“Dara ...?” panggil Fean akhirnya karena Dara tak kunjung menjawab meski mereka sudah sampai di depan gerbang kediaman orang tua Dara.
Seorang satpam yang bekerja, tengah menunggu gerbang terbuka secara otomatis. Pria bertubuh tinggi kurus itu langsung memberi hormat kepada Fean yang tetap membalasnya dengan senyum hangat walau pria ramah itu masih menunggu balasan sekaligus tanggapan Dara.
Karena gerbang sudah terbuka nyaris sempurna, Fean berangsur melajukan mobilnya menuju tempat parkir yang ada di sebelah garasi. Tempat parkir yang sengaja disiapkan khusus untuk para tamu keluarga Dara.
Satu hal yang Fean yakini atas diamnya Dara perihal pertanyaannya mengenai pernikahan. Dara tidak baik-baik saja dan itu masih berkaitan dengan pernikahan. Bukan perkara Dara menolaknya, tapi ini mengenai hal lain semacam hubungan Dara dengan lawan jenis.
“Kamu, tidak baik-baik saja,” ucap Fean sesaat setelah mematikan mesin mobilnya. Ia berangsur menoleh dan menatap Dara penuh kepedulian. “Apakah kamu sudah punya pacar atau semacam laki-laki yang kamu suka?” Jujur, baru mengatakan perihal kemungkinan Dara sudah memiliki orang yang disuka apalagi pacar saja, sudah membuat Fean merasa berat. Napasnya seolah tersumbat, membuatnya merasa sesak bahkan sakit. Tanpa terkecuali, jantungnya yang berdetak lebih lambat sekaligus berat.
Dara yang awalnya menunduk berangsur menoleh dan menatap Fean. “Iya, ... dan dia juga yang menjadi alasanku tidak bisa menikah dengan laki-laki lain.”
Fean langsung mengernyit serius. Ia refleks memiringkan kepalanya atas keseriusannya pada cerita Dara. “Apakah sesuatu yang serius telah terjadi, dan semua itu berkaitan dengan pertanyaanmu akhir-akhir ini?” Fean makin menerka-nerka. Ia paham sifat Dara. Wanita muda di hadapannya masih terlalu lugu dan nol besar masalah cinta. Selain itu, Dara juga tidak bisa berbohong dan akan sulit menyembunyikannya bila Dara sampai melakukannya. Layaknya gerak-gerik sekarang, selain tidak bisa menjawab, Dara juga sampai buru-buru meninggalkannya.
Bergegas Fean keluar dari mobil dan segera berseru, “Dara, ... kamu tidak sendiri. Kamu punya aku dan kamu bisa mengendalikan aku!”
Dara yang baru saja merapatkan kardigan krem yang menyempurnakan penampilannya seiring ia yang memeluk dirinya sendiri, refleks berhenti. Apa yang baru saja Fean katakan memang membuatnya merasakan angin segar. Fean tetap memberinya uluran tangan walau baru saja, ia sudah menolak ajakan nikah Fean secara tidak langsung. Masalahnya, Dara terlalu malu mengungkap apa yang telah terjadi antara dirinya dan Billy.
Apa ini? Kenapa begitu menyakitkan? Kenapa Dara sampai tidak berani cerita kepadaku setelah sebelumnya, dia begitu sibuk membahas mengenai hubungan bahkan, ... pembuktian cinta? Batin Fean. Jauh di dalam hatinya, di sana seolah ada banyak benda tajam yang sibuk menusuk. Membuatnya menyeringai menahan efek sakitnya.
“Ayo kita ngobrol,” ajak Fean sambil melangkah cepat menghampiri Dara.
Menyadari Fean menghampirinya, Dara buru-buru melangkah, membuat Fean mempercepat langkahnya sekalipun makin disusul, Dara juga tak segan berlari.
“Dara ...?”
“Aku baik-baik saja, Om.”
“Pertemukan kami, agar kami bisa menjadi teman baik. Agar aku bisa menjadi penengah di hubungan kalian hingga aku bisa membantumu mengontrolnya karena sesama laki-laki pasti akan lebih nyambung.”
Dara memutuskan untuk berhenti tepat di depan pintu masuk utama di kediamannya yang baru saja dibukakan oleh seorang ART. Dara melirik wanita muda yang kiranya sebaya dengannya agar tidak menunggu di pintu. Setelah wanita tersebut mengangguk paham dan akhirnya masuk layaknya keinginannya, Dara kembali memfokuskan diri pada pria matang bertubuh bidang di hadapannya.
“Tolong rahasiakan ini dari siapa pun khususnya orang tuaku karena aku ingin fokus kuliah dulu.” Dara terpaksa berbohong, tapi ia kesulitan melakukannya karena sekadar menatap Fean saja, ia tidak sanggup dan memang tidak berani.
Fean berangsur menghela napas pelan. “Kamu bisa percaya padaku, ... ya ampun ... kenapa kamu jadi sekacau ini? Semuanya memang baik-baik saja, kan? Kalau kamu tidak bisa menikah denganku ya tidak apa-apa, tidak perlu merasa tidak enak hati apalagi sampai menjaga jarak dariku. Sini ... sini, aku peluk.” Fean langsung memeluk Dara, tanpa izin atau sekadar permisi selain ia yang memang sudah terbiasa begitu di setiap putri pertama dari Danian dan Azura itu tidak baik-baik saja.
“Sudah, jangan khawatir ... semuanya baik-baik saja dan memang akan selalu baik-baik saja. Apa pun itu, kamu cukup mengatakannya padaku dan aku akan langsung menyelesaikannya.” Sambil terus memeluk Dara, Fean juga terus meyakinkan melalui tutur kata yang benar-benar lirih.
Iya, semuanya pasti akan baik-baik saja. Aku tidak hamil, dan nantinya aku akan menikah dengan Billy, batin Dara meyakinkan dirinya sendiri tanpa terlebih dulu membalas pelukan Fean yang masih saja perhatian sekaligus sangat peduli kepadanya.
Aku harus tahu, siapa sebenarnya laki-laki itu, dan kenapa juga Dara sampai bertanya secara detail mengenai hubungan dan juga pembuktian cinta dalam hubungan! Batin Fean.
Malamnya, hati Lita menjadi berbunga-bunga hanya karena undangan khusus makan malam di restoran Fean dan langsung dilakukan oleh Fean. Sore tadi, Fean mendadak menelepon dan mengabarkan ingin berbicara serius. Lita pikir, alasan Fean begitu karena pria itu akan mengutarakan perasaannya pada Lita. Lita sampai berdandan sekaligus memakai pakaian spesial demi memberikan penampilan spesial. Namun nyatanya, di sana juga sudah ada Velly.
“Kamu ngapain di sini?” sergah Lita sambil menghampiri Velly yang sudah duduk menunggu di salah satu tempat duduk tanpa ada yang menemani.
Tak beda dengan Lita, Velly juga berpenampilan spesial. Velly sampai memakai lipstik merah demi melahirkan kesan seksi setelah ia juga sengaja memakai dress tak berlengan berdada V yang mengekspos keindahan belahan di sana.
“Aku ....” Velly kesulitan menjelaskan karena tak mungkin juga ia jujur, alasannya ada di sana karena undangan khusus dari Fean, sore tadi dan memang terbilang buru-buru.
“Wah ... semuanya sudah kumpul?” ucap Fean ramah dari belakang. Ia yang memakai celemek warna cokelat, tersenyum ramah bersama dua porsi steak sapi yang ia bawa langsung menggunakan piring saji. Ia langsung menyajikannya pada Lita dan juga Velly.
“Duduk, Ta ... ayo, kita ngobrol-ngobrol,” ucap Fean yang langsung menarik kursi sebelah tengah dan langsung duduk di sana.
Gondok, itulah yang Lita maupun Velly rasakan atas keadaan sekarang karena mereka pikir, alasan Fean mengundang mereka karena alasan kencan. Kencan yang tentu saja hanya berdua tanpa ada orang lain di meja mereka.
Lita terpaksa duduk di kursi yang berhadapan dengan Velly selain di sana juga sudah tersaji satu porsi steak sapi. “Aku pikir hanya berdua gitu, Om. Ngobrol dari hati ke hati, pacaran gitu!” protesnya yang langsung mengambil garpu dan juga pisau dari piring steak sapi.
Fean terheran-heran menatap Lita yang sukses membuatnya tersenyum miris.
“Iya, aku pikir juga mau kencan gitu, Om mau jujur ke aku kalau selama kita kenal, ternyata Om sudah jatuh cintrong ke aku! Nih lihat, aku sampai dandan dan memberikan penampilan terbaik biar bisa kelihatan seksi. Dadaku sampai aku ganjal biar kelihatan menonjol karena seperti ini kan yang disuka pria matang sekelas Om?” timpal Velly yang sampai berucap dengan gaya lebay.
Bukannya terpesona apalagi terpikat, Fean justru menjadi sibuk menahan tawanya apalagi saat adegan Velly memamerkan buah d**a yang menonjol, dari sana ada silikon yang jatuh. Lita sampai melempar garpu di tangan kanannya pada Velly, dan mengomel, mengatai Velly sudah memalukan harga diri wanita seluruh dunia.
“Om, sama aku sajalah. Si Velly emang ganas gitu, kayak waria yang haus belaian!” ucap Lita.
Setelah obrolan asyik di antara mereka bertiga, yang mana Lita dan Velly sibuk berebut perhatian Fean dan terang-terangan mengajak Fean untuk kencan bahkan menikah, Fean yang awalnya menanggapi semua ulah keduanya dengan senyum dan juga tawa ramah pun mengutarakan maksud sekaligus tujuannya mengundang kedua gadis ceria di hadapannya.
“Please, Om jangan bikin aku baper!” rengek Lita.
“Kalau Om sampai berani PHP ke aku, aku culik Om, terus kita nikah!” timpal Velly yang masih aktif membenarkan posisi buah dadanya menggunakan kedua tangan dengan cara menggeser-geserkan ke tengah dari kedua sisi.
Fean yang kembali sempat tertawa, berangsur mengobrol serius. Membahas perubahan sikap Dara, dan juga kekasih rahasia Dara. Ada yang langsung mengejutkan Fean dan itu kedatangan Billy dan kawan-kawannya.
Billy dan anggota band-nya, tak segan menggunakan gitar yang mereka bawa, untuk membuat keributan di sana. Bukan karena mereka memainkan gitar kemudian menyumbangkan lagu, melainkan mereka sampai menggunakan gitar mereka untuk menghantam meja kebersamaan Fean dengan Lita dan Velly.
Lita dan Velly yang awalnya siap menyimak ucapan Fean sambil menghabiskan steak mereka, langsung menghindar ketakutan dan berlindung di balik punggung Fean.
Billy yang tak sampai membuat kekacauan layaknya ketiga rekannya, langsung menghadap Fean yang sudah berdiri gagah menunggunya. Di tengah matanya yang sayu, ia berkata,“Jangan pernah mengganggu Dara lagi!” tegasnya marah dan sengaja mengancam.
Lita dan Velly sibuk berbisik. “Si Billy kesurupan apa gimana? Masih piyik sudah berani ancam-ancam Om Fean?!”
“Kenapa? Memangnya kamu orang tuanya?” balas Fean yang tetap bertutur santai tapi melihat Billy yang selama ini ia ketahu sebagai salah satu teman Dara sampai membuat keributan di restoran pusat miliknya, ia langsung emosi. Lihat, meski di sana sudah tidak padat pengunjung, tapi pengunjung yang tersisa termasuk Velly dan Lita sampai ketakutan akibat ulah preman Billy dan ketiga rekannya.
“Aku pacarnya Dara, dan aku berhak melarangmu dekat-dekat dengannya!” tegas Billy meledak-ledak.
Kedua tangan Fean langsung mengepal erat seiring gigi-giginya yang saling bertautan dan menimbulkan bunyi gemeratak. Pantas, ... pantas selama ini Dara kerap ia pergoki bersama Billy.
Tak mau membuang waktu, Fean merogoh saku kanan celana panjang berbahan levis warna biru tua yang menyempurnakan penampilannya. “Alkohol, kamu mabuk. Biar polisi membawa kalian dan meminta orang tua kalian untuk menjemput.”
Yang membuat Fean tak bisa mengampuni Billy, tak hanya aroma alkohol yang tercium kuat dari Billy dan ketiga rekannya. Namun karena Billy sampai mengambil ponsel Fean yang baru saja Fean tempelkan ke telinga kanan kemudian membantingnya.
Fean makin emosi, dan tersenyum miris menatap Billy. “Aku pastikan, ... sampah sepertimu tidak akan pernah diterima menjadi bagian dari keluarga Handoko. Pintu rumah Dara akan tertutup rapat untuk orang tak berguna sepertimu!”
Billy tertawa di tengah keadaannya yang sempoyongan dan berusaha berpegangan pada meja kebersamaan Fean yang sudah sangat berantakan. Setelah sampai terbatuk-batuk, Billy berangsur duduk.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Fean merasa sangat emosi. Bisa-bisanya ia kecolongan dan membiarkan Dara memiliki kekasih seperti Billy.
“Dara enggak bisa tanpa aku. Bahkan baru sekali saja, dia sudah merengek sibuk ngajak nikah!” ucap Billy yang tetap berusaha menatap Fean meski kedua matanya sudah sayu.
“Ya ampun, Bil ... Dara begitu kan karena dia ketagihan dengan keperkasaan kamu!” ucap pemuda berambut keriting dan diikat asal-asalan.
Lita dan Velly kembali berbisik. “Mereka ngomong apa sih?”
Meski masih ada di hadapan Billy, kaki kanan Fean telanjur melesat dan berakhir menendang pemuda berambut keriting di belakang Billy dan Fean yakini tak kalah mabuk dari Billy.
Keributan kembali terjadi, tapi tentu saja, meski Fean hanya menghadapi sendiri, kenyataannya yang tidak mabuk, jauh lebih leluasa menghajar. Sementara pada Billy, Fean menghantam pemuda itu menggunakan piring steak milik Velly.
Berani kamu melukai apalagi merusak Dara seperti apa yang kalian katakan, hidup kalian sungguh akan selesai! Batin Fean menatap marah Billy yang terkapar meringkuk di meja. Ingin rasanya ia menghajar lebih, tapi di sana ada banyak mata termasuk CCTV.
Kedua satpam di restoran baru saja tiba, tapi Fean melarang keduanya menyentuh Billy dan ketika rekannya.
“Tunggu polisi datang dan biarkan mereka mengurus kasus ini!” tegas Fean yang memilih berlalu dari sana. Ia naik ke lantai atas selaku ruang kerja yang juga sampai disertai tempat tinggal khusus untuknya.
Velly dan Lita yang ditinggalkan di sana, merasa ngeri dan keduanya sepakat menghubungi sekaligus mengabari Dara.