3 :: Kebodohan Ajeng ::

1071 Kata
Bel pulang sekolah telah berbunyi dan Ajeng sepanjang lorong dari kelas menuju kantin menceritakan kejadian t***l yang dia lakukan kepada Wita sahabatnya membuat Wita tidak hentinya tertawa. Mereka lalu mengambil uang penjualan gorengan Ajeng di katin bude Lilis. Ajeng dan Wita yang ingin keluar dari area sekolah lalu tidak sengaja melihat satu teman kelas mereka sedang berjongkok dan menunduk membuat mereka berdua cemas dan menghampirinya. "Andini lo kenapa ?" tanya Ajeng dan Wita bersamaan. Andini hanya diam dan masih menunduk sehingga Ajeng terpaksa mununduk dan melihat lebih dekat wajah Andini, dia terkejut karena dari hidung Andini keluar begitu banyak darah. Dia dan Wita langsung membantu Andini untuk berdiri dan membawa Andini ke ruangan UKS sekolah, Wita berlari memanggil guru dan ternyata tepat sekali karena Radit wali kelas mereka yang ada di ruang guru mereka sama-sama berlari ke ruang UKS. Disaat Radit sedang membantu Andini Wita teringat kalau Ajeng harus segera pergi bekerja jika tidak dia akan terlambat. "Ajeng lo bisa telat kerja, biar gue aja sama pak Radit yang nungguin Andini." Mendengar hal itu Ajeng menepuk jidatnya lalu dia berpamitan dengan Radit dan juga Wita, dia keluar ruangan UKS dengan berlari membuat Radit mengetahui jika Ajeng bekerja seusai jam sekolah. Mini market tempatnya bekerja paruh waktu tidak terlalu jauh dari sekolah, dia berlari melewati beberapa ruko dan cafe hingga tiba di tempatnya bekerja. "Tante maaf ya saya telat," ucap Ajeng namun pemilik mini market yang baik hati itu tidak masalah dengan keterlambatan Ajeng. Baginya Ajeng sudah seperti keluarganya sendiri, dia menyukai Ajeng karena selama bekerja dengannya Ajeng sangat rajin dan juga jujur. Tidak pernah sekalipun Ajeng mengambil uang dari laci kasirnya meski seratus rupiah. "Gak apa-apa Jeng, kamu ganti baju aja dulu kalau belum makan siang makan dulu. Tante masih harus nunggu om jemput Kevin dulu," ucapnya dan Ajeng bergegas mengganti baju serta memakan bekal yang dia bawa dengan buru-buru dia tidak enak dengan tante Lidya yang sudah sangat baik selama ini kepadanya. Waktu pun berlalu dan hari sudah mulai gelap, saat itu beberapa orang remaja wanita seumuran Ajeng masuk kedalam mini market dan dengan suara yang ramah Ajeng menyambut mereka meski tidak di pedulikan. Tidak lama kemudian mereka datang ke meja kasir ingin membayar, begitu banyak makanan ringan dan coklat yang mereka beli dan Ajeng melihat penampilan mereka yang begitu modis juga ponsel yang terlihat bagus. Ajeng berkata dalam hati suatu hari nanti dia akan bisa memiliki barang-barang bagus seperti para wanita itu. Jam menutup mini market sudah tiba, Ajeng bersiap menarik pintu besi namun seorang pria masuk tiba-tiba dan itu adalah Radit yang tak lain adalah wali kelasnya. "Pak Radit," sapa Ajeng dan Radit yang terkejut melihat siswinya ada di sana hanya mengangguk dan memberikan senyuman tipisnya. "Boleh tunggu sebentar saya ingin membeli beberapa makanan saja," kata Radit dan Ajeng mengangguk setuju. Dia kembali berjalan menuju meja kasir menunggu Radit selesai mengambil barang yang ingin dibeli. Ajeng melihat banyak sekali Radit membeli s**u dan juga roti, ada beras dan juga telur serta banyak makanan ringan lainnya. Radit segera membayar dan tidak lupa mengatakan kepada Ajeng untuk tidak larut malam pulang ke rumah. Ajeng tersenyum mendengar kalimat perhatian dari wali kelasnya itu. Ajeng mengikuti Radit keluar dari mini market dan dia melihat apa yang Radit lakukan di dekat mobil sport hitam mahal yang terparkir tidak jauh dari tempatnya. Di sana ada tiga orang anak kecil yang Ajeng tahu pasti adalah anak jalanan, Radit membawa mereka masuk kedalam mobilnya membuat Ajeng menebak kalau Radit sedang ingin membantu anak-anak malang itu. Rasa kagum Ajeng kepada Radit semakin meninggi begitu juga dengan rasa sukanya. "Sudah tampan, mapan baik pula." Ajeng tersenyum sendiri memikirkan Radit, dia tidak akan mengira rasa suka yang mulai tumbuh di hatinya akan membesar seperti apa karena dia terus memperhatikan wali kelasnya itu. Menyadari waktu berlalu Ajeng segera menutup pintu besi dan mengambil peralatannya lalu mengunci pintu mini market. Dia tidak perlu mengantarkan kunci itu kepada Lidya karena mereka memiliki kunci masing-masing yang dipegang oleh Lidya dan Ajeng. Sebelum kembali ke rumah Ajeng menaiki angkutan umum dan berhenti di pasar dia membeli keperluan rumah dan bahan jualan gorengannya. Kemudian segera kembali ke rumah, di rumah ayahnya belum kembali seperti biasa dan Tika sedang sibuk membaca buku. Ajeng bergegas mandi dan kemudian barulah makan malam dengan lauk seadanya. Sembari menonton televisi tabung yang mereka miliki di rumah itu Ajeng menyiapkan semua bahan untuk jualan gorengannya besok, Tika tidak lama keluar dari kamar dan membantunya. "Belajar aja Tik, gue bisa sendiri." "Bosen juga lama-lama liat buku," ujar Tika lalu mereka berdua tertawa. Ajeng kemudian bercerita kalau dia besok tidak bisa berjualan sarapan di kelas dulu karena wali kelasnya di ganti dan dia belum meminta ijin dengan wali kelas baru itu. "Kira-kira wali kelas lo galak gak ?" "Kayanya enggak, tau gak tadi dia belanja banyak banget di tempat kerja gue dan pas gue lihat di luar dia bawa tiga orang anak jalanan masuk kedalam mobilnya." Cerita Ajeng dengan wajah cerianya dan juga terlihat sangat bahagia menceritakan tentang Radit. "Hem... bagus dong kalau dia punya jiwa sosial yang tinggi kaya gitu itu artinya dia gak akan larang lo buat jualan," kata Tika dan Ajeng setuju dengan ucapan kakaknya itu. "Loe belajar deh kerjain tugas kalau ada, ini biar gue lanjutin." Tika selalu mengingatkan Ajeng untuk tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang murid dan dia akan membantu pekerjaan Ajeng. "Makasih ya Tik," ucap Ajeng lalu dia bergegas masuk kedalam kamar mengerjakan tugas sekolahnya. Beginilah kehidupan mereka, meski sudah lelah bekerja paruh waktu Ajeng tidak bisa langsung tidur dan melupakan pelajarannya di sekolah. Isi perut memang perlu tapi otak-nya juga perlu di isi, jika tidak hidupnya tidak akan berubah menjadi lebih baik. Orang yang sukses tidak hanya berpikir cara mengisi perut mereka namun juga mengasah otak mereka agar bisa hidup lebih maju. Itu adalah kalimat Tika yang selalu Ajeng ingat, kakaknya itu juga tidak hanya selalu belajar. Dia mengerjakan pekerjaan rumah mereka, dan tetap belajar juga setelah lelah masih harus membantu menyelesaikan pekerjaan Ajeng adiknya. Ajeng sangat yakin kelak Tika akan menjadi wanita sukses karena ketekunan dan kerja keras kakaknya itu dan dia juga harus menjadi wanita sukses juga meski tidak tahu akan memiliki profesi seperti apa, tapi Ajeng yakin dengan kerja keras dan semangatnya dia akan berhasil. Ajeng lalu membuka buku diary miliknya dan menuliskan cerita yang dia lalui hari ini, dan untuk pertama kalinya Radit masuk kedalam lembaran yang di tulis rapi oleh Ajeng. Bersambung.... Ada yang menanti lanjutannya ? Coba komen ya ?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN