Enam

1321 Kata
Suara pintu kamar diketuk dari luar, Ellea terperanjat, mereka sudah mulai bisa mengatur napas. Kenzi melihat smart watch di tangannya yang memang selalu dipakainya ke manapun. “Pakai baju,” perintah Kenzi membuat jantung Ellea nyaris copot. Apakah ada sidak? Apa hotel bintang empat suka ada razia seperti itu? Ellea mengambil bajunya dengan tergesa, Kenzi tampak lebih santai. Mengambil kaos dan celana pendeknya yang dia hempaskan tadi. Ellea langsung mengambil ponselnya, mencari bukti bahwa dia telah menikah secara agama dengan suaminya, ada surat perjanjiannya dan dia memotretnya jika sewaktu-waktu diperlukan. Namun tetap saja jantungnya tak bisa berfungsi normal. Detaknya pasti lebih dari batas normal. Kenzi berjalan ke arah pintu dan membuka pintu itu. Sementara Ellea merapikan rambut di ranjangnya masih merasa sangat terkejut. Seorang petugas hotel membawakan kue ulang tahun dengan cream berwarna putih dan diatasnya dibentuk bunga-bunga yang indah berwarna pink dan merah. “Mau dinyalakan lilinnya, pak?” tanya petugas hotel itu. “Iya boleh, kebetulan saya tidak punya korek,” tutur Kenzi yang memang tidak merokok itu. Petugas itu mengeluarkan pemantik api dari saku dan menyalakannya. Kenzi berterima kasih seraya merogoh saku celana pendeknya dan memberikan tip untuk petugas itu. Lalu Kenzi menutup pintu itu, Ellea langsung berdiri terkesiap. “Happy birthday,” tutur Kenzi, Ellea menarik napas lega, terduduk lemas di ranjang, dia memegangi bagian depan tubuhnya. “Aku kira ada razia,” rengeknya. Kenzi hanya tersenyum dan menghampiri Ellea. “Ayo tiup,” ucapnya. Ellea meniup lilin itu. Kenzi memeluknya erat, Ellea membalas memeluknya dan meletakkan kepala di dadanya. Mencolek cream tersebut dan memasukkan ke mulutnya. Manis. “Pakai sendok,” tutur Kenzi, melepas pelukan Ellea dan menuju meja makan, ada sendok di sana. Dia meletakkan kue di meja makan. Ellea menghampirinya dan duduk di kursi. Kenzi menyerahkan sendok itu. “Sebentar,” tutur Kenzi yang kemudian menuju tasnya, mengambil sebuah kotak dari tas itu. Sebuah kotak berwarna hitam. “Apa ini?” tanya Ellea, Kenzi meminta Ellea membukanya. Ada kotak ponsel yang tidak disegel. “Handphone?” “Ya, kado ulang tahun. Kamu sudah lama enggak ganti handphone kan? Itu tipenya sama kayak aku,” ucap Kenzi. Bahkan warnanya pun sama. Berwarna hitam. “Ahhh makasih Mas,” ucap Ellea berdiri dan mengecup pipi suaminya. Kenzi hanya meringis pasalnya bibir Ellea terkena cream dan berminyak. “Itu baru ya, aku buka segelnya untuk cek kondisi,” tutur Kenzi yang diangguki Ellea. Ellea pun mengambil ponsel lama miliknya yang bahkan sudah dipakai bertahun tahun olehnya. Lalu dia larut mengganti ponsel tersebut dengan ponsel baru, menyalin data dan galerinya. Dibantu oleh Kenzi tentunya. Kemudian setelah puas bermain ponsel barunya dia pun menyusul Kenzi berbaring di ranjang. Kenzi sudah menonton film box office. Ellea menyeruak ke rengkuhannya, Kenzi memeluknya erat dengan menyatukan tangannya melingkari tubuh sang istri. “Mas, boleh tanya satu hal?” tanya Ellea. “Apa?” tanya Kenzi. “Tadi aku ketemu pak Haris, katanya mas pernah mau lamar Tia?” tanya Ellea. “Oh itu,” jawab Kenzi datar. “Iya, kapan itu?” “Udah lama, setahunan lalu kayaknya,” jawabnya masih dengan nada datar. “Mau cerita?” “Hmmm, waktu itu pas ketemu dia tiba-tiba aja pengen kenal dan mau deket sama dia, tapi pas aku bilang mau ketemu orang tuanya, dia langsung slow respon, keliatan kalau enggak prioritasin aku, jadi ya udah, aku juga malas lagi,” ucap Kenzi. “Kamu mau sama dia karena kalian satu suku ya?” tanya Ellea menahan sesak di dadanya. “Enggak juga,” jawab Kenzi yang seolah tak mau membahas lebih lanjut. “Ya sudah,” tutur Ellea menahan rasa penasarannya. Sudahlah toh itu sudah berlalu, pikirnya. “Rumah ibu mau dijual kakak, katanya uangnya mau dibagi dua sama aku, terus aku juga kayaknya mau jual rumahku, semakin tua makin kerasa capek perjalanan di motor sembilan puluh menit,” tutur Kenzi. “Rencana mau beli di mana?” tanya Ellea. “Waktu itu kamu pernah nanyain ke aku untuk tanya harga rumah di komplek dekat rumah orang tua kamu kan?” tanya Kenzi. Ellea mendongak melihat wajahnya, rahangnya yang tegas dan hidungnya yang mancung. Kenzi menunduk menatap Ellea dan mengecup keningnya. Ellea hanya tersenyum. “Jangan rumah itu, kelihatannya horror, lagian modelnya terlalu ketinggalan jaman, kayak film Bidadari tahun sembilan puluhan,” kekeh Ellea, lagi pula rumah itu sangat mahal. Dulu dia pernah melintas di komplek itu dan melihat tulisan rumah yang dijual, dia memotret nomor teleponnya dan iseng meminta Kenzi bertanya harganya. Kenzi menurutinya, mengirim pesan pada pemilik rumah tersebut dan mereka tertawa setelahnya karena harganya sangat mahal. Ellea saja tidak punya cadangan uang apalagi tabungan. “Bukannya itu rumah impian kamu?” tanya Kenzi. Ellea menggeleng. “Ada satu lagi, beberapa rumah dari rumah itu, kayaknya bagus, modern gaya bangunannya, dan rumahnya baru renovasi, mungkin hanya untuk dijual, garasinya juga besar,” ucap Ellea. “Dua lantai kayaknya, kalau rumah sebelumnya kan tiga lantai,” imbuhnya. “Ada nomor teleponnya?” tanya Kenzi. “Kamu mau beli rumah di sekitar sana?” “Ya biar dekat, kan kamu bisa tinggal bareng aku,” ucap Kenzi. Ellea hanya menahan senyumnya. “Kalau enggak sama anak-anak, aku enggak bisa, kasihan mereka,” ucapnya getir. “Ya ajaklah, masa ditinggal,” tutur Kenzi. “Mas, serius?” tanya Ellea. Kenzi mengangguk. “Iya, sudah tidur sudah malam,” tutur Kenzi. Ellea memeluknya erat. Meskipun malam itu mereka berdua justru susah tertidur entah karena apa? Barulah menjelang pagi, setelah mandi dan beribadah subuh mereka bisa terlelap tidur. Dan bangun di pukul delapan pagi untuk sarapan, lanjut check out. Kenzi mengantar Ellea sampai ke parkiran kantor, lagi pula hari ini kantor libur dan pasti sepi. Mungkin hanya ada beberapa karyawan yang memang masuk saat weekend saja, seperti petugas kebersihan dan keamanan, juga bagian pengiriman barang. Ellea menyalami Kenzi yang kemudian melajukan motornya, Ellea mengambil sepeda motornya, memasang musik seperti biasa, lalu melajukannya. Sebenarnya dia masih merasakan abu-abu, namun ajakan Kenzi untuk tinggal bersamanya dan anak-anak bukankah hal yang baik. Ellea kemudian tersenyum, dia memutuskan membeli makanan dan minuman untuk anak-anaknya, lagi pula ibunya mengirim pesan katanya anak-anak sudah diantar pulang. *** Ellea pulang membawakan makanan dan minuman favorit anak-anaknya, mereka menyambut dengan suka cita. Meluncurlah cerita mereka tentang ibu sambung mereka yang tidak menyambut mereka dengan baik. Ellea sejujurnya sangat kesal, bagaimana bisa anak-anak justru disuruh menginap di rumah neneknya, dikuncikan pintu tidak boleh masuk ke rumah itu, padahal rumah itu hak mereka. Rumah yang dibangun dari gaji Ellea dan mantan suaminya. Ayah Ellea yang mendengarnya pun cukup kesal, begitu pula ibu Ellea. Mereka mengatai ibu sambung Ghais dan Ghania sangat angkuh dan arogant. Orang tua Ellea meninggalkan rumah karena ada urusan keluar katanya mau bertemu teman mereka, meninggalkan Ellea dengan kedua anaknya. “Sudah enggak perlu sedih, biar saja. Oiya om Kenzi bilang, dia mau jual rumahnya, dan kemungkinan nanti kita akan tinggal bareng sama om Kenzi?” ucap Ellea. “Suami mama?” tanya Ghais. Ellea mengangguk. “Om yang punya kucing, Ma?” tanya Ghania. Mengingat bahwa dia pernah ikut ke kantor ibunya dan dia bersalaman dengan Kenzi yang mengatakan bahwa dia memiliki anak kucing di rumah. “Ya tapi kucingnya sudah mati karena sakit,” ucap Ellea. “Ma, nanti kalau tinggal bareng aku boleh pelihara kucing?” tanya Ghania. “Boleh dong, Om Kenzi juga suka kucing,” tutur Ellea seraya mengusap kepala putrinya. Ghania melonjak senang, selama ini dia mau memelihara kucing namun tidak diperbolehkan oleh neneknya. “Tinggal di mana? Nanti jauh dari sekolah enggak?” tanya Ghais sambil menikmati pizza kesukaannya. “Kalau fixed, om mau beli rumah yang kita impikan,” tutur Ellea. “Di komplek itu?” tanya Ghais dengan mata membesar. “Yup,” jawab Ellea. Ghais tampak senang mendengarnya. Itu adalah rumah impian mereka, terlebih jaraknya cukup dekat dengan sekolah mereka nanti. Ellea senang bisa melihat senyum putra putrinya yang langsung mengutarakan impian mereka selanjutnya. Ellea berharap Kenzi bisa membantu mewujudkan impian putra-putrinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN