Tubuh Dara gemetaran hebat dan berangsur terduduk lemas di pinggir tempat tidur. Sambil terus menyimak cerita dari Velly melalui sambungan telepon di ponselnya, Dara membiarkan air matanya berjatuhan. Dara tak hanya merasa kebas, tetapi ia juga sampai kesulitan bernapas. Kalaupun bisa, napasnya sangat pendek dan itu membuatnya lebih mirip dengan pengidap asma akut.
Di sambungan telepon mereka, Velly dan juga Lita menceritakan apa yang terjadi kemarin malam di restoran Fean. Bahwa Billy yang mabuk dengan ketiga temannya, datang membuat keributan dan sampai menjadikan Dara sebagai bahan dari keributan. Velly dan Lita menceritakan semuanya secara detail tanpa ada yang ditutupi.
“Apa yang Billy dan teman-temannya katakan enggak bener, kan, Ra?” Suara Lita terdengar sangat khawatir.
“Tapikan orang mabuk selalu jujur!” Kali ini giliran suara cempreng Velly yang terdengar protes.
“Ih, diem kamu! Bisa jadi itu hanya akal-akalannya Billy buat balas dendam pada Om Fean karena kedekatan Om Fean dengan Dara!” balas Lita yakin. Lita terdengar tidak percaya bila seorang Dara yang lugu dan benar-benar nol besar dalam urusan cinta, berani melakukan seks di luar pernikahan bahkan kemudian sampai mengajak Billy menikah cepat.
Pusing. Dara mendadak kacau dan benar-benar tidak bisa berpikir. Sampai detik ini Dara masih tidak menyangka sekaligus sulit untuk percaya, bahwa pembuktian cinta yang Billy lakukan secara paksa padanya justru membuat keadaan makin runyam.
Dara terpejam pasrah dan menunduk. Kemudian, ia menurunkan ponsel dari telinganya dan menggenggamnya sangat erat, selain sebelah tangannya yang juga mengepal kencang. Bagaimana, ini? Om Fean sudah tahu dan otomatis sebentar lagi mamah sama papah juga tahu! Jerit Dara dalam hatinya. Ia sama sekali tidak ingat bila sampai detik ini, sambungan teleponnya dengan Lita dan Velly masih berlangsung. Bahkan kini, jerit keduanya yang sibuk memanggilnya, terdengar sangat berisik. Namun, kenyataan tersebut sama sekali tidak mengusik Dara karena Dara telanjur pusing dengan kenyataan Fean yang sudah mengetahui apa yang terjadi antara Dara dan Billy.
Dara yang sudah rapi dan siap berangkat ke kampus, bergegas menyeka air matanya. Dirasanya, ia harus menemui Fean secepatnya. “Iya, aku harus menemui om Fean secepatnya!” lirihnya sangat yakin dan memang tak ada cara lain. Ia meraih tumpukan buku di meja belajarnya, kemudian memasukkannya pada tas yang ada di meja. Tak lupa, ia juga mengambil tas berisi laptop di kursi belajarnya sebelum akhirnya bergegas dari sana. Karena sesuai niatnya, sebelum ia pergi ke kampus, ia akan menemui Fean dan mengajak pria itu berbicara empat mata.
Keluarga Dara tengah sarapan bersama di depan kolam ikan. Mereka melakukannya sambil mengobrol hangat dan kadang dihiasi candaan yang membuat mereka kompak tertawa. Azura langsung memanggil Dara bertepatan dengan Dara yang baru saja menuntaskan anak tangga yang harus ia lalui.
Detik itu juga, dunia Dara seolah mendadak berputar lebih lambat, padahal jantung Dara makin berdetak cepat sekaligus keras. Dara merasa sangat bersalah setelah apa yang terjadi padanya dan Billy. Dan Dara sangat sulit untuk menyembunyikannya.
Apakah bila aku jujur, mereka akan memaafkanku? Pikir Dara yang terpaksa berbohong dan berseru, “Aku sudah telat, Mah! Masih ada belajar kelompok karena tugas kemarin belum beres semua. Nanti aku sarapan di sana saja. Byee semuanya ... i love you!”
Dara baru menyadari, terlalu sering berbohong justru membuatnya merasa sakit yang juga sulit ia akhiri. Apalagi ketika kebohongannya justru dibalas dengan senyum hangat oleh orang tua dan juga kedua adiknya.
Kenapa kebohonganku membuatku sesakit ini? Batin Dara. Ia balas tersenyum walau kedua matanya mulai terasa basah.
Tepat ketika Dara balik badan dan baru akan melangkah pergi dari hadapan di sebelah sana, suara pecah terdengar dari kebersamaan sarapan. Ternyata Azura mamah Dara tak sengaja menyenggol gelas minumnya yang berakhir terjatuh ke lantai marmer berwarna perpaduan putih gading yang sekelilingnya dipadukan dengan warna merah hati.
Apa yang menimpanya membuat Azura refleks berdiri. Namun, ia justru menatap kepergian Dara, benar-benar bukan gelas yang pecah karenanya dan tengah menjadi bahan perhatian kebersamaan di sana. Tak Azura sangka, ternyata langkah Dara juga menjadi lebih pelan bersama sulungnya itu yang menoleh kemudian membuat tatapan mereka bertemu.
Kenapa perasaanku menjadi sekacau ini? Kenapa hatiku terasa perih dan teriris tak beralasan seperti sekarang? Sebenarnya apa yang terjadi? Dara, kenapa Mamah makin tidak bisa berhenti mencemaskanmu, Nak? Batin Azura yang melepas kepergian Dara dengan tatapan berat.
Azura tidak tahu, kenapa dirinya teramat sulit mengakhiri kekhawatirannya. Ia nyaris menginjak pecahan gelasnya andai Danian sang suami tak mencekal pinggangnya melalui dekapan erat. Namun, Azura bisa lolos dengan mudah sambil terus tersenyum dan seolah dirinya baik-baik saja.
Dara yang membuka pintu sendiri, dikejutkan oleh d**a bidang Fean yang kali ini memakai kaus polos sekaligus ketat warna hitam. Meski sempat bingung apalagi setelah akhirnya tatapan mereka bertemu, Dara sengaja menggandeng Fean dan membawa pria itu pergi dari sana.
Kedatangan Azura yang menyusul Dara, membuat wanita ayu itu mendapati kepergian Dara yang menggandeng Fean buru-buru pergi dari sana. Kenyataan yang detik itu juga langsung mengobati kekhawatiran Azura. Karena bagi Azura, Dara selalu aman bila bersama Fean.
***
Sampai detik ini, Fean masih diam, masih fokus mengemudi sesaat setelah sampai memakai kacamata besar berwarna hitam. Padahal, biasanya Fean akan melepas kacamata dan baru akan memakainya ketika suasana silau. Namun kini, kini masih pukul delapan pagi dan suasana pun sedang mendeng. Langit yang membentang menguasai kehidupan mereka tengah kelabu, persis seperti ketakutan beserta kesedihan yang tengah Dara rasakan dan sampai membuat Dara kehilangan semua nyalinya bahkan untuk sekadar mengangkat tatapannya.
Dara berpikir, memang ada yang sengaja Fean sembunyikan dan itu berkaitan dengan mata Fean.
“Om ngomong ...,” ucap Dara yang berakhir dengan sangat lirih. Ia melirik takut Fean yang berangsur mengarahkan tangan kirinya dan mengelus kepala Dara penuh sayang. Tak hanya itu, Fean juga agak merengkuh kepala Dara kemudian meninggalkan ciuman dalam di ubun-ubun Dara.
Tak ada yang berubah, Fean tetap akan semakin menyayangi Dara di setiap kebersamaan mereka diliputi prahara. Selain makin menyayangi Dara, Fean juga akan cenderung diam, benar-benar irit bicara, tapi tanpa sepengetahuan Dara, Fean akan mengatasi semuanya.
Dulu, ketika Dara kelas delapan dan tak sengaja menghilangkan kalung berlian hadiah ulang tahun dari Azura, Dara yang sangat bingung dan akhirnya menceritakannya pada Fean, justru mendapatkan kalung yang sama dan Fean pesan secara khusus. Namun, Dara yang tidak bisa berbohong akhirnya jujur dan menceritakan semuanya di depan Fean dan orang tuanya. Saat itu, Danian langsung marah karena baginya, cara Fean menyayangi Dara telah membuat Fean mengajari Dara untuk berbohong. Akan tetapi, Azura langsung bisa meredam kemarahan Danian dan membuat kebersamaan mereka kembali.
“Akhir-akhir ini aku merasa, ... dia b******k. Dan aku juga menyadari bahwa cinta tidak melulu tentang fisik, ... juga bukan tentang seberapa dia keren. Termasuk tentang seberapa sering dia membuat hatiku berdebar-debar hanya karena aku melihat senyumnya. Hanya karena aku mendengar suaranya yang mengatakan banyak hal manis. Karena saat membentak dan memaksa, dia sangat menyebalkan!” Sambil terus menurunkan tatapannya, Dara tak kuasa mengontrol air matanya agar tidak berjatuhan mewakili jerit batin yang susah payah ia sembunyikan.
Di balik kacamata hitamnya, Fean juga menitikkan air mata. Hatinya terasa sangat perih, sebelum akhirnya hancur tak berupa karena apa yang baru saja Dara sampaikan seolah menegaskan bahwa apa yang Billy dan ketiga temannya katakan kemarin malam ketika keempatnya membuat keributan dalam keadaan mabuk, memang benar.
Tangan kiri Fean kembali merengkuh kepala Dara. Ia kembali melayangkan ciuman dalam di ubun-ubun Dara tapi kali ini sampai terulang lima kali. Kemudian, tangan kirinya itu turun merangkul punggung Dara. Ia melakukannya sambil terus fokus mengemudi menggunakan tangan kanan.
“Aku baik-baik saja, Om! Dan aku yakin, ... Om akan melakukan yang terbaik seperti biasanya!” ucap Dara masih sangat lirih, demi meredam kesedihan Fean. Ia mendengar isak lirih dari Fean yang sampai mendadak ingusan. Fean seolah tidak bisa menerima kenyataan. Pria yang sudah sangat dekat dengannya itu seolah marah bahkan kecewa kepadanya setelah apa yang terjadi antara dirinya dan Billy, tapi Fean tak kuasa mengutarakannya.
“Aku hanya meminta polisi untuk menahannya selama orang tuanya belum datang menjemput. Namun bila dia berani kembali melukaimu, aku tidak akan pernah melepaskan apalagi memaafkannya!” tegas Fean lirih.
“Terima kasih banyak, Om! Aku juga akan berusaha mengubahnya agar dia bisa menjadi lebih baik.” Tanpa lebih dulu menghapus air matanya, Dara menatap Fean sambil tersenyum. Kedua tangannya berangsur meraih sekaligus melepas kacamata Fean. Benar saja, mata Fean sudah sangat basah sekaligus merah.
Tanpa mengubah keadaannya yang cenderung fokus menatap Dara, Fean berkata, “Jangan memasuki neraka lebih awal, Ra. Berjuang sendiri dalam sebuah hubungan yang harusnya diperjuangkan bersama-sama, sama saja membangun sekaligus memasuki neraka lebih awal sebelum kita merasakan kematian.”
Dara berangsur menunduk. Masalahnya tidak semudah yang Fean pikirkan. “Aku akan berjuang, Om. Aku akan memberinya kesempatan.”
Fean sadar tidak ada orang lain di sana yang dengan sengaja menusuk punggungnya dengan kejam. Namun, pengakuan Dara barusan sungguh mirip dengan tusukan brutal tanpa disertai penampakan. Rasanya sungguh sakit, mendapati orang yang sangat ia cintai justru memilih mempertahankan sumber luka-lukanya.
“Andai dia tak juga berubah?” tanya Fean lirih karena suaranya tercetak di tenggorokan.
“Aku akan meninggalkannya!” tegas Dara yang berangsur menatap Fean. Tak ubahnya ucapannya, tatapannya kali ini juga diliputi ketegasan yang begitu kuat. Karena seperti tekadnya, andai Billy tidak bisa diajak menjalani hidup lebih baik dan masih saja kekanak-kanakan, Dara sungguh akan meninggalkan Billy, apa pun yang terjadi.