Setelah pergi nonton dan juga makan di luar, untuk memenuhi acara kencan mereka kali ini.
Cedric mengantarkan Valerie ke kediamannya. Hanya mengantar saja, tidak mampir maupun menginap, karena ia yang harus bersiap-siap, untuk datang ke kediaman orang tuanya besok.
Lumayan jauh. Ada di luar kota. Di sini ia hanya sendiri. Karena memang diminta untuk menangani cabang perusahaan. Masih banyak perusahaan lainnya yang tersebar. Termasuk, dengan yang ditangani oleh kakaknya juga.
"Besok jadi pergi??" tanya Valerie yang dari raut wajahnya, sudah menampilkan raut tidak rela. Bagaimana tidak, baru diajak kencan resmi dan baru diangkat tinggi-tinggi, untuk menjadi pasangan, kini, ia malah ditinggal pergi begini.
"Iya. Lagipula, sudah tidak pulang ke sana beberapa bulan ini."
"Oh." Valerie tertunduk diam. Apa tidak mau mengajak ia dan juga mengenalkan ke keluarga besarnya? Ah tapi, sepertinya tidak mungkin juga. Siapa ia, harusnya bisa sedikit tahu diri juga, bila memang dirinya tidaklah sepadan. Sudah dapat hati malah minta diberi jantung juga. Harusnya, ia sudah cukup senang, dengan begini saja. Kenapa mengharapkan yang lebih dari ini?
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya??" ucap Cedric sambil hendak memutar tubuh. Namun, malah dicegah oleh Valerie.
"Tunggu dulu!"
"Ya? Kenapa?" tanya Cedric yang kembali menatap Valerie lagi.
"Em, apa kamu tidak mau menginap malam ini??" tanya Valerie.
"Ha??" Cedric mengangkat alisnya dan Valerie cepat-cepat meralat ucapannya tadi sambil menggeleng kuat-kuat.
"Tidak kok. Tidak apa-apa. Aku salah bicara tadi," ucap Valerie. "Ya sudah, hati-hati di jalan," ucap Valerie sambil melambaikan tangan.
Cedric tertegun sejenak. Ia menatap Valerie saja, yang raut wajahnya kini memancarkan kebingungan, karena Cedric yang hanya diam saja di hadapannya.
Namun kemudian, Cedric mencondongkan kepalanya dan memberikan Valerie sebuah kecupan di pipinya, yang tiba-tiba memunculkan rona merah.
"Aku pergi dulu ya?" ucap Cedric pelan sambil mengelus kepala Valerie dengan lembut.
Valerie mengangguk patuh dan tidak rela. Tapi tidak bisa menahan Cedric lebih lama lagi di sisinya. Cedric benar-benar pergi kali ini. Ia masuk ke dalam mobilnya lagi dan sempat melambaikan tangan, sebelum kemudian melaju pergi dari kediaman Valerie.
Hembusan napas yang panjang Valerie lakukan. Pergi juga. Ia jadi tidak bisa melihat Cedric dalam beberapa hari ke depan ini. Entah kapan kembali. Yang jelas, Valerie akan sangat menantikan kepulangannya.
Valerie masuk ke dalam rumah dan menutup serta mengunci pintu rumahnya. Lalu naik ke lantai atas dan melompat ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya dalam posisi telentang. Tangan kanannya nampak meraba ke leher dan menarik sebuah tali hitam, yang terhubung pada sebuah liontin berbentuk memanjang, dengan warna yang senada dengan tali tersebut. Valerie memilin-milin liontinnya dan memandangi liontin tersebut sambil tersenyum tipis, saat ingat, bila Cedric juga selalu memakainya seperti tadi. Bahkan tanpa disembunyikan di dalam baju seperti dirinya.
Ya, Valerie sembunyikan dan ia melakukan itu juga, karena merasa harus merahasiakan hubungan, apalagi saat di tempat kerja. Agar masih terlihat profesional juga. Tidak sampai terkena gosip yang tidak-tidak, belum lagi, karena Felix yang belum juga ditendang dari jabatannya yang sekarang. Masih terlalu senang untuk menyiksanya pelan-pelan. Untunglah, perlakuan yang ia terima selama ini dari Felix, tidaklah seistimewa itu. Jadi, ia bisa dengan begitu bengis, melancarkan aksi pembalasan untuknya. Tetapi mulai besok, sepertinya ia harus menghadapi sendiri, spesies makhluk yang memuakan itu, karena lelaki yang kini menjadi orang istimewa di hidupnya, tidak akan ia lihat beberapa hari ke depan di kantor maupun di rumah.
Valerie berguling ke samping dan meringkuk bagai udang. Ia berdiam diri sampai akhirnya mencoba untuk terlelap.
Esok harinya.
Cedric bangun dengan malas. Tapi tetap harus bangun cepat, demi pulang dan datang ke kediaman orang tuanya. Pakaian sudah melekat di tubuhnya, sesaat setelah ia membersihkan diri di kamar mandi. Arloji ia kenakan di pergelangan tangan kirinya dan ponsel serta kunci mobil, ia ambil dari atas nakas.
Pintu apartemen dibuka. Cedric melangkah keluar dan memastikan pintu terkunci dengan baik, setelah itu menaiki lift dan turun basement. Kunci mobil dibuka dari jarak kurang dari satu meter, Cedric pun masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya, kemudian melaju pergi setelahnya.
Sementara itu di tempat lain.
Valerie terlihat duduk dan menatap serius pekerjaannya sendiri. Tidak lirik sana sini, sampai seseorang yang entah darimana sudah berdiri di dekatnya.
"Bos dimana??" tanya Felix.
Valerie tidak menoleh sama sekali. Ia sibuk berkutat sendiri dan menjawab seperlunya, pertanyaan dari orang yang tingkat menyebalkannya cukup tinggi ini.
"Pergi keluar kota," jawab Valerie singkat.
Senyuman menyeringai pun muncul dengan kata-kata cibiran pedas, yang terlontar dari mulut tersebut.
"Jadi, peliharaannya ini tidak dibawa juga kah???"
Valerie menoleh dan mendelik sambil menelan salivanya sendiri.
"Jangan bicara yang bukan-bukan!" cetus Valerie penuh amarah.
"Apa?? Aku hanya sedang mengatakan kenyataan saja. Jangan terus berpura-pura, seperti tidak tahu apa-apa. Selama kamu bekerja di sini, pekerjaanku jadi sulit. Seharusnya, kamu tidak lagi bekerja di sini. Apalagi sampai menjadi simpanan bos, hanya untuk mempersulit pekerjaanku."
Valerie melirik ke arah sekeliling, untuk memastikan tidak ada yang mendengar kata-kata memuakkan, yang Felix lontarkan padanya.
"Berhenti mengatakan hal yang memuakkan itu!" seru Valerie dengan suara tertahan, karena tidak ingin membuat keributan.
"Oh ya? Memuakkan?? Bukannya, justru kamulah yang memuakkan? Mungkin sekarang, bos sedang bersama dengan wanitanya yang lain. Tidak mungkin juga kan? Lelaki yang memiliki jabatan, cukup dengan satu wanita saja," ucap Felix sebelum akhirnya pergi dari hadapan Valerie.
Valerie bergeming dengan pikiran yang tengah berkecamuk sendiri. Pernah mengalami pengkhianatan, membuatnya jadi merasakan keraguan itu dengan cukup hebat. Tapi, tidak mungkin kan, apa yang Felix katakan tadi benar sepenuhnya??
Valerie ingin menguji dan membuktikannya sendiri. Ia coba hubungi Cedric. Namun, panggilan telepon darinya tak kunjung Cedric jawab. Masih mencoba untuk berpikiran positif. Valerie berpikir, bila mungkin Cedric masih berada di jalan dan tengah serius menyetir. Ia sampai lupa juga. Bila perlakuan Cedric padanya juga berbeda dari perlakuan Felix. Jadi, tidak mungkin juga kan, bila perkataan Felix itu benar. Cedric tidaklah sebrengsekk dirinya.
Di sebuah rumah mewah nan megah. Cedric memarkirkan mobilnya. Ia turun dan menatap rumah tersebut, dengan helaan napas yang panjang. Kemudian, ia pun melangkah masuk ke dalam rumah itu.
Baru satu kaki yang melangkah, sudah ada banyak orang yang berkumpul di sana. Sofa hampir penuh, oleh keluarganya dan juga keluarga lain, yang langsung tersenyum semringah, saat melihat kedatangan Cedric.
"Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Tunggu sebentar ya?" ucap wanita yang berpakaian cukup formal dengan rambut pendek yang diwarnai kecoklatan, untuk menyamarkan warna putih di rambutnya, yang kini pergi dari sofa dan menyambut kedatangan Cedric.
Lengan Cedric langsung digandeng dan dibawa oleh wanita, yang merupakan ibu dari Cedric sendiri, Carolyn. Cedric pun disuruh untuk menyapa para tamunya dulu, sebelum di dudukan diantara kakaknya, Clark dan ayahnya, Carlos.
"Ini dia. Putra kedua dari keluarga kami, Cedric."
"Em, Mom? Ada apa di sini ya?? Bahkan, Cedric baru tiba dan kita sudah berkumpul begini?" ucap Cedric sambil menoleh kepada sang ibu, yang duduk di samping Clark.
"Kami sedang membicarakan perjodohan antara kamu dan putri kami, Lucy. Bukan begitu Nyonya?"
"Iya, Tuan Dalton. Betul sekali."
Cedric membuka mulutnya dan menganga. Bahkan, tidak ada yang mengatakan hal ini kepadanya. Dia menjadi orang penting di acara, yang bahkan tidak ia ketahui sama sekali.
"Em, sebentar. Saya permisi dulu," ucap Cedric yang langsung bangkit dan pergi dari kerumunan itu.
Carolyn bergegas bangkit juga dan menyusul Cedric, hingga langkah Cedric terhenti di halaman belakang dan Carolyn yang hendak membawa Cedric kembali, malah ditolak mentah-mentah.
"What is this, mom?? Kenapa ada acara seperti ini, tanpa sepengetahuan Cedric!??"
"I told you, right?? Apa kamu tidak ingat?? Memangnya, untuk apa Mommy menyuruh kamu pulang??"
"Iya tapi, tidak langsung begini!! It's crazy! Cedric hadir di acara, yang bahkan Cedric tidak tahu sama sekali, bila akan terjadi hari ini juga! Mom, come on! Jangan egois begini. Pikirkan Cedric. Pikirkan Kak Clark juga. Dia saja belum menikah lagi. Tapi adiknya sudah disuruh menikah dan melangkahinya."
"Tapi kakak kamu juga sudah setuju. Kamu lihat sendiri kan tadi?? Dia ada di tengah-tengah kita. Dia ikhlas, bila harus dilangkahi adiknya."
"Iya tapi Cedric yang tidak ikhlas! Sudahlah. Mommy urus sendiri. Cedric angkat tangan!" seru Cedric sambil kembali pergi dan menuju ke paviliun.