Ashley kembali mencoba untuk turun dari tempat tidur, namun kakinya masih terasa sakit.
Hingga saat dia akan terjatuh, seseorang menolong dan menangkap tubuhnya.
"Hati-hati,” ucap Pria itu.
Ashley mendongak, melihat wajah Pria di hadapannya. Pria itu mengunakan masker, sebagai penutup wajah serta kacamata berwarna hitam.
Rambutnya yang berwarna maron dan ikal seperti familiar di mata Ashley.
"Kamu yang nolong aku?” tanya Ashley santai.
sambil mencoba duduk kembali di tepi tempat tidur, di bantu Pria itu.
"Iya, maaf kalau sudah lancang. Saat itu hanya kebetulan lewat, jika perlu sesuatu mintalah Yessa membantumu," ujarnya.
"Tidak, aku hanya ingin pulang. Tempat ini sangat asing, lagian aku takut di cari seseorang," jelas Ashley.
"Sepertinya besok baru kamu bisa pergi, saat ini cuaca masih buruk. Resiko di perjalanan juga sangat tidak baik," jelasnya lagi.
Ashley terdiam, pikiran nya menerawang ke segala hal. Saat ini dia teringat Shino, yang berpisah dengannya dalam kondisi tidak baik-baik saja.
'Bagaimana nasibnya' batin Ashley.
"Hai, Kamu sepertinya sedang bingung?" tanya Pria itu lagi.
Ashley yang tersadar dari lamunannya, segera menjawab.
"O..., ehm ngak. Hanya kepikiran nasib seseorang saja," jawab Ashley sedikit berpikir.
"Jangan terlalu berpikir kencang, hidup itu harus di nikmati. Jangan selalu memikirkan orang lain, melupakan kebahagiaan diri sendiri." Ashley yang mendengar perkataan itu seakan terpukul.
Kata-kata itu mengambarkan dirinya yang selalu, peduli dengan orang lain tanpa pernah peduli dengan dirinya sendiri.
"Sok tau, kamu belum mengenalku. Sudah seakan tau tentang semuanya," bantah Ashley.
"Bukan sok tau, hanya pendapat ku saja. Lagian kalau mau di dengar, kalau tidak ya abaikan saja," ujar Pria itu.
"Dari tadi aku nggak kenal kamu, emang namamu, siapa?" tanya Ashley.
Namun, Pria itu tidak langsung menjawabnya. Dia hanya beranjak meninggalkan Ashley.
"Terimakasih ya, walaupun kamu ngak mau menyebutkan nama," lanjut Ashley.
Pria itu menoleh lagi menatap wajah Ashley sejenak, dia mulai bersuara pelan.
"J.Liem, panggil saja J.Liem," ujarnya, yang setelahnya pergi entah kemana.
"Sepertinya namanya sangat Familiar, tapi di mana ya?” tanya Ashley pada dirinya.
Ashley masih teringat dengan kejadian terakhir di mana dia di siram oleh air minuman.
"Sebenarnya siapa wanita tua itu, kenapa Shino begitu menurut dengannya. Bahkan malam itu seakan bukan Shino yang aku kenal," gumamnya.
'Sejak kapan aku mengenal Shino, baru juga mengenal hitungan hari. Dasar Ashley sok kenal banget,' batinnya mengatai dirinya sendiri.
Tawa kecil tersirat di wajahnya, sembari dia terus mencoba melanjutkan usahanya. Perlahan berdiri. berpegang dengan beberapa benda benda yang mampu menumpu tubuhnya.
Wajahnya meringis menahan rasa sakit, seperti terkena strum, menjalar naik dari kaki hingga ke bagian pinggulnya.
"Duh, sakit banget. Sebenarnya kenapa kaki ini, memang malam itu apa yang terjadi?” tanya Ashley lagi, berbicara sendiri.
Hingga dia teringat dengan smartphone miliknya.
"Yessa! kak Yessa, bisa bantu saya," panggil Ashley.
Yessa segera datang menghampiri Ashley, dia melihat Ashley sudah berdiri dekat dengan jendela sambil berpegangan nakas.
"Astaga, bagaimana bis sampai sini. Nona tau resikonya?” ujar Yessa panik.
Ashley hanya menatap kosong, seperti tidak merasa bersalah. Yessa tampak gemas melihat hal itu, bergegas membantu Ashley kembali ke tempat tidur.
"Asal Nona, tau ya. Jika, memaksakan diri untuk berjalan bisa membuat Nona lumpuh," jelas Yessa dengan emosi.
"Maafkan aku ya Yess," ujar Ashley.
"Setidaknya jangan di ulang lagi, seperti yang saya katakan jika butuh sesuatu panggil saya," ucap Yessa sedikit kesal.
Dia memperbaiki perban di kaki Ashley, perban itu hampir lepas. Akibat ulah Ashley yang tidak sabaran.
"O, ia tadi seperti ada hal lain yang di perlukan?” tanya Yessa.
"Ehm, kamu tau gak di mana smartphoneku?" tanya Ashley.
"Oh, itu sebentar ya. Semua saya simpan di dalam lemari, saya takut sewaktu-waktu bunyi. Lagian sama tuan di larang buat buka-buka," jawab Yessa santai.
''Memangnya J.Liem itu siapa sih, Kamu sudah lama bekerja dengan dia?” tanya Ashley.
"Saya bukan karyawannya, hanya saja orang tuanya yang menjadikan saya seorang perawat. Sebenarnya tuan marah, kalau saya memanggilnya seperti itu, dia hanya mau di panggil nama saja," jelas Yessa.
"Sepertinya kedekatan kalian lebih ya?” ujar Ashley.
"Ngak juga." Yessa berjalan membuka lemari, lalu mengambil sebuah tas kecil.
"Ini barangnya," lanjut Yessa sambil menyerahkan tas itu, mata Yessa penuh selidik.
Melihat Ashley membuka tasnya, namun gadis itu tau bahwa Yessa juga penasaran siapa dirinya.
"Kamu penasaran siapa aku kan?” Ashley spontan mengatakan hal itu, dia juga penasaran siapa J.Liem.
Menurut Ashley pria itu bukan hanya orang yang sekedar lewat, lalu menolongnya. Dia ingat sekali terkahir berada di tepi pantai, sedangkan pantai itu jauh dari jalan raya.
Tidak mungkin hanya kebetulan, seorang J.Liem dengan rumahnya yang sangat besar berada di tempat itu.
Bian saja meninggalkan dia, bahkan seharusnya Bian yang menyelamatkannya bukan orang lain.
"Ah, gak juga. Hanya saya takut, ada yang hilakilah" kilah Yessa.
"Oh begitu, terimakasih ya. O, ia sebenarnya aku penasaran dengan J.Liem. Ehm..., boleh tanya dikit ngak?” Ashley mencoba membuka pembicaraan.
Ashley tidak mau rasa penasaran membuat dia kepikiran, apalagi dia tidak ingat sama sekali kejadian setelah angin kencang.
"Soal apa ya, Nona?" tanya Yessa.
"Siapa lagi, ya J.Liem lah. Panggil aku Ashley, dengan ada embel-embel nona terasa canggung." Ashley sambil membuka kunci layar, smartphone miliknya.
Berharap Shino menghubungi nya namun hanya pesan masuk dari Amora, Ashley sudah tahu isinya apa.
"Oh, soal tuan. Dia itu orang yang baik, terus dia itu suka memendam perasaan." Yessa menceritakan J.Liem penuh dengan rasa kagum, terlihat dari senyum di wajahnya.
"Kamu tertarik dengan dia, ya?” umpan Ashley menggoda.
"Apaan sih Nona, mana mungkin. Dia sudah memiliki seseorang yang di kagumi, sejak sekolah dia sangat mengagumi wanita itu. Aku ini apa, hanya butiran debu yang menempel," jelas Yessa.
Terlihat jelas di mata Ashley, Yessa menyukai J.Liem tapi dia tidak mau merusak segala hal.
"Seharusnya kamu jujur, kamu suka dengan dia. Jangan di pendam-pendam, nanti jadi bisul," canda Ashley.
"Nona bisa saja, sebenarnya ada sesuatu yang saya ingin katakan, tapi." Yessa menghentikan ucapannya, dia ragu ingin bercerita.
'Apa aku ceritakan kebenarannya, kira-kira akan jadi masalah ngak ya buatku kedepannya,' batin Yessa galau.
"Kenapa diam, cerita saja. Sepertinya hal yang sangat penting, aku akan jaga rahasia. Apalagi soal hati." Ashley berpikir, Yessa ingin menceritakan isi hatinya.
Ashley mencoba untuk menjadi teman curhat yang baik, sedangkan yang ingin di sampaikan Yessa bukan seperti itu.