Bab 9 Memalukan?

1470 Kata
“Apakah kamu bermaksud pergi begitu saja setelah membiarkan aku menunggu begitu lama?” Grizella berbalik dengan wajah merah saat mendengar suara dalam itu. Gale Bahrany! Berdiri sambil bersandar di pilar gerbang, dua langkah di belakangnya dengan tatapan tajam menghujam mata Grizella. “Maaf.. Maaf, G. Aku lupa kalau kamu sedang menungguku. Kebiasaan karena biasanya tidak ada yang menungguku seperti ini sebelumnya.” Ujar Grizella seraya tersenyum malu pada Gale. Melihat senyumnya, tatapan Gale melembut. Kata-kata Grizella seolah menyatakan bahwa ponakannya dulu tidak cukup baik memperlakukan Grizella. Jadi sekarang dia harus memperlakukannya dengan baik. Gale menghampiri Grizella dan menggamit tangannya. “Ayo, pulang!” Suaranya terdengar lembut. Grizella mengangguk lalu mengikuti langkah Gale tanpa bicara. Dia sedikit kuatir orang-orang melihat mereka berdua. Grizella takut sekali membayangkan orang-orang melihat mereka lalu bergosip dan semuanya menjadi bencana yang tidak bisa dia kendalikan. “Tangan kamu dingin, Sayang. Kamu tidak enak badan?” Gale bertanya sambil dengan cepat tangannya sudah meraba dahi Grizella. “Tidak! Tidak apa-apa!” Grizella menjawab panik. Kedekatan seperti ini akan menjadi tontonan menarik bagi orang-orang yang senang mengurusi urusan orang lain. “Aku baik-baik saja. Mungkin karena AC di ruangan dokter Amin terlalu dingin.” Lanjutnya sambil menarik napas lega karena akhirnya mereka sudah sampai di dekat mobil Gale dan pria itu membukakan pintu belakang untuk Grizella. Terlalu takut tertangkap basah sedang bersama Gale, Grizella cepat-cepat naik dan duduk manis di dalam mobil. Gale melangkah mengitari mobil lalu naik dan duduk di sebelah Grizella. Erick , asisten Gale yang berada di belakang kemudi menatap Gale dari kaca spion dan bertanya dengan matanya. “Jalan saja.” Perintah Gale. “Tolong langsung antar aku ke rumah, G. Aku capek, ingin istrirahat.” Sela Grizella. Dia tidak ingin kemana-mana lagi. Yang dia inginkan sekarang adalah melepas penat di ranjangnya sendiri. Selain itu dia mengurangi tampil berdua dengan Gale di depan umum. “Mengapa kamu tidak suka kita berdua terlihat di tempat umum? Apakah hubungan kita sangat memalukan bagimu?” Pertanyaan tidak terduga Gale membuat Grizella terperanjat. “Bukan. Bukan seperti itu. ”Grizella menjawab cepat, tidak ingin Gale salah paham. “Aku hanya lelah dan ingin istrirahat. Hari ini banyak pasien yang harus ditangani, hingga tidak sempat istirahat. Entah kenapa juga, biasanya tidak seperti ini biarpun banyak aktivitas.” Sambung Grizella, berusaha memperbaiki perasaan tidak enak di hati Gale. Dia menatap Gale di sampingnya dengan tatapan meminta pengertian. Apa Gale punya indra ke enam? Dia bisa membaca apa yang Grizella pikirkan namun keliru mengambil kesimpulan. Dia tidak enak hati Gale berpikir seperti itu. Lagi pula siapa dia? Bukankah seharusnya Gale yang merasa malu berhubungan dengannya. Grizella hanya memikirkan reputasi dan masa depannya. Namun untuk membicarakan ini secara terbuka dengan Gale dia merasa tidak nyaman karena ada rekan Gale. Bibir Gale terkatup rapat. Sepertinya dia tidak terlalu puas dengan jawaban Grizella. Tapi Grizella mengabaikannya. Kalau cuma mengurusi perasaan sensitif seperti ini, energinya yang memang sudah terkuras habis oleh pekerjaan hari ini akan benar-benar habis. Grizella menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata. Jalanan macet, mereka akan lebih lama sampai di rumahnya. Tak lama kepalanya telah terkulai di bahu Gale. Gale menatap wajah cantiknya yang terlihat damai. Napasnya teratur. Grizella tidak berbohong. Dia ternyata benar-benar lelah, hingga tertidur. Gale pun duduk diam tanpa bergerak sedikit pun, takut mengganggu tidur Grizella. Melihat Grizella yang masih tertidur nyenyak, Gale tidak tega membangunkannya saat mereka sudah sampai di rumah gadis itu. Gale meminta Erick menepikan mobil, sehingga menyisakan jalan untuk sepeda motor bisa lewat. Grizella terbangun sendiri beberapa menit kemudian. “Sudah sampai?” Dia mengangkat kepala dan bertanya. Suaranya serak dan matanya yang menatap Gale agak memerah. “Sudah, Sayang. Kamu lelah sekali rupanya. Langsung mandi dan tidur. Nanti sebentar malam ada yang akan mengantar makan malam.” Ujar Gale sambil merapikan rambut Grizella yang agak kacau menutupi matanya. Tidak bisa menahan diri, Gale merangkum wajah Grizella dengan kedua tangannya dan mencium keningnya lama. Sebenarnya dorongan hatinya ingin melumatt bibir menggoda Grizella, tetapi tidak dia lakukan. Dia sudah berjanji pada Grizella untuk tidak melakukan apa yang akan membuat dia merasa tidak nyaman. Apa lagi ada Erick yang sedang mengawasi mereka berdua “Selamat sore, sampai nanti, Zee” Ucap Gale setelah melepas Grizella. “Terima kasih, G. Sampai nanti.” Balas Grizella sambil tak lupa mengangguk pada pria yang mengemudi. Gale belum memperkenalkan pria itu padanya, jadi dia tidak tahu namanya. Grizella membuka pintu mobil dan segera turun, lalu berjalan memasuki halaman sempit rumahnya tanpa menoleh. Belum sampai Grizella di pintu rumah, ada mobil berhenti di belakang mobil Gale, lalu dua orang perempuan turun dan melangkah tergesa menyusul Grizella. “Grizella!” Perempuan yang lebih tua memanggil. Grizella sudah membuka pintu, menoleh ke arah mereka. “Tante Myrna? Susy?” Terkejut melihat istri pamannya dan putrinya datang mencarinya. “Kamu kemana saja? Kami sudah ketiga kalinya kembali ke sini.” Myrna berbicara dengan nada tidak senang. “Aku baru pulang dari rumah sakit, Tante.” Grizella dengan sabar menjawab. “Memangnya ada keperluan apa tante dan Susy mencariku?” “Kamu ini, sudah susah saja masih merepotkan. Ini ada beberapa dokumen yang harus kamu tanda tangani.” Sambil menggerutu Myrna duduk di kursi yang ada di teras. “Mana dokumennya, Sus?” Dia berpaling pada Susy, putrinya yang sejak tadi hanya berdiri diam memperhatikan dia berbicara dengan Grizella. Susy menyerahkan map yang dia bawa, yang langsung dibuka oleh mamanya dan diletakkan di meja kecil yang ada di situ. “Itu dokumen apa, Tante?” Grizella bertanya sambil menatap dokumen di meja lalu berpindah menatap kedua perempuan itu. “Ini dokumen permohonan pinjaman di Bank. Pamanmu bermaksud meminjam uang di Bank untuk menambah modal perusahaan. Karena sertifikat rumah itu atas nama kamu, jadi kamu yang harus menanda-tangani dokumen ini.” “Apa, Tante?” Grizella terkejut. Dia baru tahu kalau sertifikat rumah yang telah diambil alih pamannya itu atas namanya. “Tanda tangani saja. Ini juga untuk menyelamatkan perusahaan. Kalau papamu tidak membuat perusahaan di ambang kehancuran, kita semua tidak perlu repot-repot melakukan ini.” Ujar Myrna tidak sabar. “Tidak, Tante. Aku tidak mau menanda-tangani dokumen apapun, sekalipun itu berhubungan dengan perusahaan. Karena semua itu bukan urusanku lagi. Ketika paman memutuskan mengambil alih perusahaan, itu berarti dia sudah tahu konsekuensi dari keputusannya itu.” “Tapi itu perusahaan keluarga kita. Kamu turut bertanggung jawab, Grizella!’ Myrna berdiri panik, menghampiri Grizella. Grizella mundur sambil bersedekap. “Toh sekarang aku tidak mendapatkan manfaat apapun dari perusahaan. Kenapa tante berpikir bisa merepotkan aku dengan urusan ini?” “Kamu jangan sombong, Zee. Kami yang memungut kamu hingga bisa tetap bertahan sampai sekarang.” Susy yang sejak tadi diam bersuara. “Diam kamu! Kamu bukan bagian dari keluarga kami. Kamu tidak punya hak berbicara. Dan kamu harusnya sadar, kalian yang dipungut dari tempat sampah oleh pamanku, jadi jangan sembarangan berbicara di depanku.” Grizella mengancungkan telunjuknya dengan marah. Dia sudah cukup bersabar dengan kedua orang ini. Sesuatu yang sudah Grizella pendam selama dua tahun ini akhirnya meledak. Dia tidak akan melupakan bagaimana dia diusir dari rumah itu oleh kedua orang ini. Lalu pamannya memberinya rumah mungil ini, memberi kesan seolah dia masih cukup baik dan bermurah hati padanya. Padahal Grizella tahu, mereka merampoknya. “Grizella! Kami datang baik-baik dan tanggapanmu seperti ini?” Myrna berbicara, suaranya melunak. “Kedatangan kalian tidak diinginkan. Pergilah, Tante. Aku tidak akan pernah menanda tangani dokumen itu.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Grizella segera masuk ke dalam rumah dan menguncinya. “Grizella!” Myrna yang terkejut dengan gerakan tiba-tiba Grizella hanya bisa berdiri panik sambil menggedor-gedor pintu. Grizella tidak memperdulikannya. Dia sudah cukup bersabar menghadapi tingkah istri pamannya dan anak tirinya ini. Sejak kedatangan mereka tiga tahun lalu, semua hal dalam hidup Grizella berubah. Hanya dalam waktu setahun perusahaan jatuh dan ayah dan ibunya lalu mengalami kecelakaan. Belakangan Grizella berpikir itu bukan kebetulan. Pamannya bersama istri dan anak tirinya ini pasti sudah melakukan sesuatu. “Anak kurang ajar kamu, Grizella!” Umpat Myrna lalu mengajak Susy pergi. “Kalau Grizella bersikeras, rumah ini saja yang dijual, Mam. Kan ini dibeli atas nama papa.” Ujar Susy menenangkan ibunya. “Kalau rumah ini dapatnya sedikit, Sus. Bisa buat apa?” “Tapi setidaknya kita bisa dapat uang, Mam. Aku butuh uang untuk dress baru.” Gale, menyaksikan keributan itu dari dalam mobil yang masih diparkir di depan rumah Grizella. Dan dia mendengar percakapan kedua perempuan itu dari jendela yang terbuka saat mereka melewati mobilnya. Gale menatap Erick yang duduk di belakang kemudi dengan pandangan rumit. “Percepat urusan yang sedang kamu tangani, Rick. Kalau bisa paling lambat besok sudah selesai.” Ketika Gale berbicara, nada suaranya mendesak. “Baik, G. Pihak pengembang sudah memastikan besok semuanya sudah beres. Hari ini mereka tinggal melengkapi meubeler dapur.” Balas Erick. “Kalau begitu sore ini juga hubungi pihak butik untuk menyelesaikan bagian mereka. “Oke. Siap, G.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN