Penjaga Semua Sisi

1744 Kata
Elea menyaksikan jalannya persidangan yang dipimpin oleh Gardea. SANGAT BERWIBAWA! Entahlah! Semua tingkah Gardea yang menyebalkan itu seketika hilang dan digantikan oleh sosok yang menjadi role model semua orang. Ketika Elea memposisikan dirinya sebagai mahasiswa, dia benar-benar kagum. Gardea itu masih terbilang muda, wajahnya rupawan dan pembawaannya membuat semua orang respect padanya. Apalagi ketika membacakan putusa, Elea sadar kalau kepintaran Gardea itu berbanding jauh dengannya. Jika dirinya di level 10, maka Gardea di level 1000. Dia menguasai banyak bahasa, menangani permasalah dengan bijak dan…. Pipi Elea terasa panas ketika mengingat Gardea itu suaminya. “Kata pegawai disini, Pak Gardea itu duda. Istrinya udah lama meninggal. Jadi sekarang dia masih lajang, duhh idaman banget sih. Gue kepengen jadinya,” ucap Septiani yang sontak membuat Elea mengerutkan keningnya kesal. “Loh? Kenapa melotot ke gue? Lu udah punya pacar, ngapain mau ikut saingan juga.” “Gue mau ke kamar mandi,” ucap Elea berdiri sebelum persidangan berakhir. Karena Elea seorang Presiden Mahasiswa yang dikenal oleh dosen, maka dia diizinkan pergi. Berbeda dengan mahasiswa lainnya yang langsung ditegur ketika bergerak sedikit saja. “El. Nanti langsung gabung lagi ya.” “Iya, Bu.” Elea keluar dari ruang persidangan. Dia pergi ke kamar mandi yang tidak jaug dari sana. Namun, Elea tidak langsung kembali ke ruangan sidang. Dia penasaran dan ingin melihat-lihat. Munafik jika Elea bilang tidak mau bekerja disini, dia suka dengan keadilan dan memiliki mimpi menjadi bagian dari penegak hukum di Indonesia. Entah hakim atau jaksa, Elea suka! Namun melihat kerennya Gardea, Elea jadi condong ingin menjadi hakim. “Mau kemana, Dek?” tanya salah satu pekerja disana. “Lihat-lihat, Pak. Sudah dapat izin kok. Kebetulan saya Presiden Mahasiswa di Universitas Thribhuana.” Pria itu menaikan alisnya. “Pendamping kamu mana? Bukannya yang lain ada di ruang sidang?” “Ada satu lagi, ini saya sedang cari.” “Oh, jangan berkeliaran sembarangan ya.” Elea mengangguk saja, tapi dia tetap melangkah karena rasa penasarannya. lantai tiga itu tempat apa? Apa ruangan Gardea ada disana? Kebetulan juga lantai itu terlihat sepi, Elea melihat ada salah satu pintu dengan nama “Hakim Ketua.” Di depannya. Rasa penasaran itu membawa Elea masuk ke dalam dan melihat-lihat. Kagum dengan pamandangan yang begitu indah dan ruangan yang luas. “Khas banget, wangi si Bapak.” Baru juga menikmati, pintu tiba-tiba terbuka. Ada security disana. “Hei, jangan masuk ke ruangan, Pak Hakim!” dia penjaga datang pada Elea. Pria lain yang memakai kemeja ikut panic. “Haduh! Saya tinggal ke toilet udah ada yang masuk aja. Bawa ke bawah, Pak. Gak sopan mahasiswa ini.” “Tunggu, Pak. Saya Cuma mau lihat-lihat.” “Gak punya Etika dia, bawa ke bawah aja, Pak. Kalau gak salah diatuh Presma nya kampus. Gak tahu malu.” Barulah Elea sadar kesalahannya ketika dia dipaksa keluar, dua security memegang tangannya. Elea panic sampai dia melihat Gardea yang masih memakai jubbah itu ada di ujung koridor. “Ada apa ini?” tanya gardea dengan dingin. Sang ajudan langsung berlari mendekati Gardea. “Maaf, Pak. Tadi saya tinggal sebentar ke kamar mandi, terus tahu-tahu ada yang masuk. Untung securitynya stay lihat CCTV dan langsung kesini.” Gardea menaikan alisnya menatap Elea. “Dia Presma kampus kan?” “Nah iya, Pak. Saya minta mereka buat bawa ke bawah aja.” “Lepasin,” ucap Gardea. “Iya, Pak?” security itu bingung. Tapi Gardea yang tidak menjawab membuat mereka takut dan melepaskan Elea. “Simpan kejadian ini untuk kalian saja, saya yang akan menghukum anak ini.” kemudian menatap Elea. “Mahasiswa yang lain sedang makan siang. Dan kamu, ikut saya ke ruangan.” Melangkah melewati Elea begitu saja. Perempuan itu kesal bukan main, dia mengembungkan pipinya dan tetap mengikuti Gardea dari belakang. *** Elea kira ketika mereka masuk ke ruangan, Gardea akan langsung memeluknya dan mengatakan, “Sayang, kenapa keliaran? Kalau mau jalan-jalan kan bisa nunggu saya. Kamu gak papa ‘kan? mereka apain kamu?” tapi nyatanya Gardea membuka jubbah dan duduk di kursi kebesarannya sambil menatap Elea dengan tajam. Kalau sudah seperti ini, Elea ngeri juga melihatnya. Makannya dia menunduk saja dan menatap lantai, sadar kok kalau dirinya salah. “Sini,” ucap Gardea. Elea menurut dan mendekat. “Duduk.” “Dimana? Adanya sofa disana.” “Duduk disini,” ucap Gardea menepuk pahanya sendiri. Elea membulatkan mata kemudian menarik napas dalam. “Hanya karena saya membuat kesalahan, bukan berarti anda bisa memperlakukan saya seenaknya ya.” “Elea, duduk disini. suami kamu yang bilang.” Elea menelan salivanya kasar, refleks dia melangkah mendekat dan duduk miring di pangkuan Gardea, tangannya tetap memainkan kuku. “Ihh, jangan sentuh,” ucap Elea kesal. Ketika Gardea terkekeh, barulah Elea menghembuskan napasnya lega. Apalagi saat pria itu tiba-tiba memeluknya dengan erat. “Lepasin ih!” “Jangan teriak, ini gak kedap suara, Sayang,” ucap Gardea mengecup bahu Elea yang terhalang baju sebelum menatap manik sang istri. “Kenapa masuk kesini? Pasti penasaran ya sama ruang kerja suami kamu ini. Tenang, suami kamu dapet tempat terbaik, Sayang.” “Saya Cuma tersesat, terus tiba-tiba masuk ke sini.” “Ngeles mulu ah, bilang aja kalau kamu udah terpesona sama saya.” “Pede, gak ada yang suka sama kakek modelan bapak.” “Kata siapa? Temen-temen kamu aja jadi heboh. Masa kamu enggak? Aslinya juga udah terpesona, Cuma kasihan aja sama pacar kamu ‘kan? ditambah gengsinya setinggi langit.” Elea ini hendak membantah, tapi ponselnya lebih dulu berbunyi. Itu dari wakil Rektor III yang merupakan Pembina Organisasi Mahasiswa. Elea mengangkat panggilan masih dalam pangkuan Gardea. “Hallo, Bu?” “El, ada tugas keluar kota buat kamu. Nanti kamu damping orang dari Yayasan, sekalian jadi perwakilan Universitas buat pertemuan BEM satu provinsi ‘kan?” “Kapan, Bu?” “Besok.” “Loh? Besok? Mendadak sekali, Bu?” “Iya, pertama ke Yayasan dulu, baru berangkat. Kamu harus ikut dari awal, biar tahu juga tujuan keluar kota ini.” “Sama siapa, Bu?” Elea khawatir karena dia berangkat dengan orang dari Yayasan. “Belum dikonfirmasi. Siap-siap aja kamu besok. Dengan siapapun, pasti berangkat.” “Baik, Bu.” Rasanya lelah sekali, Elea belum sempat tidur dengan nyenyak. “Mau pulang?” Tanya Gardea. “Masih ada perkuliahan.” “Satu mata kuliah bolos mah gak papa. kamu kecapean,” ucap Gardea menyelipkan rambut Elea ke belakang telinga. “Saya anter ayok. Atau saya izin ke dosen kamu kalau kamu ada pembicaraan dengan saya, mana mungkin dia nolak kan?” Elea bingung, tapi nyatanya dia memang ingin tidur dengan nyenyak. “Besok ada tugas keluar kota sama orang dari Yayasan. Kayaknya pagi juga. Jadi, saya mau pulang sekarang.” “Oke, Sayang. dianterin ya.” Elea mengangguk, dia masih melamun sampai tiba-tiba dikecup oleh Gardea. Langsung menatap tajam dan berdiri dari pangkuan pria itu. “Tahu diri ya!’ Gardea menaikan alisnya, dia ikut berdiri dan menggenggam salah satu tangan Elea. Dia cium lagi di bagian nadi. “Buat security yang tadi bikin kamu kesakitan. Kamu tunggu disini aja, biar saya yang ngomong sama dosen. Kalau kamu mau makanan, ada dilemari itu ya, Sayang.” *** Elea benar-benar pulang diantar oleh Gardea, teringat ketika pria itu mengaku lajang. Ingin marah tapi Elea sadar diri dirinya juga mengaku lajang. Jadi Elea diam saja sepanjang perjalanan. “Mahasiswa di kampus kamu kok sukanya sama Duda ya? heran tuh.” “Yang heran itu udah nikah ngaku lajang.” “Eh? Kaca dimana ya?” Elea langsung menggigit bibirnya kesal karena keceplosan. Sementara Gardea tertawa menikmati tingkah sang istri yang seperti ini. “Makannya, ngaku udah punya suami. Nanti saya dengan bangga bakalan bilang kalau kamu satu-satunya di hati saya, Sayang.” “Dih siapa peduli juga,” ucap Elea dengan ketus. Begitu sampai di mansion, Elea langsung keluar dari mobil untuk menghindari Gardea yang mengecupnya. “Makasih.” Tidak lupa dengan tatakramanya. Gardea tertawa melihat tingkah sang istri. Begitu Elea menjauh, pria itu menelpon pada pihak Yayasan dulu. Elea tidak tahu saja kalau gardea adalah salah satu jajaran Dewan Penasihat disana. Gardea meminta supaya dirinya yang ditugaskan keluar kota bersama dengan Elea untuk sekalian bulan madu. Sebelum berangkat lagi, Gardea menyusul sang istri yang sekarang sudah ada di kamar mereka. “Sayang?” “Ihhh! Ngapain masuk!” “Lah, kan ini kamar saya juga.” “Gak lihat saya lagi ganti baju?!” “Lihat, salah sendiri buka baju disana. Kan ada walk in closet disana, Sayang.” Elea naik pitam, dia memakai kembali kemeja itu. “Mau apasih?” “Belum dikasih kecupan, biar semangat kerjanya. Mau saya yang kesana atau kamu yang kesini?” Tanya Gardea melangkah mendekat. “Bisa tidak jangan maksa? Itu sama aja kayak pelecehan.” Gardea tertawa. “Mana ada, kan kesepakatan kita.” “Bapak mintanya pagi aja ya!” “Sekarang saya minta gak terbatas, pacar kamu aja gak ada batasan sama kamu,” ucapnya dengan wajah yang mulai datar. Kalau sudah seperti ini, Elea takut sendiri. jadi dia diam dan membiarkan Gardea mengecup pipinya. Ketika pria itu menampilkan senyuman bodohnya, baru Elea berani mendorong bahunya. “Nyebelin!” Gardea puas, akhirnya dia bisa berangkat bekerja dengan semangat. “Berangkat dulu ya, Sayang. I Love Yoeu.” Berbeda dengan Gardea yang senang, Elea merasa tidak karuan. Kenapa dia bisa membiarkan pria itu melakukan apapun sesukanya? Baru juga ketenangan didapatkan, Elea mendengarkan teriakan dari luar. “Mama! Kira pulang! Udah makan siang belum?! Kira pandai masak loh! Ayok keluar!” “Anak sama bapak sama-sama ganggu,” gumam Elea. Kalau tidak diberikan, Shakira pasti akan terus mengganggu. Jadi Elea keluar dari kamar dan disambut pekikan oleh anak sambungnya yang langsung memeluk. “Lepas, jangan peluk.” “Greget soalnya sama Mama. Yuk ah turun, Kira masak buat Mama.” Tidak banyak bicara dan membiarkan sang anak sambung yang terus mengoceh. Dia mirip dengan Gardea, wajahnya juga. “Mama harus makan banyak. Kan besok perjalanan ke Yogya ‘kan?” “Darimana kamu tahu?” “Loh? Kan berangkatnya sama Ayah, Ma.” “Enggak tuh, berangkatnya sama orang dari Yayasan.” Shakira yang sedang memotong bawang itu tertawa, dia menoleh pada Elea yang duduk sambil menontin. “Kan Ayah juga orang Yayasan, Ma. Ayah itu Dewan Penasihat disana, jadi dia yang nemenin Mama kesana. Sekalian bulan madu kalau kata Ayah. Makannya Kira mau request, mau adiknya tiga aja ya, Ma.” Elea menelan salivanya kasar. Kenapa pria itu dimana-mana?! Dan dia akan pergi dengan Gardea?!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN