BAB 5. MENGHUBUNGI DIAN

1029 Kata
"Emang kamu nggak minum pil pencegah kehamilan?" Tanya Putri pelan. Dia tak mau tetangga kontrakan Bulan mendengar. "Setelah kejadian itu paginya saat aku keluar dari kamar, keluargaku beserta Sekar sudah menunggu di sana," cerita Bulan mengingat lagi kejadian itu. "Mereka mengatakan hal buruk tentang aku dan langsung memutuskan hubungan kekeluargaan denganku dan ibu. Ayah bahkan tega mengusir ibu yang sedang sakit tak berdaya," lanjut Bulan. Putri mendengar dengan penuh perhatian. "Dan benar, saat aku sampai di rumah. Koper kami dan juga ibu sudah berada di luar pagar. Setega itu mereka," ucap Bulan penuh amarah. "Jadi seharian itu aku mencari kontrakan dan saat tiba di sini aku dibantu pemilik kontrakan untuk beberes. Karena capek habis itu aku ketiduran. Nggak kepikiran untuk beli obat pencegah kehamilan," sesal Bulan. "Aku parah banget ya Put. Nggak tertolong emang," sahut Bulan sendu memikirkan kebodohannya. "Ya wajar sih. Kamu kan selama ini lurus-lurus aja. Mana kepikiran hal begituan," ucap Putri maklum. "Kalau aku minum sekarang ngaruh nggak sih?" Tanya Bulan mencoba mencari jalan keluar. Dia tak mau kejadian kemarin itu menghadirkan janin di dalam kandungan nya. Tidak. Dia belum siap. Apalagi kondisi nya yang masih belum mapan. Apa jadi nya anaknya nanti. Apalagi, kepada siapa dia meminta pertanggung jawaban. Tak mungkin kalau dia meminta gigolo itu untuk menikahi nya. Tidak. Membayangkan berbagi peluh dengan lelaki yang terbiasa melakukan hubungan badan dengan sembarang wanita demi uang, membuat Bulan begidik ngeri. Nasib buruk apa yang sudah menimpanya hingga harus menyerahkan keperawan nya kepada lelaki b***t macam gigolo yang sudah disewa oleh Sekar untuk menjebaknya. "Kalau setahuku sih sudah tidak berpengaruh tapi apa kamu mau coba?" Tanya Putri menenangkan. "Apa tidak bahaya? Bagaimana kalau di sini sudah ada janinnya? Aku sama aja dengan membunuh janinku sendiri nggak sih?" Tanya Bulan bimbang. Putri mendesah gemas dengan temannya yang mendadak galau. "Ya sudah kalau kamu nggak mau. Tenang saja, semua hal sudah ada jalannya. Biar Tuhan yang membawamu pada takdirmu," ucap putri akhirnya. Sunyi tak ada lagi yang berbicara. Putri dengan pikirannya sedang Bulan kembali asik melihat ke ponsel dan melihat aplikasi menulis miliknya. Dia tak menyangka baru hitungan menit dia posting satu bab sudah banyak follower yang dia dapat. Belum lagi viewer yang membaca dan berkomentar di akunnya. Hatinya berbunga-bunga. "Eh lihat nih Put, ceritaku ternyata banyak yang baca. Banyak komenan dan love juga. Seneng deh," ucap Bulan ketika membuka aplikasi manulisnya. "Kalau sudah memenuhi syarat untuk mengajukan kontrak kamu bisa ajukan," sahut Putri ikut senang. "Lima ribu kata kan?" Tanya Bulan meyakinkan. "Iya. Nanti saat menunggu kontrak disetujui dan signed. Kamu tetep post sebab minimal seribu kata biar retensi kamu tetap bagus." "Wah. Untung saja aku kenal penulis beken macam kamu. Jadinya aku dapat ilmu. Makasih ya," ucap Bulan penuh syukur. Di tengah kemelut yang dia hadapi, dia masih bisa bertemu dengan orang-orang baik. Seperti keluarga mak Romlah dan juga putri sahabat lamanya. "Kamu sudah kontak si Dian?" Tanya Putri mengingat kalau sahabatnya tadi berminat jadi reseller. "Sudah barusan aku chat. Tapi belum jawab," sahut Bulan sembari jemarinya mengetik sesuatu di ponselnya. Mungkin ingin menabung bab. "Kamu tuh kebiasaan jarang banget mau nelpon, telpon aja gih. Mungkin si Dian lupa kalau itu nomer kamu," ujar Putri. Bulan hanya nyengir mendengar gerutuan putri mengenai kebiasaannya yang hanya berbalas pesan. Jarang sekali mau menerima atau menelpon. "Iya iya. Bawel," goda Bulan. Yang langsung dihadiahi Putri pelototan tajam. Tapi tak berpengaruh bagi Bulan. Bulan langsung mendial nomer whatapp Dian. Bunyi nada sambung berdering. Hingga suara Dian terdengar di seberang sana. "Halo, siapa nih?" Sapa Dian membuat Putri mencebik kesal. Apalagi Bulan. "Cie yang jadi pengusaha skin care yang sukses sampai lupa sama teman lama," sindir Bulan mengundang kekehan di seberang sana. "Owalah princess to. Gimana nih kabar kamu. Lama tak jumpa," sahut Dian akhirnya. "Kabar aku kurang baik Di. Aku dicoret dari keluarga Kusuma. Makanya aku minta kerjaan sama kamu. Ada lowongan nggak?" Tanya Bulan serius tapi Dian menanggapi dengan becanda. Karena dia pikir Bulan sedang mengerjainya. "Ah kamu itu bisa aja. Duit kamu kan nggak berseri saking banyaknya," sahut Dian menggoda. "Aku serius Di. Aku butuh kerjaan sekarang. Aku aja sekarang ngontrak. Nih kalau nggak percaya aku alihkan ke vc ya," dan Bulan langsung mengalihkan panggilan telpon ke Vc. "Wah ada putri juga ya. Ah curang kalian kumpul kok nggak ajak-ajak aku sih?" Tanya Dian manyun. "Ya sudah sini. Kamu ada di kota A kan? Atau masih di kota B?" Tanya putri ikut nimbrung. "Masih di kota B. Aku barusan pindahan. Kamu sih aku undang nggak datang," sahut Dian memberengut. "Ih aku nggak diundang," ucap Bulan pura-pura merajuk. Dian dan Putri terkikik geli melihat muka Bulan yang lucu kalau sedang ngambek. "Kamu tuh kayak bang Toyib tau nggak. Ngilang terus. Aku hubungi mana pernah mau angkat," jawab Dian kalem. Bulan hanya bisa nyengir karena yang dikatakan Dian itu benar. Dia sejak lulus Sma harus bekerja di kantor ayahnya tanpa di bayar. Sudah gitu dia jadi tak punya waktu untuk dirinya sendiri. Karena banyak beban tugas yang dia kerjakan. "Kamu kan tau sendiri, ayah itu kasih aku kerjaan banyak banget," keluh Bulan mengingat bagaimana dia kesulitan membagi waktu untuk sekedar me time atau kumpul dengan teman-temannya. "Parahnya dia nggak dibayar satu rupiahpun. Alasannya klise, kan semua kebutuhan kamu sudah tersedia," gerutu Putri yang tau bagaimana ayah sahabatnya itu memperlakukannya. "Parah tuh, kayak penjajah aja," sahut Dian kesal. "Eh by the way, tumben nih ngebungi aku. Ada yang bisa aku bantu?" Tanya Dian yang tau kalau nggak biasanya Bulan ngehubungi dia duluan. Mungkin saja sahabatnya itu sedang kesulitan. Apalagi tadi dia bilang butuh kerjaan. "Kayak yang aku bilang di awal. Aku butuh kerjaan Di. Kata putri kamu open reseller di sini. Aku mau deh kalau nggak pakai modal. Jujur aku nggak ada uang sepeserpun. Uangku habis buat bayar kontrakan. Belum lagi nanti uang buat beli obat ibu. Kamu kan tau kalau ibu aku sakit," ucap Bulan sendu. "Serius kamu mau jadi reseller. Wah boleh. Kamu tinggal promosi saja. Nanti aku nitip barang buat kamu promosi sama buat stok kamu," ucap Dian senang. "Seriusan kamu percaya kasih barang ke aku?" Tanya Bulan semangat. Dia akan berusaha sekuat tenaga demi masa depannya dan juga demi kesehatan ibunya. Ya, asal halal apapun akan dia kerjakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN