BAB 4 Sedih

1187 Kata
Malam harinya. Saat Nao mengendap-endap keluar dari rumah menuju tenpat tes sihir. Saat itu Ken melihatnya keluar dan diam-diam mengikutinya dari belakan. “Ternyata dia kembali ke tenpat sihir ini,” batin Ken. Anak lelaki itu memperhatikan Nao yang mendekati bola kristal. “Aku mohon sekali saja. Bercahayalah untukku walau sedikit saja.” Ken tersenyum meremehkan mendengar doa yang di panjatkan Nao. Nao pun menutup kedua matanya dan mengambil napas dalam-dalam lalu perlahan menyentuh bola keristal itu. Tapi, anak lelaki itu harus menelan kenyataan. Bola keristal itu tetap tidak bercahaya. Ken tertawa melihat usaha sia-sia yang di lakukan Nao dan tawa anak lelaki itu semakin besar kala melihat wajah sedih Nao. Mendengar suara tawa mengejeknya membuat Nao kaget. Nao berbalik dan menatap kesal Ken yang ada di belakannya sedang menertawaninya. “Sejak kapan kau ada di sini?” “Sejak kau mengendap-endap layaknya pencuri keluar dari rumah. he he he. Dengar yah! kau itu hanyalah manusia biasa dan ini sudah menjadi takdir mu. Kau tak bisa mengubahnya. Selamanya kau tak akan bisa mengeluarkan mana. Jadi jangan melakukan hal yang sia-sia seperti ini.” Mendengar perkataan mengejek Ken membuat Nao sedih dan menundukkan kepalanya. Ken malah semakin senang melihat wajah sedih Nao. “Kalau begitu aku pulang dulu yah. Anak manusia.” Ken pun berbalik meninggalkan Nao setelah mengucapkan kata mengejek pada anak lelaki itu. “Kenapa ... kenapa aku tak punya kekuatan ... kenapa hanya aku yang berbeda ...“ Nao pun menangis dalam kesendiriannya. Ia merutuki takdirnya yang begitu kejam padanya. Berkali-kali ia mempertanyakan kenapa hanya dia yang berbeda. Bukankah manusia yang ada di dunia ini di lahirkan memiliki mana untuk bisa mengeluarkan kekuatan sihir? Tapi kenapa dia tidak bisa? Ratapan Nao seketika membuat bola keristal itu sedikit mengeluarkan cahaya. Anak lelaki itu terpana. “Bolanya bercahaya!” pekinya senang. Lalu Nao semakin dekat dengan bola keristal itu. meletakkan kedua tangannya pada bola itu. Cahaya pada keristal itu semakin bercahaya terang. Nao tidak tau kenapa bola keristal itu bercahaya sangat terang. Hingga ia tak bisa membuka kedua matanya. Terdengar suara retakan pada bola keristal itu. Nao mulai panik mendengar suara retakan itu. “Gawat. Bola keristalnya mulai retak.” “Sepertinya aku harus melepas kedua tanganku,” batinya. Tapi, bola keristal itu tatap bercahaya terang hingga ... Bola keristal itu meledak dan mengeluarkan suara yang sangat keras. Nao terpental jauh dan membentur kursi-kursi yang masih ada di dalam ruangan tes tersebut. Darah menetes di pelipis Nao saat itu juga sekilas ia melihat sekelilingnya yang telah berantakan. Lalu pada akhirnya anak lelaki itu tak bisa mempertahankan kesadarannya. *** Menjelang pagi. Ken bangun dari tidur nyenyaknya. Sekilas ia menatap tepat tidur Nao yang kosong. Dan ranjang itu itu masih terlihat rapi menandakan sang pemilik belum pernah kembali. “Sepertinya dia masih ada di ruang tes itu.” Sambil sesekali menguap. Ken keluar dari kamarnya, ia lihat ibu angkatnya tengah menyiapkan makan untuk serapan bersama. “Nao mana Ken?” tanya ibu angkatnya. Jelas pertanyaan itu membuat Ken kesal. Lagi-lagi ibunya hanya memikirkan Nao. Wanita paruh baya yang ada di hapannya ini hanya memperdulikan Nao ketimbang dia. Padahal Ken juga adalah anak mereka. “Tidak tahu,” jawab Ken ketus dan berbohong. Jawaban Ken membuat wanita paruh baya itu cemas. Ia takut terjadi sesuatu pada Nao. Setelah apa yang telah terjadi kemarin. Ia tahu Nao pasti sangat sedih dan terpuruk karena hanya dia yang berbeda. “Ada apa, Sayang?” tanya lelaki paruh baya yang baru saja keluar dari kamar yang di ketahui adalah siaminya. “Nao tidak ada di rumah. Aku sangat mencemaskannya. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya setelah apa yang terjadi kemarin.” Lelaki paruh baya itu berusaha menenangkan istrinya. Sedangkan Ken hanya memalingkan wajah tak perduli. Tangan kanan Ken pun terangkat mengambil sendok. Mending ia makan dari pada harus memikirkan Nao. Melihat Ken yang akan menyantap makanan membuat wanita paruh baya itu kesal. Dan memukul tangan Ken yang akan mengambil lauk. “Makannya nanti yah. tunggu hingga Nao kembali.” Sebisa mungkin wanita itu berucap lembut walau dalam hati ia sedikit kesal. Mendengar perkataan ibunya membuat Ken kesal. Anak lelaki itu pun melempar sendok yang ia pegang di sembarang tempat. “Nao... Nao ... Nao. Ibu ... sampai kapan kau hanya memikirkan Nao? Kau tak pernah sedikit pun memikirkanku. Aku juga adalah anakmu bukan Nao saja,” ungkap Ken sedih dengan kedua mata yang berkaca-kaca lalu meninggalkan kedua orang tua angkatnya dan masuk ke dalam kamarnya. “Kau ...” wanita paruh baya itu kesal dengan perkataan Ken. Ia ingin mengikuti Ken masuk ke kamarnya. Tapi, suaminya segera mencegahnya. “Tenang, Sayang. Jangan marah pada Ken. Anak itu hanya cemburu padamu. Ia tak bermaksud untuk marah. Dia hanya ingin kau memberinya perhatian seperti kau menyayangi Nao.” “Tapi, aku lakukan itu karena Nao butuh perhatian lebih ketimbang Ken. Dia lebih dewasa ketimbang Nao dan Ken lebih Kuat.” “Tapi, Ken juga anakmu. Kau juga harus memperhatikannya seperti kau memperhatikan Nao. Kau hanya membuat Ken semakin cemburu.” Wanita paruh baya itu pun terdiam tediam dan menundukkan kepalanya. Sepertinya apa yang di katakan suaminya ada benarnya. Ia selalu saja membeda-bedakan keduanya. “Aku akan bicara pada Ken.” Baru saja wanita itu akan melangkah masuk ke dalam kamar anaknya. Sang suami pun cepat menghentikannya. “Tunggu biar aku saja yang bisa dengan Ken. Kau pergilah cari Nao. Aku juga sangat mencemaskan Nao karena belum kembali sejak tadi.” “Baiklah. Aku pergi dulu.” Wanita paruh baya itu pun keluar rumah sedangkan sang suami masuk ke dalam kamar Ken yang sedang cemberut kesal pada orang tuanya. “Ken ...” panggil sang ayah lembut. Tapi, anak lelaki itu masih saja buang muka dan tak ingin menatap ayahnya yang bejalan masuk mendekatinya. Sang ayah pun duduk di ranjang tempat Ken juga duduk. Lalu memeluknya dari samping. “Sudah ... jangan marah lagi. Ibumu tidak benar-benar membencimu dia sangat menyayangimu, Kok. Jadi jangan marah yah.” “Bagaimana aku tidak marah. Ibu hanya memperhatikan Nao ketimbang aku. Padahal aku juga butuh kasih sayang.” Setelah itu barulah Ken luluh dengan perkataan ayah angkatnya. *** Wanita paruh baya itu bejalan mondar-mandir mendari anaknya Nao yang hingga sekarang ia tak tahu kemana anaknya berada. “Bu Rika. Aku lihat anakmu Nao ada di ruang tes dan anakmu yang telah menghancurkan ruang tes. Penduduk desa sangat marah pada Nao setelah di temukan di tempat kejadian.” “Apa! terima kasih informasinya. Aku harus ke sana menemui Nao.” Wanita paruh baya itu pun berlari menuju ruang tes. Saat ia tiba ia melihat kerubunan di ruangan itu. “Ayo, bicara. Kenapa kau menghancurkan ruangan tes ini!” suara bentakan yang menggema menyambut wanita paruh baya itu saat tiba di ruang tes. Tak hanya itu ia melihat anaknya berdiri dengan kedua kakinya yang memar yang artinya kedua kakinya telah dipukul kayu. Membuat wanita paruh baya itu tersoyak sedih. tak tega melihat anaknya yang teluka dan kesakitan. Sekali lagi kedua kaki itu di pukul dengan kayu. “Jawab!” “Tidak." Pukulan itu kembali melayang dan membuat Nao semakin menangis. Hingga padangannya mulai kabur dan akhirnya anak lelaki itu pun pingsang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN