BAB 6. TERLAMBAT BULAN?

1097 Kata
"Ya ampun princess, kayak sama siapa aja. Kita ini kan bestie," sahut Dian cemberut karena Bulan meragukan niat baiknya. "Bukan gitu say. Cuma aku ngerasa nggak enak sama kamu," ucap Bulan serba salah. "Udah nggak usah nggak enakan gitu. Dulu kamu kan juga banyak bantu aku. Sekarang gantian aku yang bantu kamu. Itu baru namanya bestie," sahut Dian dengan wajah penuh kesungguhan. "Nanti kamu aja Di yang kirim barang ke tempat Bulan. Anggap aja nanti kita reunian bertiga," usul Putri yang dari tadi diam menyimak pembicaraan antara Bulan dan juga Dian. "Oke oke. Ya ampun aku kangen banget tau sama kalian. Eh nanti siang deh aku otw ke sana. Kamu stay aja ya Put. Tunggu aku. Awas kalau kamu pulang," ucap Dian semangat empat lima. "Iya iya. Cepet ya," sahut Putri mantap. "Otw, bye cantikku," ucap Dian langsung mematikan sambungan. "Anak itu kebiasaan," gerutu Putri. "Sudah, biarin aja," sahut Bulan. *** "Bulan ... Putri ... ya ampun kangen banget tau," seru Dian memeluk kedua sahabat lamanya itu. Begitupun dengan Bulan dan Putri. Ketiganya berpelukan layaknya teletubies. "Kita kok kayak teletubies ya ... berpelukan," kekeh Putri menyadari tingkah konyol mereka. "Dih ketahuan sudah tua, kenalnya sama teletubies," goda Dian mmebuat Putri memberengut merajuk. "Cih," decak Putri. "Ngambek," goda Dian menowel dagu Putri membuat Putri mencibir tingkah Dian yang memang sedari dulu paling suka menjahilinya. "Kamu bawa apaan itu Di?" Tanya Bulan melihat beberapa kotak teronggok di depan pintu kontrakannya. "Oh iya, itu scincare yang bisa kamu promosikan. Aku baru bawa sepuluh doz, nanti kalau banyak yang order aku tambahi lagi. Aku jamin kalau kamu nggak bakal kehabisan stok," sahut Dian sembari membawa satu kotak bawaannya diikuti oleh Putri dan Bulan. Ketiganya kompak bahu membahu membantu Bulan. Dian memberikan sedikit arahan kepada Bulan bagaimana mempromosikan skincare yang dia jual. Bulan juga menanyakan kelebihan dan cara pakai produk yang nantinya akan dia jual. "Princess, ini aku kasih satu set buat kamu. Karena kalau kita pakai dan merasakan perubahan positif itu bisa juga jadi bahan promosi buat kamu," ucap Dian dan menyerahkan tottebag berisi paket perawatan lengkap yang sudah dia pisahkan dari kotak produk yang khusus untuk di jual. "Wah makasih ya say. Tau aja kalau aku dah lama nggak pakai gituan," ucap Bulan terharu. "Buat aku mana?" Tanya Putri pura-pura memelas menadahkan kedua tangannya. "Penulis pemes mah wajib bayar. Mana ada gratisan," sahut Dian dengan memalingkan wajah menahan tawa. Ketiganya terkekeh geli dengan tingkah mereka yang kekanakan. "Eh aku ada oleh-oleh dari kota B. Bentar ya," sahut Dian bangun dari duduknya menuju ke arah mobilnya berada. "Wooow aci ya?" Sahut Putri antusias. "Kamu itu tau aja. Nih say. Dipanasi dulu. Aku juga bawa seblak. Semuanya frozen food langganan aku. Dijamin enak pokoknya," jawab Dian sembari mengangsurkan sekantung besar kresek ke arah Bulan. Bulan mengintip isinya dan terbelalak melihat apa saja isinya. "Ini banyak banget. Untung kontrakan aku ada kulkasnya. Kalau nggak pasti mubazir nih. Ini yang mana dulu nih yang mau dipanasin?" Tanya Bulan bingung karena isi dalam kantung itu tak hanya aci dan seblak saja. TAPI juga ada siomay, bakso, bahkan ada sosis aneka rasa. "Sengaja, aku nggak tau kesukaan kamu apa. Yang aku tahu kamu suka seblak. Putri suka aci," ucap Dian polos. "Sudah Lan, aku mau aci. Kamu?" Tanya Putri bak pemilik rumah saja. "Seblak aja," sahut Dian layaknya pembeli di warung tongkrongannya. Ketiganya terkekeh. Bulan segera beranjak ke arah dapur yang masih bisa terlihat arah ruang tamu karena ruangan itu tidak bersekat. Selama Bulan memanaskan pesanan teman-temannya dan juga dirinya sendiri. Ketiganya tetap bisa melemparkan candaan satu dengan yang lainnya. Sementara ini Bulan bisa melupakan sejenak masalah yang baru saja menimpanya dan juga ibunya. "Oh ya kamu di sini sama tante saja?" Tanya Dian. "Iya, tadi pas kamu datang ibu masih tidur. Kamu lihat saja, barangkali bangun," sahut Bulan tanpa berbalik ke arah temannya. Tangannya begitu cekatan dengan apa yang ada di depannya. Dian bangkit dari duduknya yang hanya beralaskan karpet bekas yang ditemukan oleh Bulan di gudang. Putri ikut menyusul. "Kasihan Bulan dan tante, apa sebenarnya yang terjadi Put?" Tanya Dian bertanya dwngan suara lirih. Takut terdengar Bulan. "Nanti aja aku ceritakan. Kamu nggak berani tanya sendiri ke Bulan emang?" Tanya Putri tak mengerti kenapa Dian tak langsung bertanya kondisi Bulan kepada yang bersangkutan. "Entahlah, aku merasa saat ini bukan waktu yang tepat buat tanya hal serius. Mungkin nanti," sahut Dian masih dengan suara yang lirih. Matanya menatap sosok wanita paruh baya dengan perasaan yang sulit dia jabarkan. "Tante sekarang kok jadi kayak gini sih Put? Seingatku pas kita main ke rumah Bulan, tante pasti nyambut kita. Masakin kita makanan yang enak-enak. Kenapa sekarang seperti ini?" Tanya Dian sedih. "Aku juga kaget pas pertama lihat tadi. Tapi karena nggak mau bikin Bulan sedih aku pura-pura baik-baik saja melihat tante begini," ucap Putri yang sama sedihnya melihat kondisi ibu dan anak itu. "Apalagi ...." "Makanan sudah siap," teriak Bulan membuat kalimat Putri terpotong begitu saja. Kedua sahabat Bulan itu hanya saling menatap. "Hei malah bengong. Kalian kenapa kok saling tatap gitu," ucap Bulan lagi melongok ke dalam kamarnya. "Put, di mata kamu tuh ada beleknya," ucap Dian mencoba mengalihkan fokus Bulan. "ENAK AJA," gerutu Putri tak terima dengan tuduhan Dian. "Beneran Put. Tuh sana ngaca deh kalau nggak percaya. Belek segede itu kok nggak sadar," goda Dian mulai jahil. Dian memang paling suka menggoda Putri karena sahabatnya yang satu itu gampang sekali emosi. Berbeda dengan Bulan yang selalu kalem dan sulit buat Dian jahili. *** Sudah 3 minggu Bulan menempati kontrakan berdua dengan ibunya. Usaha skincare Bulan sudah mulai membuahkan hasil meski belum bisa dikatakan banyak. Tapi Bulan mensyukuri apa yang dia dapat kini. Akun menulisnya juga semakin banyak follower dan viewernya. Bahkan tak jarang ada pembaca yang menghadiahinya dengan beberapa gift yang memang difasilitasi oleh aplikasi. Total saat ini dia menulis di dua aplikasi. Keduanya mendapat respon luar biasa. Bulan berharap bulan depan dia bisa gajian dari aplikasi menulisnya. Bulan juga ikut program affiliate di beberapa akun belanja. Dan hasilnya lumayan meski belum gajian. Tapi dari laporan mingguan dia sudah mengantongi beberapa ratus ribu komisi. Semoga awal bulan sudah bisa cair. Ini kali pertama dia ikut program affiliate, jadi belum terlalu mengerti alurnya. Bulan belajar sendiri dari sho****. Dia baca step by stepnya dan mempraktekkannya. Apa saja Bulan coba selama itu halal dan menghasilkan cuan. Demi masa depanya dan juga kesehatan ibunya. Tapi ada satu hal yang mengganjal perasaan Bulan. Karena sejak kejadian waktu itu hingga sekarang, dia sudah terlambat bulan. Haruskah dia membeli testpack guna mengetahui dia hamil atau tidak. Setidaknya kalau mengetahui sejak awal Bulan bisa memikirkan langkah apa yang harus dia ambil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN