Bab 10 Kejutan

1664 Kata
Besok harinya. Grizella terkejut ketika pulang dari rumah sakit dan dia mendapati rumahnya digembok. Ada sebuah papan terpasang di dinding depan, tertulis di sana rumah ini disita oleh Bank dan penjelasannya yang tidak Grizella lanjutkan untuk membacanya. Kepala Grizella mendadak pusing. Grizella langsung terpikir ini pasti ulah pamannya. Kalau rumah ini juga disita oleh Bank, lalu dia harus tinggal di mana? Grizella mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan menelpon Gale. Namun ponsel pria itu tidak aktif. Grizella bingung. Dia lalu berpikir untuk menelpon Nindy. Apapun kesulitan Grizella, Nindy selalu siap membantunya. Saat Grizella mencari nomor ponsel Nindy, seorang pria datang, mengatakan dia petugas bank, dan ditugaskan pimpinan untuk membawa Grizella ke penginapan sementara. Grizella menatap pria berkaca mata itu. Mengenakan kemeja lengan panjang biru muda dipadu celana panjang berwarna biru navy, dilengkapi ID Card yang tergantung di lehernya dengan logo sebuah Bank, penampilan pria itu cukup meyakinkan. Grizella yang bingung harus kemana setelah rumahnya digembok, akhirnya mengikuti pria itu naik ke mobil tanpa bertanya. Alarm kewaspadaan dini sudah berdering di kepala Grizella sejak tadi, tetapi Grizella mengabaikannya. Dia berpikir kalau di mobil itu ada hal-hal mencurigakan, dia tidak akan mengikuti pria itu. Tapi saat pria itu membuka pintu belakang untuk Grizella, dia tidak melihat keanehan apa-apa. Pria itu hanya sendirian. “Mari, Non. Nanti keburu malam, sementara saya harus segera membuat laporan ke kantor setelah memastikan nona sudah berada di tempat tinggal sementara dan dalam kondisi aman.” “Baik, Pak!” Grizella menurut, naik di mobil dan duduk tenang di kursi belakang. Setelah Grizella naik pria itu menutup pintu mobil lalu duduk di belakang kemudi. Mobil lalu bergerak dengan kecepatan sedang. Pria di belakang kemudi tidak berbicara sepanjang perjalanan. Grizella sebenarnya ingin bertanya apa pihak Bank memang memiliki layanan seperti itu untuk masyarakat yang rumahnya disita, tetapi melihat pria itu hanya diam saja sambil asyik berkendara, Grizella memilih untuk tidak bertanya. Dia menyandarkan punggung di sandaran kursi, berusaha untuk santai. Tak lama mobil melambat dan berbelok ke arah salah satu gedung apartemen lalu berhenti di tempat parkir yang ada basement. Grizella heran dan bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia dibawa ke apartemen mewah, bukan kos kosan sederhana seperti bayangannya? “Ayo, Non. Kamarnya ada di lantai atas.” Pria itu membuka pintu di samping Grizella. Setelah Grizella turun dia berjalan ke arah lift. Grizella mengikuti walaupun semakin banyak pertanyaan dalam hatinya. Gedung itu cukup tinggi sekitar 24 lantai dan Grizella tidak menyadari pria itu membawa Grizella naik ke lantai paling atas. Begitu lift, sampai, Grizella terkejut melihat Gale berdiri di depan pintu lift, seolah sedang menyambutnya. Grizella menatap Gale dan pria yang membawanya kesini bergantian. “Ada apa ini, G?” Dia bertanya bingung sambil melangkah mendekati Gale. “Saya permisi kembali ke kantor, Pak!” Kebingungan Grizella diinterupsi oleh pria yang mengantarnya. Pria itu masih berdiri di dalam lift. “Oh iya, silakan, Pak. Nanti tolong suruh Erick ke sini. Terima kasih.” Perintah Gale pada pria itu. “Baik, Pak! Terima kasih.” Pria itu menjawab seraya membungkuk. Pintu lift kembali tertutup. Tinggallah Gale dan Grizella yang masih menatap pria itu menuntut jawaban. Gale hanya tersenyum. Dia menggamit lengan Grizella dan mengajaknya mendekat ke pintu unit penthouse, lalu menyodorkan sebuah kotak mewah ke tangan Grizella. "Ini untukmu, Sayang." Ucap Gale setengah berbisik. Grizella terkejut. “Apa ini, G?” Gale, masih dengan senyum di wajahnya berkata, "Bukalah! Aku berharap ini bisa menjadi tempat tinggal yang nyaman buat kamu, Zee.” Grizella membuka kotak tersebut dan melihat kunci bersertifikat di dalamnya. Seketika Grizella tercengang. Apakah ini kunci pintu di depan mereka? Grizella menggelengkan kepala. Dia menutup kotak itu dan kembali menyodorkan kotak itu ke Gale. "Gale, ini tidak mungkin! Aku tidak bisa menerima ini. Ini terlalu…" “Tidak apa-apa, Sayang.” Gale menghindar sembari memeluk tubuh Grizella dari belakang dan membalikkan tubuh rampingnya menghadap pintu. “Aku sudah janji akan bertanggung jawab atas hidup kamu. Jadi aku akan berdosa kalau tidak memastikan kamu bisa menjalani hidup nyaman dan aman dari gangguan orang lain.” Ucap Gale sambil mengecup puncak kepala Grizella. “Tapi ini terlalu mewah dan pasti sangat mahal, G. Aku..” “Kamu layak mendapatkan kenyamanan ini, Sayang. Lagi pula, buat apa aku susah payah mencari uang, kalau kamu tidak mau menghabiskannya?” Grizella tercekat mendengar ucapan Gale. Dia bingung mau mendebat bagaimana lagi. Karena apapun yang dia katakan, tidak ada gunanya. Gale tidak mau didebat. “Ayo dibuka.” Gale membuka kembali kotak di tangan Grizella dan memberikan kunci ke tangannya. Akhirnya Grizella membuka pintu itu, dan Gale membantu mendorong pintu itu hingga terbuka lebar. “Ini rumahmu, Sayang. Selamat datang!” Ucap Gale sambil mengayunkan tangan mempersilakan Grizella masuk. Melihat Grizella masih terpaku di depan pintu, Gale menggenggam tangannya menuntunnya memasuki unit penthouse yang telah dia beli untuk Grizella. Keindahan dan kemewahan menyelimuti setiap sudut ruangan yang menyambut mereka. Cahaya lembut dari lampu gantung kristal menyinari ruang tamu yang luas, menciptakan atmosfer mewah dan elegan. Memasuki kemewahan didominasi warna putih itu, Grizella teringat rumahnya yang telah direbut pamannya. Mata Grizella seketika memanas. Dia tidak menyangka akan menginjak rumah dengan kemewahan luar biasa lagi. Menangkap perubahan di wajah Grizella, Gale memegang bahunya. “Jangan terlalu banyak berpikir, aku memberikan ini tulus, hanya berharap kamu bisa lebih nyaman dan tenang.” Ucap Gale, berusaha membuat Grizella lebih santai dan tidak berpikir macam-macam. "Iya, terima kasih, G. Rumah ini indah sekali. Tapi apa tidak terlalu besar untuk aku tinggali sendiri?" Tanya Grizella seraya mengedarkan pandangannya ke ruang tamu luas itu. “Kan kamu bisa mengajak teman-temanmu kalau mau. Atau, kalau kamu takut sendiri, aku bisa pindah ke sini.” “Aku tidak mau!” Grizella langsung menolak. Dia lalu menatap Gale curiga. “Kamu sudah merencanakannya?” Gale tergelak melihat reaksinya, lalu menjawab seraya balas menatap Grizella dengan sorot mata menggoda. “Iya aku sudah merencanakannya, merencanakan untuk membeli unit ini buat kamu.” Tangan Grizella bergerak menjepit pinggang Gale. Membuat tawa pria itu bertambah keras. “Sudah. Ayo kita lihat semuanya. Kalau ada yang penataannya tidak sesuai dengan seleramu, katakan saja, biar bisa segera disesuaikan.” Kata Gale setelah tawanya reda. Dia pun lalu memandu Grizella melalui lorong berlapis marmer yang mengarah ke ruangan-ruangan lain. Mereka tiba di ruang hiburan yang menyediakan seperangkat televisi besar lengkap dengan sound system dan sofa panjang. Lalu di sebelah ruang hiburan ada ruang makan yang elegan dengan meja makan besar yang terbuat dari kayu mewah dan kursi-kursi berbalut kulit. Terhubung dengan meja makan ada dapur yang luas. Grizella berdecak kagum. Matanya sangat dimanjakan oleh penataan interior dan perabotan yang luar biasa. Di belakang Grizella, Gale tersenyum melihat reaksinya. Tidak sia-sia dia mengeluarkan uang untuk membeli unit penthouse ini dan melengkapi dengan barang-barang mewah yang dia harapkan disukai Grizella. Terakhir, mereka sampai di kamar tidur utama yang menakjubkan, dengan tempat tidur king-size yang dikelilingi oleh tirai sutra dan furnitur yang dirancang dengan detail halus. Di kamar utama, bersebelahan dengan kamar mandi, ada walk-in closet mewah yang lantainya dilapisi dengan karpet bulu lembut. Sisi-sisi ruangan itu penuh dengan lemari pakaian kustom, lemari sepatu yang elegan, dan tempat penyimpanan perhiasan berdesain eksklusif. Dilengkap cahaya LED lembut, ruangan itu terlihat seperti etalase toko barang-barang branded. Di pojok ruangan, terdapat cermin besar dikelilingi oleh lampu-gantung kristal yang memancarkan cahaya yang memperkuat kemewahan ruangan. Deretan laci terbuat dari kayu mahoni dengan sistem penutupan otomatis menyimpan aksesori berharga dan barang mewah lainnya. Tersedia juga kursi empuk dan meja kecil, menawarkan kenyamanan saat mempersiapkan penampilan nantinya. Grizella kembali berdecak kagum. Bahkan walk in closet di rumah mewah keluarga Allen tidak sebagus ini. Dan semua lemari dan rak itu telah terisi penuh dengan pakaian dan perlengkapan lainnya. “Kamu suka, Sayang?” Gale bertanya. Jari-jarinya bergerak menyelipkan rambut yang menghalangi pandangan Grizella ke telinga. “Sangat suka. Ini sungguh mengagumkan, G.” Jawab Grizella. Mereka kembali ke ruang tamu dan mendengar suara seseorang di sana. Rupanya Erick, asisten Gale sudah datang. “Selamat sore, Dokter Allen! Saya Erick Salmon, asisten Gale.” Erick menyapa Grizella sambil mengulurkan tangannya. Grizella menyambut uluran tangannya sambil tersenyum. “Asisten, tapi dia juga teman baikku, Zee.” Gale bersuara, menjelaskan lebih jauh siapa Erick. “Ke depan kalau aku sedang keluar kota atau keluar negeri, jangan segan-segan menghubunginya. Kalau ada apa-apa langsung telepon saja. Erick akan siap membantumu.” Sambung Gale. “Betul, Dokter Allen. Jangan sungkan-sungkan.” Grizella mengangguk. Dia menghempaskan bokongnya di sofa empuk, disusul Gale, yang ikut duduk di sampingnya. “Bagaimana sertifikatnya, Rick?” Tanya Gale. “Sertifikat dan dokumen administrasi lain pembelian unit ini masih sementara disiapkan oleh pengembang. Besok sudah selesai.” Gale mengangguk. Dia kemudian memberikan sebuah kartu berwarna hitam, kartu ATM prioritas atas nama Grizella Allen yang tertulis dengan tinta emas di permukaan kartu. "Ini untuk pegangan kamu, sehingga tidak perlu meminta-minta padaku. Nanti secara berkala aku tambah saldonya." Kata Gale seraya meletakkan kartu itu di telapak tangan Grizella karena gadis itu hanya bengong. Belum habis keterkejutan mendapat penthouse dan semua isinya yang menakjubkan, Grizella kembali dibuat terkejut dengan kartu hitam di tangannya. Rasanya seperti mimpi mendapatkan semua harta karun ini. "Tidak usah bengong begitu, Sayang. Ini janjiku padamu, akan bertanggung jawab atas hidup kamu. Dan aku bukan tipe laki-laki yang mengingkari janji.” Ucap Gale serius. Ucapannya mampu membuat Grizella terbebas dari bengongnya. Dia menatap Gale, seolah dia baru pertama kali melihatnya. Kalau tidak ada Erick Salmon di sana, Grizella pasti sudah bertanya apakah Gale benar-benar memberikan semua ini tanpa mengharapkan imbalan apa-apa darinya. Tapi dia mempercayai kata-kata tegas Gale. Pria itu sudah berjanji. Tapi sampai kapan janjinya bisa dipegang? Manusia bisa berubah dan Grizella takut membayangkan apa yang akan terjadi kalau Gale berubah pikiran nanti. Grizella mendadak gelisah karena pikirannya sendiri. “Sayang, ajak teman kamu ke sini. Kita bersantai di rooftop. Besok libur, kan?” Tanya Gale tiba-tiba. “Temanku cuma satu orang, yang akrab maksudnya.” Jawab Grizella. Dia langsung teringat Nindy. “Tidak apa-apa. Satu orang juga sudah cukup. Aku juga tidak mau terlalu banyak orang, Sayang.” “Oke.” Grizella segera menelpon Nindy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN