BAB 7

1733 Kata
   Setelah kedatangan Li An, Cancri dan Rebecca masih sibuk melakukan eksperimen. Kedua orang itu bahkan beberapa hari tak keluar dari laboratorium, membuat Lizzy menaruh rasa curiga. Kedekatan Cancri dan Rebecca kembali terjalin sekuat dulu, mereka saling membantu dan tersenyum pada satu sama lain dengan hangat. Tatapan penuh kasih sayang, dengan ujaran-ujaran lembut yang menggetarkan.     Cancri terlihat begitu menjaga Rebecca, dia tak mengizinkan Rebecca menjadi lelah dan berlama-lama di ruangan eksperimen. Entah ada apa dengan sikap Cancri, beberapa orang pelayan yang ada di laboratorium juga merasa bingung dengan kelakuan kepala keluarga Snake sekarang. Cancri begitu overprotektif, bahkan makanan harus selalu diberikan kepada Rebecca dengan teratur dan mengandung gizi tinggi. Sedangkan Cancri, pria itu tahan jika tak makan berhari-hari, ia kelihatan tetap segar walau tak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya.    Cancri kini sedang duduk, ia menatap beberapa cairan kimia yang baru saja selesai ia racik. Tabung kecil dengan warna yang berbeda ada di depan matanya. Puluhan komputer dengan informasi yang berbeda dan menampilkan puluhan eksperimen yang ia buat. Pria itu kembali memainkan lima jarinya di atas keyboard komputer, sedangkan tangan yang lain memainkan ponsel bahkan menjawab beberapa pesan dan mengangkat telepon yang masuk. Cancri tidak mengurus rambut panjangnya lagi, ia membiarkan rambut itu menjuntai dan tergeletak di atas lantai.    "Tuan Muda, Nyonya Muda datang berkunjung." Seorang pelayan membungkuk di depan pintu, ia merasa agak takut saat Cancri menghentikan pekerjaannya dan tidak bicara. Terdengar helaan napas, lalu pria itu berdiri.    "Biarkan dia masuk," jawab Cancri dengan suara yang lembut. Pria itu meninggalkan tempat ia duduk, memilih berdiri dan menatap ke arah pelayan. Jika dulu mereka akan melihat iris mata semerah darah, kini mereka akan menatap iris kuning keemasan yang berkilau.    Pelayan itu membungkuk lagi dan akhirnya pergi, ia mengembuskan napas lega saat bertatapan dengan Lizzy. Entah mengapa sekarang Cancri jauh lebih menyeramkan di saat sedang serius, apalagi pria itu sedang sangat sibuk dan merasa terganggu.    "Tenanglah, dia tak akan marah padamu." Lizzy tersenyum, wanita itu menatap ke segala arah dan mengamati. Dia bisa melihat Rebecca yang tertidur di ranjang kecil, hanya ditutupi tirai putih transparan. Hatinya menjerit, andai saja dia sepintar dan seberuntung Rebecca, dia pasti bisa menghabiskan waktu bersama Cancri. Wanita itu tersenyum kecil, nasib membawanya menjadi wanita biasa.    Pintu ruangan Cancri terbuka, Lizzy melangkah pelan dan melihat suaminya baru saja mematikan semua komputer dan menyimpan semua hasil penelitiannya. Lizzy merasa bingung, tidak biasanya Cancri melakukan hal seperti ini, biasanya Cancri akan membiarkan semua penelitiannya di lihat oleh Lizzy.    "Kau membereskan segalanya, kenapa?" tanya Lizzy kemudian. Ia menghampiri Cancri dan memeluk suaminya dari belakang, erat sangat erat.    "Lizzy, pekerjaanku baru saja selesai. Apa salah jika aku membereskannya?" tanya Cancri dengan suara pelan.    "Apa sudah ada perkembangan? Apa Mommy mendapatkan obatnya?" tanya Lizzy.    Cancri melepaskan tangan Lizzy, ia membalik tubuhnya dan segera menggendong Lizzy. Pria itu tersenyum, ia menatap lekat istrinya, menguncinya dalam tatapan yang hangat. Cancri segera mendekatkan wajahnya ke arah Lizzy dan mengecup bibir istrinya. Begitu hangat, lembut dan tak menuntut.    "Eum …" Lizzy menahan desahannya, wanita itu mengalungkan kedua lengannya di leher Cancri, ia memperdalam ciuman mereka dan tak sadar saat Cancri membaringkannya di atas meja. Wanita itu hanya menerima perlakuan Cancri, ia tak bisa menahan tangan Cancri yang mulai membuka kemeja putihnya.    "Lizzy," panggil Cancri dengan suara berat. Pria itu baru saja melepas ciumannya, ia menatap Lizzy yang mengangguk. Tanpa aba-aba lagi Cancri langsung menanggalkan pakaian Lizzy, ia menjilat bagian leher Lizzy, meninggalkan bekas kemerahan di sana. Tangan Cancri meremas lembut bagian p******a Lizzy, sedangkan bibirnya menciumi pipi Lizzy.   "Ah .. Cancri," Lizzy merasa geli, ia menggeliat manja dan memejamkan matanya beberapa kali. Cancri selalu lembut saat menyentuhnya, suaminya bahkan akan menggodanya dengan ciuman-ciuman manis.    "Ada apa?" tanya Cancri, suaranya terdengar sangat pelan dan lembut. Cancri mengelus paha Lizzy, ia menggoda istrinya dan tersenyum saat Lizzy merengut kesal padanya.    "Aku sangat merindukanmu," ujar Lizzy. Wanita itu menahan desahannya, tangan Cancri membelai pelan kewanitaannya bahkan Cancri menatapnya lekat dengan iris emas yang begitu menawan.    "Kenapa kau tak mendesah?" tanya Cancri, pria itu mengulum senyumnya. Ia meremas p******a Lizzy lagi dan melihat bagaimana istrinya menggigit bibir, menahan desahan.    "Kau mempermainkanku!" tegas Lizzy, wanita itu seakan tak terima jika Cancri hanya merangsangnya saja. Ia menginginkan hal lebih, ia ingin Cancri menghangatkannya dan menyetubuhinya lagi. Wanita itu membuang muka ke arah lain, ia merasa sorot mata Cancri benar-benar memancingnya untuk terus memohon.    "Kau ingin aku menyentuhmu?" tanya Cancri.    Lizzy berdecak sebal, ia berusaha bangun dan menyingkirkan tubuh Cancri yang masih menguasainya. Namun dalam sekejap, Cancri membuatnya kembali berbaring di atas meja dan mengulum p****g payudaranya lembut. Pria itu membuatnya kembali melayang, ia lupa jika sedang kesal dan hanya bisa menikmati sentuhan itu. Kewanitaan Lizzy terasa berkedut, ia bisa merasakan jika jemari tangan Cancri tetap membelainya tanpa memasukan jemari ke dalam sana atau sekedar memainkan klitorisnya.    Lizzy mendorong tubuh Cancri, saat ia berhasil dan menatap Cancri dalam, hanya air mata yang meluruh dan keluar dengan kasar. Lizzy menangis, ia merasa Cancri semakin jauh dengannya. Wanita itu mengeluarkan isakannya, ia kembali menegang saat Cancri menjilat air matanya dan berakhir dengan ciuman pada kedua kelopak matanya lalu berlanjut dengan kecupan yang panjang di keningnya.    "Don't cry … because i love you, Lizzy." Cancri kembali mengecup bibir Lizzy, ia juga memainkan k******s Lizzy dengan lembut, merasakan kewanitaan istrinya yang telah basah. Pria itu memasukan satu jarinya, ia memainkannnya pelan.    Lizzy merasakan hatinya bergetar, ia tak bisa berhenti menangis walau Cancri mengecup lembut bibirnya. Kerinduan menyeruak, rasanya tak akan pernah habis dan ia terus menikmati permainan suaminya. Rasa cintanya sangatlah besar, ia bahkan mengalahkan logikanya saat menikah dengan Cancri. Awalnya dia tak bisa menerima nasib sialnya, menikahi seorang pria dari keluarga Snake. Pria itu sudah menjatuhkan perusahaan keluarganya, membuat kedua orang tuanya memilih mati daripada bertahan hidup. Dulu dia sangat membenci Cancri, pria itu menikahinya dengan paksa, menanamkan benihnya juga dengan paksa.    Cancri melepaskan ciumannya, ia menatap Lizzy dan kembali menjilat air mata istrinya. Pria itu tersenyum saat Lizzy balas menatapnya, "Sayang … berhentilah menangis, aku mencintaimu … sangat mencintaimu." Cancri kembali mengecup bibir Lizzy, kali ini lebih lembut. Ia tak ingin menyakiti Lizzy, wanita itu begitu rapuh.    Kini Lizzy yang menghentikan aksi Cancri, ia menahan tubuh suaminya dan melepaskan ciuman hangat mereka. Lizzy tersenyum dengan air mata yang masih menetes, "Cancri …" suara itu bergetar, "aku sangat mencintaimu!" lirih dan sangat menyentuh, Lizzy mengecup bibir suaminya. Ia memang teramat sangat mencintai Cancri, rasa benci yang dulunya sangat besar dikalahkan oleh rasa cinta yang lebih kuat dan lebih besar. Lizzy mencengkram bahu Cancri, ia merasakan kejantanan Cancri bersarang dengan baik di kewanitaannya. Ia tak tahu kapan Cancri memulai aksinya, pria itu benar-benar membuatnya mabuk kepayang.    Lizzy melepaskan pautan mereka lagi, "Akh … Cancri," ujar Lizzy, suaranya terdengar begitu merdu di telinga Cancri. Wanita itu menatap iris Cancri, ia menikmati rasa nikmat saat Cancri memasukinya dengan lembut.    "Lizzy, kenapa kau masih sangat nikmat?" tanya Cancri, ia tak berhenti, tapi terus bermain. Sangat lembut dan teratur, "aku sangat mencintaimu, istriku." Cancri mencium bibir Lizzy. Perlakuan Cancri memang sangatlah lembut, ia tak ingin menyakiti Lizzy dan membiarkan permainan mereka berlangsung pelan. Setiap kali mereka bercinta, hanya cinta yang membuat mereka hanyut. Tidak ada rasa nafsu yang besar, mereka melakukannya murni karena cinta dan nafsu yang bersatu menjadi percintaan tak terlupakan.    "Suamiku, aku selalu merawat diriku, semuanya untukmu." Lizzy membelai pipi Cancri, walau ia masih meneteskan air mata tetapi itu bukan karena rasa sedih. Ia sangat bahagia, ia sangat merasa dicintai. Permainan dia dan Cancri selalu begitu, selalu dihabiskan dengan perbincangan tak berguna di barengi dengan percintaan yang lembut. Lizzy merasakan kejantanan Cancri terus bermain di kewanitaannya, Cancri menghentakannya dalam tetapi sangatlah lembut.    "Ah … Cancri, terus!" titah Lizzy saat Cancri agak mempercepat gerakannya, wanita itu terkekeh saat Cancri menggelitiknya.    "Geli, kau masih sempat bercanda? Ini menyenangkan, tolong lanjutkan!" Lizzy terkekeh lagi saat Cancri tersenyum m***m, suaminya bahkan mengambil ponsel yang ada di dekat kepalanya dan memotret dirinya yang sedang berbaring dengan pasrah di atas meja.    "Sayang, kenapa kau sangat cantik?" tanya Cancri sambil menggoyangkan pinggulnya dan menatap foto Lizzy pada ponselnya.    "Aku cantik karena aku istrimu! Akh … Cancri!" Lizzy membelalakan matanya, ia merasakan Cancri dengan sengaja memperdalam hentakannya. Suara meja yang berdecit terdengar agak ribut, "kau sangat nakal," ujar Lizzy dengan tubuh bergetar. Kejantanan Cancri benar-benar mengenai mulut rahimnya dan membuatnya mengeluarkan cairan percintaan mereka untuk pertama kali.    "Sayang, kau kalah satu kali dariku," ujar Cancri dengan senyum jenaka.    "Kau bermain curang!" Lizzy bangun, ia kini dalam posisi duduk dengan Cancri yang masih berdiri dan kejantanan pria itu masih bersarang di kewanitaannya. Lizzy memeluk Cancri, ia menjilat leher suaminya dan memberikan bekas kemerahan di sana. Tak lupa, Lizzy mengecup lembut bagian daun telinga Cancri, "sayang, ayo bermain dengan benar." Lizzy menggoda Cancri, ia mengeratkan pelukannya, membiarkan Cancri menggendongnya dengan keadaan kejantanan Cancri yang masih kokoh menegang di dalam kewanitaan Lizzy.     "Akh … Cancri, lebih dalam! Ssstt ah …"     Cancri terkekeh, ia menyandarkan tubuh Lizzy di dinding dan menaik turunkan tubuh istrinya. Kejantanan Cancri terasa diremas, ia bahkan mengalihkan kenikmatannya dengan menyusu pada salah satu p******a istrinya.    "Eum .. ah, Cancri … please, jangan permainkan aku lagi!" Lizzy terus meracau, ia bisa merasakan dua kenikmatan sekaligus. p****g payudaranya mengeras sedangkan kewanitaannya mencengkram erat kejantanan Cancri, wanita itu menarik rambut Cancri agak kuat, ia mendapatkan pelepasannya lagi. Cairan kepuasan Lizzy merembes ke lantai, sedangkan Cancri sedang berusaha menggapai puncak, pria itu menggendong Lizzy ke arah meja, ia kembali membaringkan Lizzy lalu menyetubuhi istrinya dengan cepat dan menghentak dengan kuat serta dalam. Mata Cancri terpejam, rasanya begitu nikmat. Pria itu menghentakannya semakin kasar dan berakhir dengan dia yang terkulai lemas di atas d**a Lizzy.    Cancri menarik napasnya kasar, ia sadari tadi mati-matian mengendalikan dirinya agar tidak bertindak kasar, pria itu merasa menang saat ia tak menyakiti Lizzy.    "Cancri, kenapa kau jarang bercinta denganku?" tanya Lizzy. Suaranya parau, sedangkan matanya kembali berkaca.    Cancri tak langsung menjawab, ia memilih untuk menjilat p****g p******a Lizzy dan menyusu seperti bayi di sana.    "Aku sangat mencintaimu dan merindukanmu, tapi kau selalu sibuk!" suara Lizzy terdengar sangat pelan, serat dengan kesedihan.    "Maafkan aku, aku juga mencintaimu." Cancri menyudahi aksinya, ia segera melumat bibir Lizzy, menenangkan istrinya yang menangis dan memberikan kehangatan yang mungkin tak akan Lizzy dapatkan di pria manapun. Tidak … ia tak akan mengizinkan Lizzy pergi dari sisinya, ia akan terus menahan Lizzy.   Cancri melepaskan kecupan bibirnya, ia menatap Lizzy dan menghapus air mata istrinya. Dadanya sesak saat melihat Lizzy bersedih, "Lizzy, aku ingin mati dipelukanmu, aku ingin mati dengan cintamu."    Cancri kembali melumat bibir istrinya, ia kembali bergerak pelan, membuat kewanitaan Lizzy kembali mendapat serangan dari kejantanannya. Mereka akan bercinta sampai puas, mereka akan menghabiskan waktu itu untuk memadu kasih dan menjadikan dunia ini hanya milik mereka berdua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN