Walau sempat merasa kehilangan, karena beberapa hari Agatha tak membuat bekal untuknya, karena perempuan itu sedang pergi ke Singapura. Nyatanya, itu juga termasuk hari-hari damai bagi Boy. “Kok tumben, Agatha tadi tidak mengamuk karena aku menolak bekalnya?” Boy tertawa sendiri saat ia sedang merenung di dalam kantor. “Rasanya ada yang janggal, kenapa perasaanku tidak enak?” gumam pria tersebut seraya memutar kursi menghadap membelakangi meja. Kemudian terdengar suara ketukan pintu. “Pak Boy?” panggil sekretarisnya dari luar. “Masuk!” Steven pun datang dengan wajah khas bule yang cerah. Ditambah rambut pirang, yang menambah kadar brightness dari senyumnya itu hingga seratus persen. “Pak, ini laporan produksi dan pengemasan kita bulan ini! Semua masalah selesai, termasuk mengis