit kaget saat pimpinannya menggebrak meja dengan penuh amarah sesaat setelah mendapatkan email pemberitahuan dari pihak Perusahaan Oil and Gas dunia yang memiliki banyak cabang dan perusahaan yang berpusat di Dubai, Franklin Offshore, yang akhirnya memberikan kontrak proyeknya yang selama ini ditangani oleh Allison Group ke Gaster Tech. Coorporation.
"Jadi lelaki itu benar-benar menerima tantanganku," ucapannya penuh penekanan. Ada amarah yang menggelegak di dalam dirinya saat ini.
"Pihak Franklin tidak memberikan alasan khusus kenapa mereka mengalihkan proyek itu ke Gaster Group dan saya tidak bisa menghubungi--" Agam terdiam saat tangan pimpinannya terangkat menyuruhnya untuk diam lalu berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah pembatas kaca ruangannya di lantai 25 gedung perusahaan Allison.
"Pak Martin--" Agam mencoba untuk memanggil.
"Kalau begitu, atur pertemuanku dengan Michael dari pihak Franklin secepatnya dan kamu cari tahu profile lengkap Zafier Gaster tanpa terkecuali," katanya masih sambil memunggungi Agam dengan intonasi tenang berbeda sekali dengan yang sebelumnya tadi.
"MENGERTI!!" teriaknya saat Agam tidak juga berbicara.
"Siap Pak," katanya cepat lalu mundur dan berbalik pergi dari sana meninggalkan bosnya yang berdiri diam memandangi kota Jakarta.
"Sialan kamu Zafier," desisnya dengan tangan terkepal. "Aku akan membuktikan kalau kamu hanya lelaki pecundang."
Amarahnya kembali menggelegak saat teringat dengan pertemuannya dengan lelaki itu sebulan yang lalu di club malam mewah di Jakarta saat mereka menginginkan satu wanita malam yang sama dan yang tercantik di sana.
Helena Siregar.
***
"Saya dipecat Bu."
Wanita cantik berambut coklat bergelombang itu tidak bisa menyembunyikan kekagetannya saat pada akhirnya kekejaman dunia kerja yang bisa sangat berutal membuatnya di depak dari perusahaan periklanan yang sudah lima tahun menjadi tempatnya menggantungkan harapan untuk bertahan hidup demi sesuap nasi.
"Apa salah saya Bu?" Dia jelas tidak terima.
"Kamu masih tidak sadar kesalahan yang sudah kamu lakukan?!" kata beliau dengan ekspresi marah sementara dia hanya bisa menggelengkan kepala.
"Kamu telah melanggar aturan dengan diam-diam memberikan service gelap ke pihak pelanggan untuk mendapatkan kontrak dan itu sangat tidak bisa dibenarkan," ucap Ibu Siksa selaku Manager HRD.
"Tapi Bu--"
"Saya tidak mau mendengar penjelasan apapun lagi." Wanita itu hanya bisa diam dengan tangan terkepal. "Kamu kemasi barang-barang kamu dan mulai besok cari pekerjaan di tempat lain. Di sini kami tidak bermain dengan cara kotor. MENGERTI!!" teriaknya membuat wanita itu berjengit kaget.
"Bukan saya Bu--"
"KELUAR!!!" bentakan itu akhirnya menyadarkannya kalau dia sudah tidak memiliki hak untuk berbicara dan menjelaskan semuanya. Dengan langkah gontai, dia keluar dari sana dan berjalan ke arah ruangannya di bawah bisik-bisik semua pegawai yang dilewatinya.
"APA KALIAN LIHAT-LIHAT?!" Teriaknya dengan kesal seraya memberikan pelototan.
Semuanya langsung pura-pura tidak melihatnya dan dengan langkah lebar disertai gebrakan pintu, dia keluar dari sana dan membereskan mejanya.
Mencoba mati-matian menahan amarah karena apa yang sudah dituduhkan Ibu Siska padanya sangat tidak benar. Memang sih ada beberapa wanita dari bagian marketing yang melakukan cara licik itu untuk mendapatkan kontrak tapi dia bukanlah oknumnya.
Tersangkanya sedang mengambil cuti dengan sengaja karena semua ini memang rencananya. Sejak dulu rekan kerjanya itu sudah membencinya entah apa alasannya.
Wanita itu keluar dengan lesu tanpa perlu pamitan dengan teman-temannya yang lain dan terduduk di bangku taman tidak jauh dari jalan raya seraya memeluk tas kerjanya. Dia belum tahu akan melamar kerja di mana tapi yang pasti dia membutuhkan pekerjaan untuk tetap hidup.
"Ah menyebalkan!!" desahnya seraya menangis dan menutup wajahnya tidak peduli kalau orang lain akan melihatnya. "WANITA SIALAN!!!" teriaknya lagi membuat seorang Ibu yang membawa balitanya langsung kaget saat melintas di depannya dan memandanginya dengan tatapan sinis.
"ARRGGHHH!!!" geramnya lagi dan menunduk memegangi kepalanya yang berdenyut pusing sampai matanya menangkap sepasang sepatu kets putih yang berdiri di depannya membuatnya kaget lalu dia mengangkat pandangannya ke atas dan ternganga kemudian mengucek matanya.
Lelaki itu tersenyum dan merentangkan tangannya membuat wanita itu hanya bisa mengerjapkan matanya.
"Apa kamu tidak merindukanku, Shine Aurora," ucap lelaki itu.
"Arsen--" ucap Shine tidak percaya lalu berdiri dan memeluk lelaki itu yang balik memeluknya dengan erat. "Aku juga merindukanmu, Arsen."
Seketika, Shine melupakan kesedihannya yang tadi dan tersenyum bahagia di pelukan lelaki itu.
***