Pencuri Hati

1661 Kata
0888001121XXX: Saya di depan kampus kamu. Pesan itu tiba dua jam yang lalu. Karena tidak kunjung ada jawaban, Elea mendapatkan telpon berulang dari nomor yang sama. “Siapa?” tanya Reynaldi. “Orangtua aku, Kak.” “Tumben?” Elea gugup, dia meminum jusnya. “Akhir-akhir ini emang lagi ada persoalan dirumah, jadinya disuruh pulang mulu.” “Hal yang serius?” “Enggak kok, Cuma bisnis Papa lagi naik turun.” “Oh, wajar itumah. Yaudah ayok pulang. Kakak anterin ke rumah ya.” “Gak usah, Kak. Papa aku nunggu di depan kampus,” ucap Elea berbohong. “Anterin aku kesana aja. sekalian mau pergi ke tempat lain sama Papa.” Reynaldi mengangguk, dia menggenggam tangan Elea sepanjang perjalanan. Menyetir dengan satu tangan dan beberapa kali mencuri ciuman di tangan kekasih barunya itu. Menyebabkan debaran yang sama di hati Elea, dia sudah menantikan hal ini sejak lama. “Kakak mau ketemu Papa kamu dulu ya.” “Gak usah, Kak. Papa lagi badmood. Lain kali aja ya.” Tidak ada paksaan dari Reynaldi. Namun sebelum membiarkan Elea turun, pria itu menarik tengkuk Elea dan mencium keningnya lama. “Makasih udah nerima kakak sebagai kekasih kamu.” “Makasih juga udah ungkapin perasaan kakak. I Love you.” “Love you too,” balas Reynaldi, matanya tidak berpaling ketika Elea melangkah pergi dan masuk ke mobil yang tidak jauh dari mereka. “Mobil Papanya Elea keren banget,” gumam pria itu. Tanpa dia ketahui, di dalam sana Gardea tengah menahan amarahnya. Dia melihat apa yang Elea lakukan. “Ayok cepetan pulang.” Pria itu menghela napas dalam. “Gimana keadaan kaki kamu?” “Gak baik, itu semua gara-gara anda.” “Saya lihat apa yang terjadi barusan. Siapa laki-laki itu?” “Pacar saya,” jawab Elea dengan santai. “Resiko yang anda tanggung, salah siapa mau menikahi wanita yang tidak mencintai anda?” Gardea menanggapi dengan kekehan. “Gak aneh sih, perempuan cantik kayak kamu pasti banyak yang naksir.” “Iya, gak kayak pria tua macam anda yang abnormal dan sukanya yang muda.” “Saya masih cocok sama kamu. Kan saya ganteng.” Elea ingin muntah mendengarnya, bergidik ngeri mendengarnya. “Gak sadar diri.” “Kamu yang kurang buka mata. Coba lihat saya, ganteng gini tau, El.” “Amit-amit! Jangan sentuh saya!” Dimata Gardea, Elea sangatlah menggemaskan. “Ada ikan tuna, nanti makan malam bareng ya.” “Gak mau.” Begitu sampai di mansion, Elea langsung berjalan lebih dulu. “Mama!” Satu lagi anak perempuan kelas 3 SMP yang membuatnya pusing. Elea memutar bola matanya malas. “Jangan ganggu saya,” ucapnya melewati Shakira begitu saja. “Mama! aku bikinin kue cokelat loh, kata Kakek sama Nenek itu kesukaan Mama. Iya kan?!” mengejar Elea dan berjalan disampingnya. “Bibi juga masak Tuna loh, Ma. Makan bareng yuk. Kira mau ikut masuk kamar ya? Mau nemenin Mama.” “Kira…..,” panggil Gardea yang baru saja masuk mansion. “Sini, Ayah punya duit buat kamu.” “Eh? Nanti lagi ya, Ma. duit Ayah lebih menggoda. Dadah.” Anak itu kembali menuruni tangga dan mendekati Ayahnya. memberikan pria itu pelukan hangat. “Mana duitnya?” Gardea benar-benar mengeluarkan uang dari sakunya. “Jangan ganggu Mama kamu dulu, dia lagi sariawan.” “Halah, itumah Ayah aja yang kurang menarik di matanya.” Gardea berdecak. “Kayaknya sih iya, bantuin ayah coba biar bisa menangin hati Mama kamu.” “Gampang! Nanti Kira bikin list buat godain Mama ya. tapi satu ide harganya lima juta.” “Sepuluh juta juga Ayah jabanin asal dia jadi milik Ayah.” “Yeayyy!” *** Telinga Elea sakit mendengar canda tawa dari anak dan Ayah itu. Untuk menghibur dirinya sendiri, Elea menelpon kekasih hatinya. Berbicara panjang lebar dengan Reynaldi dan mengabaikan panggilan-panggilan dari luar pintu. “Bu, waktunya makan malam.” “Mama! kuenya disimpen di meja ya. Keluar dong, Ayah lagi kerja jadi gak akan ganggu.” “El, gak takut sakit? Ayok makan dulu.” Elea jelas mengabaikan sampai perutnya keroncongan. “Kak, aku tutup dulu telponnya ya. Mau makan.” “Oke, Sayang. Nanti kalau mau tidur, kasih tahu kakak ya biar gak nungguin kamu.” “Iya, Kak. Love you.” “Love you too.” Ingin keluar, tapi gengsi. Sayangnya aroma kue cokelat sampai masuk ke dalam kamar Elea. Dia jadi ingin mencoba memakannya. “Loh? Pengumuman apa nih?” Elea kaget ada p********n praktikum yang belum dia lunasi. Ditambah lagi Septiani sang sekretaris mengiriminya pesan kalau uang dari lembaga baru bisa turun setelah acara dilaksanakan. Jadi mereka butuh dana talang dulu. “kemaren kan Rohmat udah pinjemin duitnya, terus dipake bayar kuliah. Gue bingung ke siapa lagi. Tadinya gak mau repotin lu. Maaf ya, El.” Elea mendapatkan uang dari mana untuk membayar praktikum dan dana untuk program kerjanya? “Masa gue harus minta sama aki-aki itu.” terdiam sejenak. “Lapar.” Sampai akhirnya memutuskan keluar. Karena posisi kamar Elea ada diantara Ayah dan anak, dia memastikan dulu kalau dua orang itu tidak ada. Barulah dia turun ke lantai bawah menuju ruang makan. Namun sayangnya, ternyata mereka berdua ada di halaman belakang. Dari ruang makan terlihat jelas kalau Gardea dan Shakira tengah belajar bersama sambil tertawa. “Eh, ada Mama.” Elea mengabaikan. “Bi, tolong panasin makanannya ya.” “Baik, Bu.” “Saya mau makan di kamar saja.” “Nanti saya anterin ya, Bu.” Baru juga berbalik, Elea mendengar kalimat, “Ihh Ayah! Duitnya kurang satu juga! Ayah janji kasih 10 juta kalau berhasil beresin soal ini.” Elea menelan salivanya kasar. Dia butuh uang. “Dimakan disini aja, Bi.” “Baik, Bu.” Hal itu membuat Gardea dan Shakira terkekeh kecil. “Jangan berisik, nanti Mama kamu marah-marah.” “Imut banget marahnya ya, Yah.” “Emang, makannya Ayah suka.” “Tapi dia gak suka Ayah.” “To be. Bentar lagi juga klepek-klepek.” Elea mendengar suara bisik-bisik dari mereka dan itu sangat menganggu. Jika saja dia tidak butuh uang, Elea enggan makan disana dan diperhatikan oleh anak dan ayah tersebut. Tapi, tanggung jawabnya lebih besar. Elea harus memastikan program kerja dan kuliahnya lancar. Jadi dia dia memberanikan diri. “Minta duitnya aja. Lu berhak dapetin itu setelah dia nikahin lu.” “Yah, Yah, tuh Mama jalan kesini.” “Kamu jangan bikin kekacauan.” “Saya mau ngomong,” ucap Elea. “Duduk disini dulu. Kira belum selesai belajarnya.” “Saya tunggu dikamar.” “Nanti saya lupa dan langsung tidur. Disini aja.” Dengan terpaksa Elea duduk, tapi agak menjauh dari dua orang itu. Shakira sampai gemas dan tertawa melihatnya. “Mama tenang aja, tuanya Ayah gak akan nular kok.” “Heh, mulut kamu,” ucap Gardea memperingati. “Fokus ini.” “Bentar, mau minta Bibi ambilin cookies dulu biar Mama gak bosen nunggunya.” Shakira meminta pelayan menghangatkan cookies dan membawakan segelas s**u untuk Elea. Membuat perempuan itu menunggu Gardea yang sedang mengajari anaknya. Dari apa yang Elea dengar, perdebatan dua orang itu tentang ranah politik begitu mengagumkan. Shakira tahu isu-isu terkini, apalagi Gardea dengan wawasannya yang luas. Sampai tanpa sadar Elea berkata, “Keren banget tuh, Oh iya lupa dia kan hakim ya?” “Ih apasih!” teriak Elea menyangkal pikirannya. “Kenapa, Ma?” tanya Shakira. “Lagi ngomong sama nyamuk,” jawab Elea dengan sinis. *** Saking lamanya Shakira dan Gardea bicara, Elea sampai tertidur di kursi santai yang ada di pinggir kolam. “Kasihan banget Mama aku, gara-gara Ayah nih kelamaan.” “Biarin aja, biar ayah bisa gendong dia.” “Modus kan, Yah?” “Emang kamu gak mau punya adek?” tanya Gardea menggoda sang anak. “Mau! Mau empat ya, Yah!” Gardea tertawa dan mengusak rambut anaknya. “Udah tidur duluan sana, jangan ganggu moment Ayah sama Mama kamu.” “Goodluck, Yah.” Tidak lupa memberikan ciuman pada pipi Gardea, lalu bergantian pada kening Elea. “Selamat malam, Mama.” Memastikan Shakira sudah pergi, baru Gardea mendekat pada sang istri. Dia berjongkok sejenak dan menatap betapa cantiknya wajah Elea. Kalau saja anak itu membuka mata, tatapannya akan langsung tajam. Berbeda dengan sekarang. “Manis,” ucap Gardea mengelus pipi sang pujaan hati. Dengan perlahan, Gardea menggendong sang istri dan hendak membawanya ke kamar. Namun baru beberapa langkah, Elea lebih dulu bangun. “Aaaa!” BYURR! Gerakan mendadak Elea menyebabkan keduanya jatuh ke kolam renang. “Hei tenang, saya bantu kamu.” “Jangan dekat-dekat!” BUGH! BRUK! Gardea didorong oleh Elea hingga kepalanya terbentur pinggiran kolam. “Loh?” mata Elea membulat melihat gerakan pria itu terhentikan. “Bu, kenapa?” tanya sang satpam yang mendekat. “Pak! Bantuin, Pak! Dia pingsan!” Sang satpam membantu Elea membawa Gardea ke tepian. “Bangun! Bangun!” teriak Elea mulai panic. “Saya belum dapet duit! Bangun gak?!” “Waduh, Bu. Itumah harus pake napas buatan deh kayaknya.” “Ih! Bapak yang kasih deh!” “Loh, Itu kan suaminya Ibu, saya mana boleh.” Karena panic dan dipenuhi rasa takut, Elea menarik napasnya dalam dan memberanikan diri untuk memberikan napas buatan berulang kali. Beberapa kali bibir itu menempel. “Bangun ih,” ucap Elea dengan panic. “Bu, saya panggil ambulance saja ya. Biar ba….,” ucapan sang satpam terhentikan ketika dia melihat gerakan jemari Gardea yang memberi isyarat padanya. Satpam itu langsung paham kalau majikannya sedang berakting. “Bu, terus, Bu! Kasih napas buatan yang banyak, Bu! Ayok, Bu! Ibu pasti bisa!” Pelayan lain yang hendak menelpon petugas medis langsung dihentikan oleh sang satpam dan ikut menyemangati Elea. Sementara itu, Shakira menonton drama tersebut dari lantai dua sambil memakan keripik kentang. “Ayah norak banget, disuruh keluarin pesonanya malah keliatan kayak kakek-kakek jompo. Gak banget.” “Bangun, saya butuh duit!” teriak Elea kesal. “Hahaha, dianggap bank duit gak tuh sama si Mama.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN