Hari ini Ajeng tidak membawa sarapan pagi seperti biasanya membuat teman-teman yang biasa b**********n dengan Ajeng merasa kecewa. Jam belajar pun di mulai dia dan Wita sempat membicarakan perihal Andini yang diantar pulang semalam oleh Pak Radit, saat pelajaran dimulai Andini ternyata tidak kunjungi dating membuat Ajeng dan Wita berpikir kalua teman satu kelas mereka itu mungkin masih sakit. Ajeng mulai focus dengan pelajaran Bahasa inggris, namun tidak lama wali kelasnya Pak Radit masuk kedalam ruangan itu dan Berbicara dengan guru yang sedang mengajar.
"Ajeng ayo ikut saya," suara Pak Radit yang memanggilnya membuat Ajeng terkejut meski dia sudah tahu apa yang akan Pak Radit bahas dengannya. Ajeng mengikuti Radit dari belakang dan dia merasa sangat malu saat ini. Begitu sampai di ruangan guru Radit meminta Ajeng untuk duduk, Ajeng kemudian menatap Radit dengan meneliti. Kemeja rapi, harum maskulin rambut yang juga tertata rapi dengan wajah tampan serta bentuk tubuh Pak Radit yang propesional membuat Ajeng tidak bias berhenti menatap Radit sehingga membuat Radit menekan ujung pena ke kening Ajeng.
"Kamu tau kenapa saya panggil ke sini ?" tanya Radit dan Ajeng mengangguk lesu. "Apa kata orang tua kamu, kapan uang sekolah kamu akan di bayar ?" tanya Radit lagi namun tidak terlihat marah sama sekali.
"Maaf ya pak, saya akan bayar akhir bulan ini begitu dapat uang."
"Baiklah kalau begitu, tapi sebagai wali kelas kamu boleh saya bertanya sesuatu ?" tanya Radit.
"Iya pak silahkan."
"Apa pekerjaan orang tua kamu ?"
"Ayah saya hanya supir angkutan umum pak, dan ibu saya sudah meninggal dunia." Mendengar itu Radit prihatin dengan muridnya itu lalu dia tersenyum hangat kepada Ajeng. "Jangan putus semangat karena kondisi keuangan keluarga mu ya, Ibu mu di surga sana pasti bangga jika kamu lulus dengan hasil yang baik." Mendengar Radit yang sangat perhatian kepadanya Ajeng semakin menyukai Radit. Tapi kemudian senyum Ajeng kembali pudar ketika Radit menyuruhnya kembali ke kelas.
"Pak, boleh saya bertanya kepada bapak ?" tanya Ajeng dan Radit mengangguk. "Bolehkah saya berjualan sarapan pagi di kelas ?" pertanyaan Ajeng itu membuat Radit bingung dia tidak pernah tahu hal semacam itu dilakukan oleh seorang siswi di sekolah ini sebelumnya.
"Ehm begini Pak maksudnya saya akan membuat nasi goreng lalu akan saya jual dalam bentuk kemasan kepada teman-teman yang memesan. Apakah boleh pak kasihan pelanggan saya pak sudah libur satu hari karena saya belum meminta ijin bapak sebagai wali kelas baru saya."
"Tidak masalah jika kamu memastikan kebersihan kelas terjaga dan juga nilai belajar mu tidak turun saya akan mengijinkannya." Ajeng yang mendengar itu bertepuk tangan, dia tidak menyangka akan semudah ini meminta ijin dari Pak Radit, Ajeng lalu permisi kepada Radit untuk kembali ke kelasnya. Pak Radit sudah tampan dan juga sangat dermawan membuat Ajeng semakin jatuh hati saja.
Karena Ajeng tidak hentinya tersenyum lebar Radit sengaja mengetuk meja agar siswi didepannya itu tersadar. "Ada lagi Ajeng ?" tanya Radit dan Ajeng menggelengkan kepalanya kemudian permisi dari hadapan Radit.
Sepanjang perjalan Entah mengapa Ajeng berpikir dia akan membuatkan satu nasi goreng spesial untuk Pak Radit, Sebagai bentuk terima kasih dan siapa tahu Pak Radit akan memuji masakannya. Memikirkan hal itu Ajeng geli sendiri hingga tidak sadar menabrak siswa lainnya yang juga sedang fokus pada ponselnya. Keduanya terjatuh ke belakang dan menyentuh lantai, wajah Ajeng langusng kesal karena bokongnya sungguh sakit. "Hei kau apa tidak bias melihat ?" ujarnya dengan nada tinggi dan langusng berdiri menatap kesal murid pria yang menabraknya. Tapi siswa itu terlihat santai dan hanya mengipaskan celananya yang sedikit kotot. Melihat itu Ajeng tidak terima jadi dia menaikkan satu oktaf suaranya. "Hei apa kau tuli !"
"Menyalahkan orang lain padahal dirimu sendiri juga bersalah," kata Pria itu dan pergi dari sana tanpa mengucapkan kata maaf yang sangat ingin Ajeng dengar. Tapi Kemudian Ajeng tidak ingin memusingkannya dan segera berlari ke ruang kelasnya, sementara pria itu berbalik dan melihat Ajeng yang berlari dengan cepat dia bernama Ibra dan adalah murid kelas sebelas yang memiliki banyak penggemar disana karena wajah tampan dan juga baru-baru ini di angkat menjadi kapten basket di sekolah mereka.
****
Bel jam istirahat sekolah sudah terdengar Ajeng dan Wita juga melangkahkan kaki mereka keluar kelas namun bukan ke kantin seperti kebanyakan murid lainnya mereka berdua memilih untuk duduk di taman belakang sekolah yang sangat luas. Mereka memilih duduk di atas rumput dan ada sebuah pohon besar yang sangat rindang menutupi langit di atas mereka, itu adalah tempat favorite Wita dan Ajeng. Kali ini Ajeng menyadari jika Wita tidak seperti hari biasanya, sahabatnya itu tidak banyak bicara dan wajahnya juga terlihat lesu. "Lo kenapa ?" tanya Ajeng sambil mengamati wajah Wita.
"Biasalah," jawab Wita membuat Ajeng tidak puas dan akhirnya menyanyikan salah satu lagu yang tengah viral di tik tok. "Mengapa semua menangis. Biasalah !" ujarnya dengan mimic muka yang sangat menjengkelkan sehingga Wita tertawa dibuatnya.
"Muka lo asli jelek banget Jeng," kata Wita masih tertawa dan Ajeng tersenyum lebar setidaknya dia bias sedikit menghibur sahabatnya itu. "Nyokap dan bokap gue mau cerai dan bokap gue minta gue ikut sama dia."
"Trus lo mau ?"
"Ya enggak lah ! kalua gue ikut bokap gue lo sama siapa disini ?" tanya Wita menyetil kening Ajeng.
"Jangan pikirin gue kali Wit, kita juga sebentar lagi bakal lulus dari sini."
"Terus kalua kita udah lulus lo gak mau berhubungan sama gue lagi gitu ?"
"Ya enggak lah maksud gue lo gak harus bertahan di sini kalau lo gak mau. Walau lo gak disini juga kita tetap bisa ketemu, gitu maksud gue." Wita mengerti hanya saja dia memang ragu untuk ikut bersama ayahnya.
Wita yang diam juga dibiarkan oleh Ajeng, mungkin saat ini Wita sedang sangat kebingungan memilih untuk ikut dengan siapa. Ajeng tahu masalah keluarga Wita layaknya Wita yang tahu perihal keluarganya. Ibu Wita seorang pengacara yang terkenal dan ayahnya seorang arsitek hidup Wita serba berkecukupan secara material namun tidak dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang hanya sibuk bekerja dan mencari materi. Wita sebenarnya memiliki seorang adik yang meninggal satu tahun lalu karena overdosis obat-obatan dan kejadian itu membuat hubungan ibu dan ayah mereka merenggang bahkan nyaris bertengkar setiap harinya.
Ajeng yang mengingat masalah berat yang Wita hadapi memeluk sahabatnya itu dan tidak lama sebuah bola terlempar mengenali kepala Ajeng membuat Ajeng mengumpat kasar. Namun anehnya tidak ada siapa-siapa disana selain pujaan hati Ajeng yang tengah berjalan santai dan terkejut karena suara besar Ajeng yang mengumpat.
"Kalian tidak makan siang ?" tanya Radit ketika melihat kedua muridnya itu ada di taman belakang sekolah hanya duduk bukannya membeli makanan untuk mengganjal perut mereka karena jam sekolah masih Panjang.
"Eh Pak Radit. Kita udah sarapan dan masih kenyang pak jadi lebih baik disini."
"Jika perut kalian tidak di isi kalian akan kekurangan tenaga untuk berkonsentrasi di pelajaran selanjutnya, saran saya jika kalian sedang menghemat lebih baik bawa camilan sehat dari rumah seperti buah atau mungkin makanan berat seperti nasi yang bisa kalian makan saat jam istirahat. Kalian sebentar lagi akan ujian jadi harap kalian mengerti ya," ujar Radit panjang dan kedua muridnya sepertinya tidak mendengarkan nasehat yang dia berikan namun malah hanya diam menatap wajah tampannya.
"Wita Ajeng kalian paham maksud saya ?"
"Eh iya pak paham, nanti akan saya buatkan." Radit menaikkan satu alisnya dan Wita juga menatap Ajeng heran. Radit menggelengkan kepalanya dan pergi dari sana sambil mengulum senyum, wajah Ajeng benar-benar sangat menggemaskan sementara di balik pohon lainnya seorang siswa laki-laki sedang menahan tawa dengan memegang perutnya. Dia melihat semua yang terjadi disana dan itu benar-benar menghibur dirinya.
Bersambung.
Boleh dong ya tinggalkan jejak kalian dengan komentar dan votenya ?