BAB 3 Cemburu

1092 Kata
Malam harinya, Ken di hukum oleh orang tua angkat mereka. Setelah ketahuan bahwa Ken dan teman-temannya yang telah membully Nao. Sehingga menyebabkan Nao terluka parah. Nao mengintip dari pintu kamarnnya dan melihat Ken seding di cambuk oleh ayah angkat mereka. “Sudah kubilang. Kau harus menjaga Nao. Bukan malah membullynya!” bentak lelaki paruh baya itu. Ken mengepalkan telapak tangannya. Ia sangat kesal, lagi-lagi ia harus mendapatkan hukuman karena Nao. Saat melihat Ken akan masuk kedalam kamar. Dengan cepat Nao naik di atas ranjang dan berpura-pura tidur. Ken masuk kedalam kamarnnya dengan tertatih. Pukulan ayah angkatnnya pada kedua kakinnya tidak main-main. Kakinnya memar dan membiru untungnnya tidak mengeluarkan darah. Ken melirik Nao yang sedang tertidur dan menatapnya kesal. Lalu naik keatas ranjangnnya yang ada di samping Nao. Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari Ken yang menandakan anak itu telah tertidur pulas. Nao membuka kedua matannya lalu turun dari ranjangnnya dengan langkah tertatih keluar dari kamar. Nao mencari kotak obat yang selalu di gunakan ibu angkatnnya. Saat mengobati lukanya. Nao mengeledah lemari tapi tak menemukan obat yang ia cari. “Di mana ibu menyimpannya?” batinya yang masih berusaha mencari. “Kau mencari ini?” sebuah suara mengagetkannya. Nao membalik tubuhnnya dan menatap ibu angkatnnya yang sedang memengang kotak obat. Nao terdiam saat ibu angkatnnya mendekat dan memberikan kota obat itu padannya. “Obati lukannya. Kau pasti sudah tahukan cara merawat luka,” kata wanita paruh baya itu. Nao mengangguk. “Iya, Ma. Aku tahu.” Setelah mendapatkan kotak obat. Nao mengendap-endap masuk kedalam kamar dan mendekati Ken yang sedang tertidur. Dengan pelan Nao mengangkat selimut yang menutupi kedua kaki Ken dengan hati-hati. Setelah itu Nao mengoleskan obat pada luka pukul yang ada di kaki Ken dan membungkusnya dengan perban. “Maafkan aku ...” lirih Nao setelah mengobati luka Ken. Setelah menaruh kotak obat Nao kembali keranjangnnya dan tertidur. Tanpa ia sadari ternya sedari tadi Ken memperhatikan Nao. Ia hanya malas untuk membuka suara jadi ia biarkan saja Nao merawat lukannya. *** Dua tahun kemudian. Kini Ken dan Nao berumur tujuh tahun. Pada umur tujuh tahun anak-anak akan di tes untuk melihat tingkat kekuatan mana yang ada dalam diri mereka dan di sinilah mereka berdua. Ken dan Nao sedang bersiap-siap untuk menunggu giliran di tes bersama dengan teman-teman sebaya mereka. Nao terlihat gugup dan tidak tenang. Ia menatap ibu angkatnnya yang kebetulan ikut untuk menjaga mereka berdua. “Maa. Aku tak ingin di tes. Mereka akan menertawakanku saat tahu mana dalam tubuhku tak bisa keluar,” kata Nao cemas. “Tenang saja. Tidak ada yang akan menertawakanmu,” wanita itu berusaha menenangkan anaknya. Satu persatu anak sebayannya telah naik di atas panggung. Banyak penduduk desa yang menyaksikan. Sehinga membuat Nao semakin cemas dan takut. “Tapi, maa. Bisakah aku pergi saja?” tanya Nao berusaha memohon. “Tidak bisa, Nak. Semua anak sebaya kamu harus di tes.” Tak lama kemudian nama Ken di panggil naik keatas panggung. Sekarang hanya tinggal mereka berdua yang belum di tes. Semua mata tertuju pada Ken saat anak itu maju ke atas panggung. Nao semaki cemas karena setelah Ken namanyalah yang akan di panggil selanjutnnya. Ken mendekati sebuah bola keristal yang dapat mendeteksi kekuatan mana dan element apa saja yang bisa ia kuasai. Jika mana dalam tubuh sangat kuat maka bola keristal itu akan bercahaya terang. Tapi, jika mana mereka lemah maka bola keristal itu akan bercahaya redup dan untuk melihat element yang dapat di kuasai dapat di lihat dari warna apa saja yang keluar dari bola keristal. Ken menutup kedua matannya dan mengambil napas dalam-dalam. setelah itu ia membuka kedua matannya dan mendekatkan telapak tangannya pada bola keristal. Semua mata terlihat kaget saat melihat bola keristal itu bercahaya terang yang menandakan Ken memiliki mana yang paling kuat di antara teman sebayanya. Lalu muncul warna merah yang menandakan Fire element, biru menandakan Water element, putih menadakan Air element dan hijau menadakan Earth element. Semua mata tertuju pada Ken yang dapat mengeluarkan cahaya terang dan empat warana element sekaligus. Mereka menatap Ken kagum dan bersorak gembira. Akhirnnya desa mereka telah menemukan anaka yang dapat mengendalikan empat element sekaligus. Saat itu juga Nao semaki cemas dan takut. Ia berbeda dengan Ken. Mungkin dalam dirinnya ia tak memiliki mana. Bisa jadi ia hanyalah manusia biasa tanpa mana. Tak lama kemudian Nao di panggil naik ke atas panggung. Ia menatap ibunnya sejenak. “Semangat kamu pasti bisa.” Wanita paruh baya itu berusaha menyemangati Nao walau dalam hatinya ia juga merasa cemas dan takut. Saat melangkah menuju panggung Nao dan Ken sempat berpapasan. Ken melirik Nao sejenak dan tersenyum meremehkan. Hal itu jelas membuat nyali Nao semakin menciut. Ken kembali ketempat duduknya yang ada di samping ibu angkatnnya. Semua mata telah tertuju pada Nao yang sedang mengambil napas dalam-dalam. Nao mengakat tangannya dan menyentuh bola keristal itu. Kedua matannya pun berkaca-kaca saat tak ada perubahan pada bola keristal. Sesuai dugaannya selama ini. Ia hanyalah anak manusia biasa tanpa adanya sihir dalam tubuhnnya. “Sudah kuduga, anak bernama Nao itu hanyalah manusia biasa,” ujar salah satu penduduk desa. Para penduduk berbisik-bisik. Jelas itu membuat Nao semakin sedih. Ia sudah tahu dialah yang menjadi bahan pembicaraan para penduduk desa. Satu persatu penduduk pun meninggalkan tempat mereka dan meninggalkan Nao yang masih berdiri di atas panggung. Anak sebaya mereka tertawa terbahak-bahak menatap Nao. Ibu angkat Nao melangkah mendekatinnya lalu memeluk Nao. Saat itulah Nao menangis. “Kenapa? Kenapa aku tak memiliki sihir sama sekali? kenapa aku terlahir sebagai manusia biasa?” tanya Nao bertubi-tubi. Pertanyaan Nao jelas tak bisa wanita itu jawab. Ia juga tidak tahu mengapa Nao tak bisa mengeluarkan Mana. Padahal semua manusia yang terlahir di dunia ini pasti memiliki mana walau hanya sedikit. Ken meninggalkan tempatnnya saat ia meresa cemburu melihat ibu angkatnnya yang terlalu menyayangi Nao di bandingkan dia. *** Setelah menyadari kenyataan, Nao menyendiri di hutan. Ia ingin sendiri dan tak ingin di ganggu. Tak lama kemudian sebuah perkataan konyol muncul dalam pikirannya. “Mungkin saat itu bola keristal lagi rusak saat aku menyentuhnnya,” kata Nao yang berusaha menghibur diri. “Mungkinkah sebaiknnya aku mencoba sekali lagi, yah?” batinnya. *** Malam harinnya, Nao megendap-endap keluar dari rumahnnya menuju tempat tes sihir di lakukan. Nao tersenyum senang saat tak menemukan siapapun. Artinnya ia bebas untuk mengetes kekuatannya. Nao mendekati bola keristal yang masih terpajang di atas panggung. “Aku mohon sekali saja. Bercahayalah untukku walau sedikit saja.” Nao berdoa terlebih dahulu semoga bola keristal itu bercahaya. Nao menutup kedua matannya lalu mengambil napas dalam-dalam. Lalu dengan perlahan menyentuh bola keristal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN