5 :: Malam Istimewa ::

1300 Kata
Ajeng sedang mengerjakan tugas matematika sambil dia menjaga mini market tempatnya bekerja, dia memang biasa melakukan hal itu disaat mini market itu tidak ramai. Ketika tugasnya hampir selesai dia terkejut mendengar suara pria yang berada di belakangnya. "Hei lo yang punya toko ini ?" suara itu hanya membuat wajah Ajeng kesal setengah mati, sudah jantungnya ingin lepas karena terkejut di tambah wajah pria yang Berbicara itu terlihat sangat menyebalkan bagi Ajeng. "Bukan gue kerja di sini ! lo mau beli apa ?" tanya Ajeng ketus. "Kalau lo kerja di sini lo gak boleh jutek sama pelanggan dong." Pria di hadapan Ajeng saat ini masih sama menyebalkannya dengan tadi pagi saat mereka pertama bertemu. "Gue Ibra," kata Ibra dan mengulurkan tangannya ingin berkenalan dengan Ajeng. "Gue gak tertarik kenalan sama cowo nyebelin kaya lo. Kalau mau beli salahkan kalau enggak mending cabut deh gue banyak kerjaan." "Gimana Pak Radit mau tertarik sama cewe judes dan jutek modelan kaya gini, berdoa setiap malam juga lo gak bakal dapetin Pak Radit." Mendengar hal itu Ajeng terkejut, dia keluar dari meja kasir dan mendekati Ibra. "Lo tau apa soal gue sama Pak Radit, ketemu juga baru !" Ajeng benar-benar emosi dibuat pria bernama Ibra ini dan sialnya saat dia tengah bar-bar seperti ini terdengarlah suara pria yang seperti malaikat bagi Ajeng. "Ajeng ada apa ?" tanya Radit yang muncul disana tiba-tiba membuat wajah Ajeng pucat pasi, dia takut ucapan Ibra tadi di dengar oleh Radit. "Eh Pak Radit," ujar Ajeng menampilkan senyuman aneh sementara Ibra dengan santainya langusng pergi dari sana tanpa sepatah kata pun bahkan dia tidak menegur Radit yang juga gurunya di sekolah, sikap sombong Ibra benar-benar jelas terlihat bahkan Ajeng takjub karena kesombongan itu. "Dia pacar kamu ?" tanya Radit membuat Ajeng menggeleng berulang kali dengan tegas. "Bukan Pak ! mana mau saya sama cowok aneh kaya gitu mana sombong lagi !" kata Ajeng dan Radit mengangguk saja. "Kamu masih lama tutup ini ?" tanya Radit dan Ajeng tentu tidak menyangka jika Radit akan menanyakan hal itu kepadanya. "Satu jam lagi sih Pak," jawabnya dengan senyum manis. "Kamu mau menemani saya pergi ke suatu tempat ? saya ingin memberikan sesuatu dan butuh rekan, jika kamu mau kamu boleh ikut tidak akan lama setelah selesai akan saya antar kamu pulang." "Mau Pak !" jawab Ajeng langusng dan Radit tersenyum tipis mendengarnya. Baginya Ajeng adalah siswa yang berbeda dari lainnya karena meski hidup di ekonomi yang rendah tapi Ajeng sangat semangat dalam belajar. Radit sudah bertanya kebeberapa guru di sekolah mengenali semua murid-murid kelasnya dan Ajeng sangat menarik perhatiannya. "Ya sudah saya akan membeli beberapa barang disini dan sebelum kamu tutup toko ini saya akan datang membayarnya dan kita pergi bersama." Ajakan Radit benar-benar speerti ajakan kencan pertama untuk Ajeng hatinya sungguh berbunga-bunga. Radit sungguh tampan malam ini dengan polo shirt berwarna navy dan celana training. Sederhana saja namun terlihat sangat gagah, mimpi apa dia semalam sehingga Pak Raditnya tercinta mengajaknya pergi malam ini. Ini sungguh kejadian yang wajib dia ceritakan kepada Wita dan Tika, Ajeng begitu bersemangat mengerjakan tugas matematikanya agar cepat selesai dan dia bisa melewati malam ini dengan damai. Semangat Ajeng benar-benar membara malam itu, jika biasa mengerjakan tugas matematika membuat wajahnya kusut kali ini tidak. Wajahnya berseri-seri bahkan senyuman tidak lepas dari wajahnya. *** Radit datang tepat waktu dan membayar semua belanjaan yang dia beli. Radit memebeli beberapa karung beras ukuran sepuluh kilo dan juga minyak makan,telur, serta indomie dan ebberapa kotak s**u. Belanjaannya sungguh banyak membuat Ajeng heran malam itu, dia membantu Radit memasukkan semua barang ke dalam bagasi mobil dan jok belakang juga sudah penuh dengan kotak-kotak lainnya. "Bapak habis belanja bulanan ya ?" tanya Ajeng tidak bisa menahan semua pertanyaan dalam benaknya membuat Radit tertawa. "Bukan, ini untuk beberapa keluarga yang saya rasa perlu bantuan." Ajeng jadi teringat malam sebelumnya dimana Radit juga membantu anak-anak jalanan malam itu. Radit sungguh berhati baik dan Ajeng berterima kasih kepada Tuhan karena di Dunia yang dia jalani masih ada orang di sekitanya yang memiliki keperdulian tinggi seperti wali kelasnya yang tampan ini. "Bapak sangat baik, semoga rejeki bapak terus melimpah ya." "Amin," jawab Radit seadanya dan tidak lama mobil milik Radit berhenti di depan gang kecil dia mengajak Ajeng turun dan meminta bantuan Ajeng membawakan bungkusan kecil sementara dia yang membawa beras. Menyusuri gang kecil itu mereka melihat banyak rumah-rumah yang berhimpitan satu sama lain dan tidak lama Radit berhenti di depan sebuah pintu rumah yang terbuat dari kayu. Ketika mengucap salam tidak lama pintu itu tebruka dan terlihatlah seorang anak kecil yang sangat kurus tersenyum melihat Radit datang, anak itu sepertinya sudah mengenali Radit. Radit langusng masuk kedalam ruamh itu setelah melepaskan sendalnya begitu juga Ajeng melakukan hal yang sama. Ajeng bisa melihat satu anak lagi yang ada di dalam ruamh itu sedang duduk dan belajar, Radit masih Berbicara banyak hal dan tak lama beberapa pria datang ke rumah itu. "Ajeng kamu tunggu disini sebentar ya saya dan bapak-bapak ini ingin mengambil barang yang ada di dalam mobil," katanya dan Ajeng mengerti ternyata Radit ingin membagikan belanjaan itu kepada warga yang ada disana, pantas saja jika dia membeli banyak sekali. Setelah selesai dari sana Radit mengajak Ajeng untuk makan terlebih dahulu dan karena lapar Ajeng menyetujuinya sehingga mereka makan sate di pinggir jalan yang Kebetulan mereka lewati. "Kasihan ya pak mereka tadi, hanya bekerja mengumpulkan barang bekas yang malah terkadang hasilnya tidak seberapa dengan keringat yang mereka keluarkan. Berjalan setiap hari terkena hujan dan panas matahari," ujar Ajeng menerawang jauh dan dia juga teringat akan kerja keras ayahnya. "Kamu benar, untungnya anak-anak itu memiliki semangat belajar yang luar biasa dan kamu juga harus begitu agar kelak bisa membahagiakan orang tua mu." Radit tersenyum lalu memberikan sendok untuk Ajeng yang bersemu merah menerima sendok itu seolah Radit memberikannya setangkai mawar saja. Sesampainya di rumah Ajeng turun di depan gang rumahnya karena mobil Radit tidak bisa masuk kedalam gang sempit menuju rumahnya namun Radit tetap mengantarkan Ajeng sampai ke depan pintu rumah bahkan Radit membawakan belanjaan Ajeng karena tadi Ajeng sempat meminta berhenti di pasar yang tidak jauh dari rumahnya berada membeli beberapa perlengkapan untuk kebutuhan berjualannya besok. Begitu mengetuk pintu rumah tidak lama Dimas__ayahnya Ajeng sudah menatapnya dengan amarah. "Kamu dari mana tahu tidak ini sudah jam berapa, ayah cari ke pasar dan tempat kerja kamu juga tidak ada." Dimas yang belum menyadari ada Radit disana terus memarahi Ajeng sampai Tika menegur ayahnya denga kuat barulah Dimas diam dan melihat pria yang masih muda berdiri di sebelah anak perempuannya. "Kamu siapa pacarnya Ajeng ? kamu tahu tidak ini jam berapa !" "Ayah !" teriak Ajeng karena kesal dengan emosi ayahnya yang meluap tidak lihat situasi membuat Dimas diam dengan wajah masih sangat marah. "Saya Radit pak, saya wali kelas Ajeng." Tika dan Dimas sama-sama terkejut dan kini menatap Ajeng dengan penuh pertanyaan. "Jadi tadi saya mengajak Ajeng pergi sebentar untuk membantu saya, maaf karena sudah membuat bapak khawatir." Dimas mengangguk dan kemudian Radit permisi untuk pulang dengan mereka semua. Ajeng masuk dan menjawab semua pertanyaan Tika dan Dimas tentang kemana dia pergi, dan setelah tahu semuanya Dimas sudah tidak marah lagi. Dia hanya terlalu khawatir dengan anak gadisnya, terlebih Ajeng tidak pernah pulang telat itu membuatnya gelisah sepanjang waktu tadi. "Ini Pak Radit juga membelikan Ajeng sate katanya untuk makan dirumah." Tika bertepuk tangan dan segera pergi mengambil piring sementara Ajeng harus menyiapkan bahan-bahan jualannya Besok pagi. Ketika semua sudah tertidur Ajeng masih setia di luar kamarnya menyelesaikan pekerjaannya meski dia terasa sangat ellah namun wajah Radit dalam kepalanya dan tentang malam yang dia lewati bersama Radit malam ini sungguh membuatnya bahagia. Sebelum tidur juga Ajeng menyempatkan menulis di buku diary-nya tentang malam itu dan sebuah curhatan lucu dirinya kepada buku itu. Terima kasih sudah menemani lelah ku malam ini Pak Radit. Bersambung... Please bantu vote dan koment ya...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN