Kejutan

2024 Kata
Pulang dari rumah mertuanya, Shalsha membawa banyak makanan yang membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum. Alamak menghemat banyak kalau seperti ini. “Pak, ada banyak daging ayam. Mau dibuat apa?” “Terserah, asal jangan yang pedes.” “Okay.” Shalsha kembali focus memainkan ponselnya. Melihat jadwalnya untuk seminggu kedepan. Suaminya akan pergi ke Thailand, dia mungkin harus menyiapkan sesuatu? “Ke Thailand mau berapa malam?” “Kenapa memangnya?” “Bukan apa-apa, kan nanti saya yang siapin baju dan lain-lainnya, Pak. Emang gak akan bawa baju?” “Bawa, buat dua malam.” “Mau bawa makanan juga?” “Apaan gak usah.” “Biasa aja kali jawabnya. Kenapa sewot gitu?” tanya Shalsha kesal. Danu sudah mulai terbiasa dengan sifat perempuan ini, ternyata susah dikendalikan juga padahal Danu sudah menegaskan kalau dirinya yang lebih berkuasa disini. Kalau dibalas, alhasil Danu akan sakit kepala. Yasudah, mending diabaikan saja daripada berujung pertengkaran. Sampai mobil tiba-tiba berhenti. “Turun.” “Loh, Pak? Saya salah apa?” raut wajahnya langsung berubah. “Saya gak bermaksud bentak bapak, orang bapaknya sendiri yang naikin nada bicara duluan, saya kan ngimbangin aja, Pak.” “Turun, saya ada keperluan.” “Kemana?” “Gak usah ikut campur urusan saya.” Shalsha tersenyum, memang iya, tapi tidak etis juga jika menurunkannya disini. “Ini malam loh, Pak.” “Ada taksi online, kamu pesan nanti pindah.” Terlihat wajah sang suami yang tampak serius, seperti ada persoalan yang lebih penting. Shalsha juga sadar diri, dia memesan taksi dulu baru akhirnya turun ketika mobil datang. “Jangan pulang terlalu malam ya, Pak.” Shalsha berpesan demikian. Walau bagaimanapun, Danu itu memberikan banyak uang untuknya, Mama Isla juga menitipkan anak yang sudah berusia 36 tahun itu padanya untuk dijaga dengan baik. Setidaknya ini yang bisa Shalsha lakukan untuk Danu. Dia sadar kok kalau Danu tidk tertarik dengannya dan pernikahan ini tidak akan berhasil. Mau dibawa kemana? Shalsha tidak peduli asalkan sang Kakek sembuh. Sampai diapartemen, Shalsha tidak langsung tidur. dia menyiapkan bahan untuk mengajar besok pagi. Nasib menjadi dosen ya seperti ini, ikut jadwal mahasiswa dari senin sampai sabtu. Hanya hari minggu bisa beristirahat, atau mungkin kalau tidak ada jadwal mengajar, berhubung Shalsha masih asisten dosen, kadang tidak perlu tiap hari datang. Namun akhir-akhir ini Bu Ukilah memang sibuk memulihkan kesehatannya, tapi beliau masih berperan penting di Yayasan jadi belum bisa pensiun. “Duh, ini orang belum pulang juga?” tetap saja Shalsha khawatir meskipun itu bukan urusannya. Apalagi hujan deras dan petir menyambar. Sampai pukul satu malam, Shalsha masih terjaga untuk memastikan Danu pulang. Sampai Shalsha ketiduran dan bangun pagi harinya, dia masuk ke kamar Danu dan tidak mendapati suaminya disana. “Bener-bener gak pulang ya semalam?” Ingin mengirimi pesan, tapi Shalsha rasa tidak perlu karena itu bukan ranahnya. Mengebaikan pertanyaan diotaknya, Shalsha berdandan untuk bersiap ke kampusnya. Bahkan ketika sampai di FISIP, Shalsha bertemu dengan asisten dosennya Danu; seorang pria berusia 28 tahun bernama Zain. “Duh, Bu Shalsha makin hari makin cantik aja.” Pujian seperti itu tidaklah membuat Shalsha terbang. Sudah biasa! Dia sadar kalau wajahnya cantik, dan nyatanya itu tidak membuat Danu terpesona sedikitpun! Sangat sadar! “Hehehehe, bisa aja, Pak. Katanya kemarin sakit ya?” “Iya, Alhamdulillah sekarang udah mendingan.” “Kemarin Pak Rektor sendiri yang masuk kelas loh.” “Iya, saya juga kaget. Kayaknya beliau lagi gak sibuk waktu itu. sekarangmah sibuk lagi, persiapan ke Thailand katanya.” “Oh iya.” Mungkin karena itu, Shalsha mencoba berfikir positive alasan Danu tidak pulang semalam. “Mari, Pak. Saya harus masuk kelas.” “Silahkan, Bu.” Bukan hal yang aneh juga untuk Shalsha ketika ada beberapa mahasiswa yang menggodanya dan meminta nomornya secara terang-terangan. Shalsha membalasnya hanya dengan candaan saja. jujur saja dulunya Shalsha bukanlah mahasiswa yang popular, wajahnya saja beberapa kali dilupakan oleh dosen. Kalau bertemu, mereka akan kembali bertanya, “Nama kamu siapa? Saya lupa?” Namun semenjak keberuntungan dari Bu Ukilah, jadinya Shalsha memperbaiki penampilan supaya lebih menarik. Dan waw, dia memang cantik hanya perlu perawatan saja. bahkan memakai kacamatapun tetap membuatnya menawan. Ketika jam mengajar selesai, Shalsha siap-siap pergi ke kampus Kalingga untuk masuk kuliah. Dia berdiam sejenak di ruangan dosen sambil mencari informasi apakah hari ini dosennya akan masuk atau tidak? Namun Shalsha malah mendapatkan pesan dari Bu Ukilah yang memintanya datang ke ruangan rapat rektorat sambil membawa laptopnya yang tertinggal di ruangan. **** Datang ke rektorat, Shalsha menyapa satpam yang ada didepan. “Saya mau ke ruangan rapat, laptopnya bu Ukilah tertinggal.” “Silahkan masuk saja, Bu.” Rektorat ini memiliki empat lantai dan semuanya sangat modern. Terlihat berbeda jauh dengan FISIP yang ada dibelakang. Menarik napasnya sebelum mengetuk pintu dan membukanya. Ada Danu yang sedang memimpin rapat, nyatanya kedatangan Shalsha tidak membuatnya berhenti bicara. Shalsha mendekat pada Bu Ukilah yang memberinya isyarat untuk mendekat. “Ini laptopnya, Bu.” “Kamu dulu yang gantiin saya ya. saya ngerasa gak enak badan.” “Hah? Saya ngapain aja, Bu?” “Bikin notulensi saja, saya gak terlalu berkontribusi dalam program ini kok.” Bu Ukilah meminta izin untuk pulang karena tidak enak badan dan akan digantikan oleh sang asisten dosennya. Danu mengizinkan dan menatap tajam pada Shalsha, kenapa dia terlihat marah? Shalsha langsung menelan salivanya kasar. Duduk disana dan melihat para petinggi jabatan structural di Universitas ini. rector dan para wakilnya memakai kemeja dan memperlihatkan wajah yang terlihat tidak senang. Kenapa? apakah ada masalah? “Saya lanjutkan ya, Pak.” Wakil rector II memulai lagi. “Terlepas dari kepemimpinan sebelumnya yang mengalami masalah, ini sekarang berdampak pada kita. Para pengawas akan tetap melibatkan kita terkait masalah Bantuan yang mengalami potongan oleh Wakil Rektor II dan para staff sebelumnya.” Wah, Shalsha sampai kaget ada masalah sebesar ini direktorat. Jadi ada korupsi oleh wakil rector II sebelumnya? juga para staffnya? Dan setahu Shalsha, kalau wakil Rektor II yang sekarang sudah pindah ke Yayasan. Yang kena Wakil Rektor II yang sekarang? Rapat dewan Guru Besar, dan Shalsha ada didalamnya? Ya ampun apa yang harus dia lakukan sekarang? Menuliskan isinya didalam laptop? “Kamu siapa namanya?” tanya Danu. “Shalsha, Pak.” “Keluar dulu, nanti hasil rapatnya biar saya pribadi yang bilang sama Bu Hj.Ukilah.” “Ba-baik, Pak.” Wah, sepertinya ada masalah serius sekarang ini. shalsha buru-buru keluar dari ruangan rapat itu dan duduk dulu di koridor. Tidak ada kelas apapun sekarang, jadi Shalsha bingung harus bagaimana? Pulang saja? tapi dia harus memastikan dulu Danu memberitahu dosennya tersebut. Danu kan pelupa, teringat saat diapartemen kalau Danu suka lupa pada barangnya sendiri. Mana diluar hujan, pasti bus jam segini jadi lambat. Hendak memesan taksi online juga malas. Shalsha memainkan ponsel sambil kebingungan langkah apa yang harus dia ambil. Lama-lama, dia mulai memejamkan matanya perlahan terpejam. Hei, kursi tunggu di Rektorat itu nyaman, Ac dan pemanas ruangan juga menyesuaikan. Ditambah lagi aroma theraphy yang begitu enak. Shalsha terlelap tanpa sadar, sampai tidak mengetahui kalau Rapat Dewan Guru Besar sudah selesai. “Wah, ini si Neng Cantik malah tidur disini?” “Asdosnya Bu Ukilah ya? baru tahu ada yang cantik kayak gini.” Danu yang ada dibelakang langsung berdehem, membuat para wakilnya itu langsung bergegas kembali ke ruangannya. Dalam melangkah, Danu sengaja menendang kaki Shalsha yang membuat perempuan itu langsung membuka matanya. “Ayam!” teriaknya kaget. “Bapak ngapain nen….,” ucapannya terhenti ketika melihat orang lain memasuki koridor. “Pak rector.” Berdiri dan membungkukan badan. “Ikut saya ke ruangan.” “Baik, Pak.” Dalam langkahnya, Danu bertemu salah satu guru besar yang dia hormati. “Bu Ida,” sapanya menyalami sosok tersebut. walaupun pangkatnya lebih rendah dari Danu, tapi dia sudah mendapatkan gelar professor dan berperan penting dalam hidup Danu. “Duh, Pak Danu. Ini siapa? Pacarnya?” “Bukan, Bu, dia asdosnya Bu Ukilah, saya ada perlu menyampaikan sesuatu.” “Tapi cocok, si Nengnya ini cantik.” “Bukan, Bu, tolong jangan berkata seperti itu,” ucap Danu. Shalsha jelas membantu. “Bukan, Bu. Saya sudah punya pacar yang lebih muda dari bapak Danu.” “Ahahahah, iyalah. Saya Cuma bercandaan tadi. Duluan ya.” Tinggal berdua, Danu memicingkan mata menatap tajam pada Shalsha. “Jaga jarak kamu. disana. Jangan gerak-gerik mencurigakan. Perlakukan saya sebagai Rektor kamu, atasan kamu yang bisa pecat kamu kapanpun saya mau.” Shalsha hampir saja melakukan perlawanan dengan kalimat panjang. Namun dia menahannya sekuat tenaga, mengingatkan diri sendiri kalau ini adalah rektorat dan posisi mereka tidak lain atasan dan bawahan. “Baik, Bapak Danuarta.” *** Danu memanggil Shalsha untuk memberinya peringatan supaya hal ini tidak didengar oleh pihak luar. “Masih dalam tahap penyelidikan, tapi kami udah yakin kalau WD II dan Staffnya yang bermasalah.” “WD II yang dulu kan, Pak?” “Iya, yang sekarang udah ganti WD IInya jadi agak susah juga.” Danu mendudukan dirinya disofa sambil menghela napas dalam. Terlihat sekali dia begitu lelah. “Saya lelah, butuh sesuatu untuk membuat saya kembali semangat.” Shalsha bingung, dia harus menjawab apa? “Um, bapak mau dibuatkan sambel pas pulang nanti?” “Kalau di Kampus jangan sebut-sebut hal yang berkaitan sama hubungan kita ya.” “Ya ampun gak akan ada yang denger kali, Pak. Lagian niat saya baik mau nawarin makan malam pake apa?” “Dibilangin jangan bahas itu.” Shalsha seketika bungkam, dia menatap Danu dengan alis yang naik. lalu harus apa dia ini? “Pak? Sudah bilang itu saja? saya gak akan kasih tau siapa-siapa kok. kalau gitu, saya pulang dulu ya?” “Gak usah siapkan makan malam. saya pulang terlambat.” Ingin sekali Shalsha membalik perkataan Danu, tadi bilangnya tidak usah membahas hal yang berkaitan dengan hubungan pernikahan mereka? “Ouh, kalau gitu boleh saya kerumah sakit?” “Pergi aja.” Ingin bertanya alasan tidak pulang semalam dan menginap dimana, tapi Shalsha tahu diri. Sudahlah dia memilih untuk pulang saja dengan naik taksi. Sebelum kerumah sakit, Shalsha membeli dulu makan malam dan akan menyantapnya bersama dengan sang Kakek. Karena kanker ganas yang menggerogoti Kakeknya, Shalsha sampai pesimis kalau sosok ini akan sembuh. Namun, Papah mertuanya bilang akan berusaha sebaik mungkin membantu mencarikan dokter terbaik. “Pulang, ini udah malem. Pasti Danu juga udah pulang.” “Dia lagi banyak masalah di Kampus, Kakek. Jadi banyak kerjaan, kadang gak pulang juga.” “Nah, disaat kayak gitu kamu harus nunjukin perhatian kamu sama dia. Biar dia betah juga sama kamu, Ca.” Shalsha hanya terkekeh. “Mending gak usah ganggu dia.” “Dia pasti butuh seseorang disisinya meskipun gak bilang. Lagian, Ca, masa iya kamu gak tertarik sama dia? Danu ganteng loh. wibawanya aja bikin Kakek takjub, memang pantas jadi pemimpin. Dia juga baik, pasti bisa bawa kamu.” Shalsha tidak menyangkal kalau Danu memanglah tampan. Tapi bagaimana ya? rasa cinta dalam hatinya itu terkubur setelah kedua orangtuanya meninggal, ditambah kakeknya sekarang yang sakit-sakitan. Shalsha berusaha membentuk pribadi yang mandiri supaya tidak lagi merasakan sakit. Enggan bergantung pada orang lain. Jadi cinta didalam pernikahannya saja tidak terbayangkan oleh Shalsha. “Iya Kakek paham kalau kalian butuh waktu untuk bisa ditahap saling mencintai. Tapi coba kamu yang mengawali, toh Danu gak buruk-buruk amat ‘kan?” “Hmm, Kakek. Shalsha lupa belum ke makan orangtua minggu ini.” “Ajak suami kamu. Biar dia gak larut dalam kerjaan. Ajak jalan-jalan, Ca.” Shalsha tersenyum dan mengangguk saja. tapi dia tetap keukeuh diam disana sampai pukul 11 malam. memastikan kakeknya tidur, baru Shalsha pulang ke apartemen. Hari ini melelahkan sekali, belum besok haru masuk kelas pagi dan dilanjutkan mengajar siang hari. Belum jadi dosen tetap itu membuatnya harus berusaha maksimal. “Dia udah pulang belum ya?” shalsha membuka pintu apartemen. Prang! Mendengar suara panci jatuh, Shalsha bergegas kedapur. “Pak, kalau mau makan itu tinggal panasin loh. Jangan buat kekacauan didapur, mau bikin apasih? Saya udah bany….,” ucapannya menggantung ketika sadar didapur bukanlah Danu. “Siapa ya?” “Sayang kenapa?” Danu keluar dari kamarnya. “Hehehe, ini pancinya jatuh,” ucap wanita cantik itu mengambilnya. “Hallo, kenalin aku pacarnya Mas Danu. Nama aku Tatiana,” ucapnya menyodorkan tangan dan tersenyum pada Shalsha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN