Bab 11. Penolong Misterius

1117 Kata
"Bodoh!” bentak Shino dengan wajah sangat kesal. Bimo merasa bersalah, baru kali ini dia gagal dalam menjalankan tugas, kepala pria itu menunduk, dia pasrah dengan tindakan yang akan di lakukan oleh Shino. “Bagaimana bisa, kamu tidak menemukannya. Aku mau kamu cari sampai dapat. Jika, ada lecet sekecil bulir pasir. Kamu tahu akibatnya, jangan kembali sebelum kamu tahu di mana Ashley berada.” Dengan wajah memerah, antara kesal dan khawatir Shino berjalan mondar-mandir. Pria itu seakan kehabisan oksigen dalam darahnya. Hingga suara dering telepon berbunyi. Sebuah nomor yang tidak di kenal, dengan suara berat terdengar menyapa Shino. “Jangan khawatir dia berada bersamaku. Kondisinya saat ini baik-baik saja, hanya tidak sadarkan diri. Besok pagi kamu bisa menemukannya, akan aku share lokasinya.” Belum juga Shino berbicara, Pria asing itu memutus panggilan telepon nya. “Sial!” umpat Shino kesal. Bimo yang melihat hal tersebut, semakin ketakutan. Dia, yakin kalau Shino benar-benar murka kali ini. ‘Sepertinya ada sesuatu yang membikin tuan sangat kesal, aku akan menunggu perintahnya saja,’ batin Bimo. “Bimo!” Suara lantang penuh amarah itu seakan menjadi panggilan pencabut nyawa, Bimo segera menghampiri tuannya. “Siap tuan, Shino,” jawab Bimo dengan posisi siaga, di depan Shino. “Lacak nomor ini, serta keberadaan nya yang paling akurat,” perintah Shino. “Siap tuan, segera saya laksanakan,” balas Bimo. Pria itu segera mengambil smartphone miliknya. Shino kembali ke dalam mobil, dia pergi tanpa arah meninggalkan Bimo. Perasaan kesal membuatnya mengebut sepanjang jalan. Beberapa pesan masuk dari Xilena sengaja di abaikan olehnya. Hingga dia menepikan kendaraan itu, baru mencoba memeriksa pesan masuk yang lainnya. Nomor tidak di kenal mengirimkan laporan kondisi Ashley. Wanita itu tampak pucat, serta tidak sadarkan diri. “Sial! Apa maunya si b******k itu. Siapa dia sebenarnya?” caci Shino kesal. Beberapa kali mencoba menghubungi nomor tersebut selalu di luar jangkauan, sepertinya pria itu sengaja menghilang kan jejak. Saat menyamakan dengan panggilan yang masuk. Shino tercengang, semua nomor itu tidak sama. “Ini tidak akan berhasil, satu-satunya cara aku harus melacak ponsel milik Ashley,” gumamnya. Segera Shino menghubungi Bimo, dia teringat belum memiliki nomor telepon wanitanya itu. “Bimo, kirimkan nomornya Ashley,” pinta Shino. “Maaf tuan, saya tidak memiliki nomor kontak nona Ashley,” jawab Shino. “Sial, seharusnya hal seperti itu kamu sudah memiliki. Bimo, kenapa kamu ceroboh kali ini.” Shino sangat geram seakan dia ingin menghempas smartphone nya. Bimo yang mendapati panggilan itu terputus, menelan saliva. Kali ini dia benar-benar dalam masalah besar. Sedangkan penyelidikannya belum juga mendapat titik terang. “Bagaimana kalian lalai,” maki Bimo kepada anak buahnya. “Kami akan meminta dari nyonya Amora, maafkan kami,” ujar salah satu di antaranya. “Jangan! Tuan Shino, pasti akan lebih marah. Jika, Amora tau tentang kejadian ini. Lain kali kita tidak boleh kecolongan,” cegah Bimo. “Baik tuan Bimo, maafkan kami. Kali ini benar-benar kesalahan Kami, hukuman apapun siap kami jalani,” jawabnya lagi. “Sekarang fokus selidiki keberadaan Ashley. Kita datangi Bian, dia adalah orang pertama yang membawa Ashley ke pantai,” perintah Bimo. Mereka bergerak cepat, dalam waktu singkat Bian sudah terkepung oleh pasukan Bimo. Pria itu kesal, merasa privasinya terganggu. Akhirnya perkelahian antar pengawal tidak terelakkan, hingga bawahan Bian tidak berdaya, Bian akhirnya menyerah. “Kamu yang menyembunyikan, nona Ashley?” tanya Bimo. “Dasar, tuan muda mu itu. Tidak berterima kasih malah menuduhku,” cibir Bian. Wajahnya sangat kesal. “Kamu sampaikan ke dia, kalau wanita pujaannya itu banyak yang suka. Apalagi dia sudah biasa menemani beberapa pria, walau hanya sebatas minum bersama,” ejek Bian. “Jaga ucapan Anda, tuan.” Bimo memperingati Bian. Sedangkan Bian masih dengan congkaknya, merendahkan Ashley. “Kali ini bukan aku pelakunya, tanya sama Ibunya. Pasti dia tahu, pria lain yang sangat suka dengan Ashley,” ujar Bian sambil meninggalkan Bimo. Dia pergi bersama anak buahnya yang babak belur. Bimo hanya terdiam berpikir, semua perkataan Bian ada benarnya. Segera Bimo membawa beberapa anak buahnya menuju rumah Amora. Selama dalam perjalanan Bimo masih berpikir kencang. “Siapa kira-kira yang belum aku selidiki,” batin Bimo. Terlintas wajah seseorang yang tidak asing, dia adalah teman kuliah Ashley. Pria yang selalu mengekori Ashley dari jauh. “Jangan-jangan dia, aku yakin Pria itu yang membawa, nona Ashley,” ujar Bimo seketika. Mobil segera di putar balik oleh Bimo, dia meluncur ke salah satu kediaman pengusaha ternama di kota itu. “Pasti dia pelakunya, setidaknya aku hanya perlu menemukan nona. Soal motif Pria itu apa, nanti akan aku selidiki.” Bimo semakin Melaju menyusur jalan. *** Ashley yang tersadar dari pingsannya terkejut, melihat ruangan yang sangat besar dan sangat asing baginya. Di benaknya hanya berpikir hal negatif, yang menyasar pada satu orang. “Dasar Bian, pasti ini ulahnya,” batin Ashley. Saat dia akan melangkah turun, kepalanya terasa pusing dan berat. Hingga seorang perawat masuk menemuinya. “Anda sudah bangun, Nona,” sapanya. “Oh, iya,” balas Ashley lemah. “Maaf perkenalkan saya Yesa, saat ini di tugaskan untuk merawat Anda,” ucap Yesa. “Oh iya, terimakasih Yesa. Kalau boleh tahu saya di mana, serta apa yang terjadi?” tanya Ashley. “Anda mengalami trauma, saat badai di tepi pantai. Kaki nona, saat ini sedang terluka. Sementara tidak dapat aktivitas normal,” jelas Yesa. Ashley terdiam, dia seakan berusaha mengingat kejadian di pantai, namun memorinya seakan terbatas. Hanya teringat kejadian terakhirnya, di mana dia sedang di tepi pantai. “Aw! Rasanya sakit kepala, ini,” rintih Ashley. “Sepertinya Anda pernah mengalami trauma, ya?” tanya Yesa. “Entah, kepala saya suka sakit jika berusaha mengingat sesuatu,” jawab Ashley. Yesa terdiam dia teringat soal pasien kecelakaan trailer , saat melihat wajah Ashley lebih dalam. Wajah suster itu tercengang. “Dia wanita yang saat itu, kalau tidak salah di tolong oleh, tuan Shino,” batin Yesa. “Ada apa, sepertinya kamu tahu sesuatu?” tanya Ashley. “Oh nggak, saya hanya turut prihatin. Saran saya, nona periksa ke dokter.” Yesa sambil membantu Ashley untuk bersandar. “Baiklah, nanti akan aku lakukan. Kalau boleh tau ini di mana?” tanya Ashley. “Oh, ini. Anda di Apartemen, di BSB.” Yesa membantu menyeka tangan Ashley. Ashley merasa tidak enak dan sedikit risi. “ Yesa sudah ya, saya bisa menyeka tubuh saya sendiri. Saya hanya nggak mau berhutang budi dengan seseorang,” jelas Ashley. ‘Maaf nona, sepertinya orang-orang di sekitarmu selalu ingin di rahasiakan keberadaan nya,’ batin Yesa. “Saya kurang tau, nona. Maafkan saya, kalau ada yang di butuh kan bisa tekan tombol ini,” jawab Yesa lalu mengundurkan diri. Ashley merasa sedih dan kecewa. Dia akhirnya memutuskan untuk tidak bertanya, melihat luka di kakinya tidak mungkin dia akan pergi saat itu juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN