Tiga Belas

1202 Kata
0811 xxxx Jalang! Lo apain prince gue sampai dia mau sama lo? Lo jampi2 ya? 0812 xxxx Woy ngaca dong! Lo gak pantes sama Erland! Lu ga punya kaca ya? 0851 xxxx Putusin Erland atau hidup lo gabakal tenang! 0813 xxxx Pake guna-guna apa lo sampek honey gue mau ama pungguk macam lo? 0852 xxxx Lo peletin Erland ya makanya dia mau sama lo? Dasar cewek gak tau malu! Murahan! 0853 xxxx Dasar pungguk. Kok Erland bisa khilaf jadian sama lo sih? Pelet lo luar biasa ya 0814 xxxx KOK BISA2NYA ERLAND LEBIH PILIH LO SIH DARIPADA CEWEK LAIN DI SMA GARUDA?? LO TUH GAPANTES SAMA DIA! KAGAK DOSA GUE SANTET ONLINE JUGA LO JALANG 0815 xxxx Cih, wajah pasaran aja sok2an gaya lu. Cantikan juga gua dari mana2. Jangan jadi cewek centil deh! 0817 xxxx Jangan mimpi jadi Cinderella deh lo. Nenek sihir tuh gapantes bersanding sama pangeran kaya Erland 0854 xxxx Dasar gatau malu. Erland kagak pantes sama cewek macem elu. Liat aja ya, kebahagiaan lu gabakal lama 0855 xxxx Cewek gatel. Lo tuh bukan siapa-siapa gak usah centil deh ke princenya SMA Garuda 0818 xxxx KAMU AKAN SENGSARA SELAMA BERADA DI DEKAT ERLAND JANUAR! TINGGALKAN ATAU RASAKAN AKIBATNYA! KAMU GAK PANTAS SAMA DIA!!! "Huft ...." Aku menghela napas panjang. Kepalaku langsung terasa berdenyut membaca semua pesan itu. Setelah menyalakan ponsel dan menghidupkan paket data internet, ponselku tiada henti-hentinya menerima notifiksi pesan dari nomor tak dikenal yang kesemuanya adalah penggemar Erland. Lihat sendiri kan bagaimana pesannya? Mereka tidak terima aku jadian dengan idola mereka. Hell ... yeah. Mereka tidak tahu saja kalau aku dan Erland hanya berpura-pura. Andai aku bisa cepat mengakhiri ini semua. Setelah seharian ini, aku memang baru saja menyalakan ponsel yang tadi siang dimatikan Erland setelah selesai menata buku dan memeriksa tugas mata pelajaran besok yang akan diajarkan di sekolah. Baru saja lima belas menit menyala, notifikasi pesan dan komentar sudah banyak sekali yang kuterima. Aku malas menyalakan ponsel tadi. Setelah Erland mengantarku pulang dari butik tantenya dan mengembalikan ponsel milikku, aku memilih tidak mengutak-atiknya dulu dan langsung masuk ke dalam kamar. Menyimpan belanjaan dari cowok anime itu dalam lemari kemudian pergi membersihkan diri di kamar mandi. Kemudian, berlanjut pada kegiatan lain yang membuatku baru memegang ponsel lagi sekarang. Rasa-rasanya aku memang sedang ingin menghindar dari apa pun yang bisa menjadikan keterhubungan daring dengan orang-orang. Kupikir, seharian yang melelahkan untukku karena Erland hanya akan sampai sore tadi, dan setidaknya baru datang lagi besok, di sekolah misalnya. Tapi ternyata tidak, aku tidak bisa menikmati ketenangan lagi setelah membaca semua pesan-pesan sampah itu. Belum lagi apa yang dilakukan ketiga sahabatu, Karina, Gini, dan Alina yang juga ikutan mengintrogasi, via chat, telepon juga videocall. Aku paham mereka penasaran. Namun, aku memilih untuk tidak meladeni mereka dulu, karena itu upaya mereka untuk menghubungiku tidak ada yang kurespons. Biarkan saja! Lebih baik besok saja. Keluar dari aplikasi perpesanan yang barusan kuperiksa. Aku ganti membuka akun social media-ku yang lain. Dan sama saja. Teror-teror senada bertebaran pada pesan dan kolom komentar. Menarik napas, aku yang tidak tahu harus bagaimana kemudian hanya meringis saat membaca kalimat-kalimat tidak mengenakkan itu. Jujur, sisi lain diriku ingin tertawa tapi sisi lainnya merasa sakit juga saat membacanya. Beberapa dari mereka bahkan ada yang tak segan-segan memosting fotoku di media sosial fake yang mereka buat dengan hastag dan tagar pelakor, perempuan gak tahu malu, b***h, dan sebutan lain yang tidak senonoh. Memang pada foto bagian mata disensor, tapi tetap saja, semua siswa sekolahku pasti tahu kalau itu aku. Aku mendapati semua informasi itu di grup Telegram dan w******p kelas. Ada beberapa teman kelasku yang men-screenshot-nya dan menjadikannya bahan gosip. Mungkin mereka lupa kalau aku juga anggota grupnya, dan sekarang aku sudah melihatnya sendiri. Benar-benar! Aku tidak habis pikir, selama ini hidupku tenang-tenang saja saat bersekolah. Tapi hanya karena diketahui publik---di sini adalah 'penggila' Erland baik siswa dari sekolahku atau sekolah lain---sebagai pacarnya, hampir semua orang itu beramai-ramai menghujatku. Media sosialku yang semula datar, biasa, dan sepi komentar mendadak begitu ramai. Hampir semua. Terlebih di akun Twitter dan i********: yang semula kubuat hanya untuk punya-punyaan seperti medsosku lainnya selain aplikasi perpesanan dan e-mail. Aku yang bukan siapa-siapa merasa menjadi artis dadakan sekolahan yang tiba-tiba juga langsung memiliki banyak haters. Di akun Instagramku yang tidak kukunci, aku tidak pernah memosting fotoku sama sekali. Hanya foto profil yang memang menampilkan fotoku---karena Karina yang menggantinya setelah sebelumnya tidak menampilkan foto apa-apa layaknya akun yang baru dibuat dan belum diutak-atik settingnya. Foto terakhir sekaligus satu-satunya yang kuposting pun hanya gambar sebuah cup gelas berisi penuh buah kesukaanku, stroberi segar yang diguyur sedikit cokelat di atasnya. Aku ingat, saat itu aku hanya iseng memostingnya sebelum menyantapnya saat sedang kumpul keluarga di Surabaya, berlokasi di sebuah kafe baru yang tidak jauh dari rumah Papa dan Tante Gita saat liburan kemarin. Tidak ada foto yang lain. Namun, meski begitu hujatan memenuhi kolom komentar postingan foto itu. Bahkan jumlah komennya pun lebih banyak dari jumlah like-nya. Sangat menyebalkan. Setelah mematikan paket internet, aku langsung pergi menyegarkan diri di kamar mandi sekadar mencuci muka. Setelahnya aku pergi ke dapur membuat semangkuk mie instan dan satu gelas es teh. Aku lapar, sangat. Tahu sih, tidak baik makan makanan panas lalu meminuminya es, terlebih makanan itu mie instan, tapi aku memilih tidak peduli. Toh, lima menit setelah mie rasa kari itu selesai kutiriskan aku sudah menghabiskannya. Setelah selesai dan membereskan semua aku pergi ke kamar untuk tidur. Blezz .... Beberapa langkah menaiki tangga, sebuah bayangan berkelebat cepat di bawah undakan. Dia bayangan hitam, aku tahu itu. Namun, kini rasanya bukan hal yang mengkhawatirkan lagi buatku akan kehadiran sosok misterius itu. Apalagi setelah semua yang terjadi hari ini. Aku memilih diam dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa dan melanjutkan langkahku untuk menuju kamar. Dan, ya, Kak Rama hari ini tidak jadi pulang sore. Kakakku itu terjebak dengan kesibukan berorganisasinya di kampus. Benar-benar aktivis ssjati. "Citra ... Citra ... tolong ... tolong aku!" Baru sebentar memejamkan mata, sebuah suara menarik atensiku. Aku yang belum terlelap kemudian langsung duduk di ranjang dan melihat ke sekeliling, mencari sumber suara yang tadi menghasilkan gema di langit-langit kamar. Menoleh ke sisi kanan, jantungku terasa seperti mau melompat. Sebuah tangan yang lebih besar dari milikku tampak menjulur ke luar dari lubang hitam yang tiba-tiba muncul di tembok kamar. Rantai besi yang cukup besar melilitnya. Aku membeku beberapa lama saat melihat kejadian yang terjadi selanjutnya. Dari dalam lubang itu, seorang laki-laki tinggi dengan tubuh penuh luka tiba-tiba keluar dari dalamnya. Rantai yang terlihat lebih besar tampak melilit tubuh telanjang d**a laki-laki itu. "Selamatkan aku, Citra." Aku benar-benar membeku saat mendengar suaranya itu. Tubuhku jadi lemas dan kaku seketika. Kupikir dia bayangan hitam, tapi ternyata bukan. Karena kondisi kamar yang gelap setelah lampunya kumatikan tadi, aku jadi tidak bisa melihat wajah dari sosok tinggi itu, apalagi mengenalinya. Yang bisa kulihat jelas hanya bibirnya yang bergerak menghasilkan suara. Entah bagaimana hal itu malah yang dengan jelas dapat ditangkap oleh mataku dalam kegelapan. Sangat aneh bukan? Dan Citra. Kenapa laki-laki itu memanggilku Citra juga? Suaranya ... aku juga pernah mendengar suara itu sebelumnya. Terasa begitu tidak asing untukku. Kali ini memang bukan bayangan hitam. Namun, aku merasa kalau aku mengenal pemilik suara itu. Dia seseorang yang kukenal dan ada di sekitarku. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN