Kenzi memasuki ruang kerja Ellea, tampak Ellea hanya seorang diri, berkutat di komputernya. Dia menoleh melihat seorang membuka pintu kaca tersebut.
“Nando ada?” tanya Kenzi. Ellea menggeleng.
“Baru saja keluar,” jawabnya seraya melihat jam tangannya, sudah masuk waktu istirahat.
“Titip ini ya,” tutur Kenzi seraya menghampirinya dan menyerahkan berkas untuk Nando. Ellea menerimanya dan meletakkan di mejanya.
“Kamu sudah makan?” tanya Kenzi. Ellea menggeleng.
“Belum lapar,” jawabnya pelan.
“Ya sudah aku makan duluan,” ucap Kenzi.
“Ehm mas sebentar deh, mau tanya ini kenapa ya? Muncul terus dialog boxnya setiap buka PDF,” tutur Ellea menunjuk layar komputernya. Kenzi memegang sandaran kursi Ellea sementara tangan satunya memegang mouse Ellea yang membuat wanita itu menarik tangannya dari mouse tersebut. Meski telah menikah namun degup jantung Ellea masih berdetak tak karuan dengan jarak sedekat ini, terlebih mereka di kantor, meskipun memang ruangan Ellea agak tertutup dan para karyawan mungkin sedang keluar.
Kenzi mencari penyebabnya, lalu dia menelusuri browser, karena sepertinya membutuhkan waktu lama, dia menarik kursi Tora dan duduk di samping Ellea, Ellea menggeser kursinya. Kenzi justru menarik kursi Ellea agar kian dekat.
“Ngapain jauh-jauh?” sungutnya. Ellea hanya tersenyum tak enak. Ellea merasakan tangan sebelah Kenzi memegang tangannya dibawah meja. Sesekali melepasnya untuk mengetik sesuatu di kolom pencarian.
“Oh ini dia masalahnya,” ujar Kenzi yang memang lebih paham dunia komputer. Dia mengotak atik komputer itu.
“Save semua dokumen, ini mau direstart,” tutur Kenzi. Ellea menurutinya menyimpan semua dokumen yang telah dia buat dan merestart komputernya. Mereka hanya perlu menunggu hingga layar itu menyala kembali. Dia bersandar di kursi.
“Ini kenapa masalahnya?” tanya Ellea. Kenzi telah melepas tangan Ellea dan memainkan ponselnya.
“Ada ornamen yang hilang, entah kehapus atau memang crack, jadi harus diperbaharui dan install ulang,” ucap Kenzi.
“Oh gitu, nanti enggak akan muncul lagi? Mengganggu banget soalnya,” ucap Ellea.
“Semoga sih enggak, tuh coba buka PDF lagi,” tutur Kenzi yang melihat layar komputer Ellea sudah menyala.
Ellea mencoba membuka file dengan format PDF dan tidak menemukan masalah lagi. Dia menoleh pada Kenzi.
“Makasih ya, Mas,” tutur Ellea seraya tersenyum senang. Kenzi mengangkat kedua alisnya.
“Besok jangan bawa motor ya, kita pulang bareng,” ujar Kenzi seraya berdiri dan mendorong kursi Tora ke tempatnya.
“Pulang bareng?”
“Iya katanya mau lihat rumah yang kamu mau? Kebetulan rumahku dan ibu sudah ada yang nawar nih,” ucap Kenzi menunjukkan ponselnya.
“Wah serius?” tanya Ellea. Kenzi mengangguk.
“Syukurlah. Oke nanti aku nebeng temen deh, atau naik kereta,” ucap Ellea. Kenzi hanya mengiyakan lalu dia keluar dari ruangan Ellea berpapasan dengan Tora di depan pintu. Dia melihat Tora yang membawa dua box makanan sepertinya satu untuk Ellea.
“Ngapain mas Kenzi dari sini?” tanya Tora menyodorkan satu box makanan untuk Ellea.
“Nitip dokumen untuk mas Nando, pedes enggak?” ucap Ellea yang memang memesan makanan online dan Tora kedapatan mengambilnya karena kalah suit tadi.
“Pedes lah, tuh liat tulisannya, pedas!” sungut Tora.
“Asik,” ujar Ellea tak terganggu dengan sungutan temannya itu. Dia membuka box mie yang brandnya cukup terkenal tersebut. Lalu mengambil alat makannya. Mereka makan di ruangan karena memang ada banyak pekerjaan yang harus mereka lakukan.
“Yakin cuma nitip dokumen? Bukan mesra-mesraan?” goda Tora membuat pipi Ellea bersemu, teringat malam panas mereka. Semoga malam itu bisa terulang kembali nanti setelah mereka tinggal bersama.
“Wah makan apa?” ujar Nando yang baru memasuki ruang kerja. Ellea yang tengah menikmati mie itu menoleh dan memotong mie dengan giginya.
“Makan Mas,” tawar Ellea. Nando menjawab dengan senyuman.
“Saya puasa sunah,” ucapnya.
“Oh maaf Mas,” ujar Ellea diekori Tora. Nando hanya tersenyum lalu mengangguk.
“Oiya mas ada berkas dari mas Kenzi,” tutur Ellea pada Nando, menyodorkan dokumen yang tadi diberikan Kenzi padanya.
“Oh sudah di acc pembeliannya? Nanti setelah istirahat dipesan ya barangnya,” tutur Nando membawa berkas itu ke dalam ruangannya. Ellea hanya mengangguk. Lalu dia melanjutkan makannya.
“Tuh laki-laki sholeh,” bisik Tora membuat Ellea menyikutnya. Seandainya Tora tahu bahwa dia telah menikah dengan Kenzi. Mungkin Tora tak akan sibuk meledeknya seperti ini. Namun Ellea menggeleng, memberi tahu Tora sama saja dengan memberi tahu semua orang.
***
Naik kereta adalah hal yang paling dihindari oleh Ellea, bukan karena tak ada alasan. Dia pernah menjadi korban pelecehan seksual di sarana transportasi tersebut. Kejadian itu sudah lama, ketika dia sekolah SMA, guru meminta para murid untuk ke senayan. Dia bersama satu temannya naik kereta di pagi hari itu, hingga dia merasakan seorang pria mendorong tubuhnya ke arah pintu. Dia sangat terkejut, di kereta sebenarnya dia bertemu beberapa teman prianya.
Namun teman pria itu tak bisa berbuat apa-apa selain menyelamatkan teman perempuan Ellea, sementara dia hanya mampu menahan tangis karena mungkin teman lainnya itu diancam, lagi pula Ellea tak terlalu mengenal dekat teman-temannya yang lain.
Pelecehan kedua dialami saat dia ingin interview kerja, beruntung saat itu dia membawa tas tangan sehingga dia meletakkan tas itu di bokongnya. Meskipun dia sangat ingin menangis, pulang interview dia naik bus, meskipun jaraknya lebih jauh namun dia merasa aman.
Dia memang beberapa kali lagi naik kereta namun tak berani sendiri, hal itu membuatnya trauma. Dia selalu bersama keluarganya. Dan kini dia akan naik kereta sendiri. Katanya sekarang hal-hal seperti itu sudah berkurang. Lagi pula ada gerbong khusus perempuan.
Setelah sepuluh tahun bekerja, ini kali pertama Ellea naik kereta lagi, dia berdiri di peron menunggu kereta yang membawanya ke stasiun terdekat dari kantor.
Kereta berhenti tepat di depannya, dia dan puluhan penumpang berlarian menuju gerbong. Ellea memilih gerbong khusus perempuan, meski lebih sempit dan mungkin bisa dikatakan lebih bar-bar karena memang alat transportasi menuju ibu kota itu selalu sarat akan penumpang.
Ellea berhasil masuk meski terdorong. Biarlah dia aman di tempat perempuan. Dia memegang handle kereta dan alat transportasi itu melaju. Sesak yang dirasakan ditahannya. Harusnya dia bisa bareng temannya yang searah namun sayang temannya sedang cuti sehingga dia memutuskan naik kereta. Dia akan menyambung naik ojek online nanti.
Lama-kelamaan Ellea merasakan pegal yang luar biasa, dia telah mengirim pesan pada Kenzi bahwa dia di kereta, tak menyangka bahwa Kenzi telah menunggu di stasiun hingga dia tak perlu lagi naik ojek online.
Ellea tampak sangat kucal, rambutnya berantakan dan berkeringat, dia hanya cemberut ketika Kenzi memintanya naik. Ellea meletakkan dagu di bahu Kenzi ingin menangis.
“Kenapa?” tanya Kenzi memegang tangan Ellea yang melingkari perutnya. Kenzi telah melajukan sepeda motornya.
“Sesak, desak-desakan naik kereta,” rungut Ellea.
“Enggak biasa, kalau sudah biasa juga enggak akan berat,” tutur Kenzi, dulu dia sering naik kereta ketika masih menjadi seorang suami, lebih hemat dan juga tidak membuang energinya membawa sepeda motor, yang penting adalah tidak terjebak hujan atau banjir.
“Maybe, enak naik motor sih. Enak lagi naik mobil masuk tol langsung sampai depan kantor,” tutur Ellea yang memang pernah karena suatu acara diantar naik mobil kantor menuju rumahnya.
“Ya nanti kita naik mobil aja, patungan bensinnya ya,” kekeh Kenzi.
“Benar lho?” ujar Ellea dengan mata membesar. Kenzi hanya mengangguk. Ellea cukup terkejut ketika Kenzi mengajaknya ke parkiran tanpa meninggalkannya di mini market.
“Memang enggak apa-apa kita bareng? Kalau ada yang lihat bagaimana?” tanya Ellea.
“Bilang aja habis sarapan bareng,” ucap Kenzi datar.
“Cie mau go publik,” goda Ellea membuat Kenzi tertawa.
“Terserah,” kekehnya. Ellea yang telah melepas pelukannya sedari tadi, melihat suasana kantor di pagi hari, tidak terlalu ramai dan tak ada yang mengenal mereka. Dia pun bernapas lega, Setidaknya dia bisa menghindari gosip.
***