Susana di dalam jet begitu tenang, tidak ada yang ingin angkat bicara saat ini. Semua orang memilih diam, mereka sibuk dengan urusan hati masing-masing. Mereka tak saling menatap, bahkan lebih memilih untuk memejamkan mata.
Li An sibuk dengan pemikirannya tentang sang master, ia merasa khawatir dengan keadaan wanita itu dan ingin cepat kembali. Banyak hal yang bisa saja terjadi, bahkan kematian bisa saja datang pada detik berikutnya. Sebagai manusia kloningan, memang sangat mustahil baginya untuk memiliki hati dan pikiran. Tetapi, dia berbeda. Li An memiliki perasaan, ia punya rasa takut, sedih, khawatir, bahkan ia bisa merasakan apa itu mencintai.
Di sisi lain, Ken juga melakukan hal yang sama. Pria tua itu merenung, menimbang hati dan pikirannya yang menjadi kacau beberapa jam lalu. Anaknya kini sedang bertaruh hidup dan mati, Avellyn juga harus kembali berurusan dengan para Roulette karena hal ini. Ken cukup tahu jika Cancri adalah salah satu orang yang penting bagi Roulette.
"Nyonya Besar, apa kita bisa melakukannya sekarang?" tanya Kai. Ia melirik ke arah Ken dan Avellyn yang menatap ke arah mereka dengan bingung. Pria itu tersenyum, ia kemudian berdiri tegak.
"Kau sudah menyiapkan kotak hadiahnya?" tanya Li An. Ia menyeringai saat Kai mengangguk, begini lebih baik dan mereka bisa menjalankan rencana dengan lebih cepat.
"Baiklah, laksanakan dan aku melihat reaksinya." Li An memangku kaki kirinya, ia menatap Ken dan memamerkan senyum indahnya. Wanita itu tidak akan menyembunyikan dirinya lagi, ia menyeringai bersamaan dengan gas beracun yang memenuhi ruangan jet itu.
"Nona, kita sudah tidak berada di istana. Jadi, apa yang Anda rencanakan?" tanya Ken. Pria itu menatap Li An dan terkekeh saat menyadari satu hal, wanita di depan matanya terlihat berbeda. Ia jelas tahu jika sekarang ada gas beracun yang memenuhi ruangan, suara desisan ular-ular juga terdengar ribut dari atas deks. Ken menahan napasnya, ia berusaha tetap bertahan, "Li An, kenapa kau yang datang kepadaku? Di mana Nona Besar!?" tanya pria itu kemudian. Wajah Ken memucat, ia melihat dengan jelas jika ular-ular berjatuhan dari atas bahkan ada juga yang sudah melilit di kakinya.
"K-ken!" suara Avellyn terdengar, begitu pelan namun sangatlah pilu.
"Li An! Hen-tikan!" ujar Ken sambil berdiri, kepalanya terasa pusing sedangkan kakinya lemas. Ia berusaha menggapai Avellyn, ia tak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada wanita itu. Di dalam jet ini, hanya dia dan Avellyn yang manusia, mereka yang lain adalah manusia kloningan.
"Bagaimana rasanya?" tanya Li An pelan, ia berdiri dan menghampiri Avellyn. Ditariknya rambut Avellyn dan menatap mata Avellyn penuh kebencian.
"To-long!" ujar Avellyn susah payah.
"Bagaimana aku menolongmu? Kau hanya punya dua pilihan, menjadi hadiah untuk Tuan Muda Salazar atau menjadi hadiah spesial untuk Felica dan Xavier."
Avellyn menggeleng, dia tak akan pernah kembali pada Felica dan Xavier. Dia masih ingin menikmati hidupnya, masih juga ingin bersama dengan Ken. Dirinya juga tak ingin memilih orang asing bernama Salazar, pria yang tak pernah ia kenal dan bisa saja menjadi orang yang membuatnya menderita.
"Tentukan pilihanmu!" tegas Li An.
"Jangan! Li An … lep-askan kami!" Ken berusaha menggapai Li An, namun wanita itu segera menendang kepala Ken dan membuat pria itu terbentur ke dinding jet. Li An tertawa lepas saat ratusan ular mengerubungi Ken dan memasung pria itu.
"Avellyn, karena putrimu … cucu yang aku tunggu mati! Master sangat menyayangi menantunya dan anakmu membuat menantunya terluka! Andai dia tahu ini, apa yang akan dia lakukan kepada putrimu?" tanya Li An. Sejak lama ia mang menantikan anak ketiga Cancri dan Lizzy, ia ingin mengasuh anak itu, bermain dengannya dan mengajarkan banyak hal. Bahkan, Chaeri berjanji jika Li An akan menjadi orang yang paling bertanggung jawab pada cucu ketiganya. Semua angan telah Li An rangkai, namun hancur karena kelakuan Bell.
"Ka-kakak, ma-af!" ujar Avellyn.
"Aku bukan kakakmu! Dan Master juga tak akan menjadi saudaramu! Karena kau, dia menderita! Karena kau, dia harus menikahi pria b******n itu! Kau dan anakmu adalah kutukan! Kalian pembawa masalah dan orang-orang menyebalkan!" Li An menarik rambut Avellyn semakin kuat, ia menghempaskan tubuh Avellyn dan membuatnya terbentur kuat pada sofa. Li An menarik napasnya kasar, dia harus mengendalikan diri.
"Nona Li An, ku rasa drama kita tak perlu diperpanjang." Kai muncul, ia membawa peti mati yang sudah dipoles dengan cat minyak. Terbuat dari kayu jati, di poles dan di ukir dengan teliti.
"Masukan Avellyn ke dalam peti, kunci, lalu kirim ke mansion Roulette!" titah Li An.
"Lalu, bagaimana dengan pria itu?" tanya Avren sambil menunjuk ke arah Ken.
"Bahkan harimau dan serigala tak akan mau memakan dagingnya. Lempar dia dari sini, aku jijik melihat pria sialan itu!" Li An ingat bagaimana Ken menyakiti Chaeri dulu, pria itu bahkan meninggalkan Chaeri di acara pertunangan puluhan tahun lalu. Rasa malu dan marah pernah membuat master kesayangannya patah. Dan Ken pergi tanpa kabar, pria itu membuat Chaeri kehilangan untuk pertama kalinya.
"Dia pria tak tahu malu," ujar Li An lagi. Masih teringat jelas saat Ken datang, luka yang Chaeri terima belum pulih dan pria itu kembali, mengemis cinta dan permohonan maaf. Mempertaruhkan nyawa, membuat Chaeri kembali iba dan memberinya kesempatan.
Avren menaati perintah, ia segera membuang tubuh Ken dan tertawa saat pria malang itu jatuh dengan cepat. Li An memang berbeda, wanita itu membunuh dalam sekali gerak dan tak ingin memperpanjang waktu lebih lama. Ini juga bukan karena perintah Cancri, tapi karena kemauannya sendiri.
"Dua hari lagi, perintahkan dua orang itu untuk memainkan perannya!" titah Li An.
…
Mansion keluarga Snake masih tetap sama, tenang dan begitu damai. Cancri sekarang sedang duduk sambil menikmati sebotol wine, matanya menatap pemandangan sore yang begitu indah dengan warna jingga menebar di atas sana. Beberapa waktu lalu, kekacauan baru saja terjadi. Ia bukan tak peduli, tetapi itu memang jalan yang mungkin lebih baik bagi Luzia sekarang.
Rerumputan hijau menjadi alas untuk Cancri duduk, suara burung berkicau menjadi musik pelepas lelah baginya. Angin berembus, sedikit dingin dan membuat beberapa daun maple terlepas dari ranting. Yang diharapkan sekarang hanya beberapa hal kecil, salah satunya adalah menemukan adiknya yang hilang dan membawa adiknya kembali pada keluarga Snake. Di mana adiknya? Dia masih bisa merasakan salah satu dari mereka berada di luar sana tapi entah bersama siapa dan di mana. Cancri kembali memikirkan Luzia, rasanya sangat rindu tetapi tak bisa menjangkau walaupun bisa.
Cancri tak berencana membuat Luzia yang asli memimpin Black Dragon, ia tak ingin adiknya terluka dan mengingat duka lama. Pria itu lebih memilih Luzia bersama dengan pria yang dicintai oleh Luzia sendiri, membiarkan adiknya di bawa pergi begitu saja dengan penjagaan yang sengaja ia longgarkan. Ini salahnya, dan sekarang dia juga yang merasakan rindu begitu menyiksa.
Sekarang, walaupun Luzia mengendalikan Black Dragon dia tak akan khawatir. Tubuh kloningan Luzia tak akan mudah mati. Sekalipun mati, tubuh itu masih tersedia begitu banyak di mansion selatan. Cancri merasa bersalah kepada lima orang adik iparnya, mereka hanya bisa mencintai bayangan Luzia dan membahagiakan bayangan itu dengan cara mereka. Yang Cancri harapkan, di saat semuanya berakhir, maka Luzia bisa memilih dengan pasti. Bersama dengan pria yang menyakitinya? Atau menerima cinta dari kelima orang suaminya.
"Kau membuat keputusan yang berlawanan dengan Luzia, Cancri." Rebecca datang dan memeluk Cancri dari belakang. Ia merindukan adiknya, ia ingin kembali ke masa lalu dan hidup dengan tenang bersama saudara-saudaranya. Wanita itu datang ke padang rumput dengan kaki telanjang, ia baru saja menangis karena Cancri membiarkan seseorang membawa tubuh Luzia.
"Kakak, apa kau sedang mempunyai masalah?" tanya Cancri lembut. Pria itu memegang tangan Rebecca, menggenggamnya dan membiarkan Rebecca tetap memeluknya erat.
"Ya, aku bahkan merasa sangat buruk sekarang. Aku Kakakmu, tapi kau tak pernah bertanya tentang keinginanku. Cancri, Luzia sedang berusaha melupakan Rysh! Dia juga ingin selalu dekat dengan Mommy dan kau membiarkan pria itu membawa tubuh asli Luzia pergi. Apa kita akan terus bersama tubuh kloningannya? Apa kau tahu di mana Luzia di kurung? Bagaimana jika Rysh memperlakukan Luzia dengan buruk?" Rebecca sekali lagi menangis.
"Kakak …" Cancri terdiam, punggungnya basah oleh air mata.
"Apa? Apa yang membuatmu melakukan ini?" tanya Rebecca.
"... Luzia hanya akan mencintai satu orang pria, bohong jika dia akan membenci bahkan melupakan Rysh." Cancri melepaskan tangan Rebecca yang memeluknya, pria itu menarik Rebecca kedalam pelukannya dan menepuk punggung wanita itu pelan.
"Cancri, temukan Luzia. Biarkan dia berusaha mencintai dan menyayangi semua suaminya! Biarkan dia berada di sini, menemani kita, dan tahu tentang keadaan Mommy. Dia menikah dengan mereka, membiarkan tubuh kloningannya bersama mereka. Dia hanya ingin belajar mencintai mereka, dan jika berhasil dia akan menemui mereka dengan tubuh aslinya!" Rebecca yang tahu rencana Luzia sejak awal membicarakannya dengan Cancri, ia tak tahu seberapa sedihnya Luzia sekarang.
"Kakak … bagi kami manusia ular, hanya akan ada satu cinta di dunia ini. Orang itu akan menjadi yang pertama dan terakhir," jawab Cancri dengan suara lembut. Kini ia menyadari itu, ia ingat saat ayahnya hanya bisa mencintai Felica.
"Cancri …" Rebecca seakan tak percaya, wanita itu mengangkat kepalanya dan menatap adiknya dalam.
"Itu adalah alasan kenapa White Snake tak bisa mencintai Kim Chaeri. Itu alasan kedua orang tuaku menjadi seperti sekarang. Setulus apapun cinta Mommy, jika Mommy Felica masih hidup, maka cinta yang dia berikan kepada White hanyalah sampah." Cancri tersenyum getir, kenapa rasanya sangat sakit? "sekalipun Mommy mengorbankan hidupnya, tetapi White tidak akan peduli. Di hatinya, hanya ada Felica Gremory Roulette. Anak yang dia akui hanyalah Dracania Prince Snake. Tidak ada kami dalam hidupnya, tidak ada keluarga Snake, dan tidak ada dirimu juga."
"Apa kau membenci Mommy Felica?" tanya Rebecca.
"Kakak, aku tak bisa memastikan hatiku." Cancri mengecup lembut kening Rebecca, ia berusaha membuat kakaknya lebih tenang.
"Cancri, terima kasih sudah menjadikan aku saudaramu." Rebecca mengusap air matanya, ia bisa melihat jelas jika Cancri juga terluka atas semua keputusannya.
"Terima kasih sudah menjadikan aku adikmu, Kakak." Cancri tersenyum lembut. Pria itu membelai rambut Rebecca dan mengelus pipi kakaknya penuh kasih sayang.
Beginilah Cancri, dia selalu menyayangi semua orang yang menjadi keluarganya. Ia melindungi orang-orang itu, dan membuat mereka merasa nyaman. Sikap Cancri yang begitu lembut adalah hal yang paling hangat di keluarga Snake, pria itu memerankan dirinya sebagai kepala keluarga, bisa melakukan apa saja bahkan melindungi semuanya dengan mengorbankan nyawa. Tugasnya adalah melindungi keluarga Snake, dan itu sudah digariskan sejak dirinya lahir.