Sesampainya di rumah, Al langsung melepaskan jas kerjanya. Kemudian melipat lengan kemejanya hingga sikut seraya duduk di salah satu single sofa. Di susul oleh Meyra yang duduk dengan lesu. Baru saja ia akan akrab dengan teman barunya, tapi Al sudah merusaknya hanya karena alasan tidak memberikan kabar dan Malvin sudah pasti.
"Mau sampai kapan kayak gitu terus?" Tanya Al dengan alis terangkat sebelah.
Meyra mengernyitkan dahinya. "Maksudnya kayak gitu terus?"
"Pergi gak bilang,"
"Baru kali ini doang loh aku lupa,"
"Kemarin?"
Meyra menatap Al tak percaya. "Kemarin aku gak pergi ke mana-mana, aku langsung ke kantor kamu. Cuma karena handphone aku mati, jadi aku gak bisa ngabarin kamu. Ya ampun Al..." Lelahnya.
Al tersenyum miring.
"Kenapa senyum kayak gitu? Kamu senyum kayak gitu seakan-akan aku itu bohong tau gak..." Mata Meyra mulai memanas.
"Aku gak bilang kamu bohong."
Hidung Meyra mulai memerah menahan tangis. Andai saja kulitnya tidak putih, mungkin ia tidak akan ketahuan sedang menahan tangis.
"Kenapa sampe mau nangis segala sih, aku gak marahin kamu kan?"
Meyra menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa.
"Makan dulu, katanya lapar." Ucap Al.
Meyra menggelengkan kepalanya. "Gak laper,"
"Iya lah, lapar kan cuma alesan doang supaya bisa makan di luar bareng si sok jagoan itu." Ujar Al kembali menyindir kejadian tadi.
"Bodo amatlah, terserah." Sahut Meyra.
"Udah nikah tuh harus tahu aturan, kamu udah gak sendiri, kamu udah punya suami. Minimal kirim pesan kalau emang gak sempet buat telphone. Susah banget," ucap Al kembali.
Meyra menatap Al dengan mata yang sudah semakin berkaca-kaca. "Aku-- au ah!"
"Apa?"
"Kamu tuh... Hiksss... Aku kan udah bilang, aku lupa... Aku udah minta maaf juga. Dari pacaran kan emang gitu, selalu aku yang ngasih kabar hiksss..."
"Aku pengen punya temen juga kali... Kamu punya banyak kenalan kerja, lah aku? Dari dulu sama Atha doang," tambah Meyra.
"Tapi kamu udah--"
"Apa? Nikah? Kamu yang maksa aku buat nikah, harusnya kamu ngertiin aku. Kamu itu nikahin gadis 19 tahun, kamu lebih tua 3 tahun dari aku tapi kamu selalu maksain aku yang harus ngertiin kamu... Aku gak bisa sekaligus berubah Al..." Potong Meyra yang entah dorongan dari mana untuk mengatakan itu semua.
Al terlihat mengangguk paham. "Aku tahu, tapi tolong dengerin aku--"
"Enggak, aku gak mau. Aku mau tidur." Meyra berlalu begitu saja meninggalkan Al yang terlihat mengusap wajahnya frustasi.
"Mey! Meyra!" Panggilnya namun Mey terus melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
Di dalam kamar, Meyra langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan sepatu yang ia lepas sembarangan. Dengan posisi menelungkup, Meyra menangis di sana. Membasahi bantal miliknya.
Ceklek.
Al berjalan masuk dan duduk di tepi tempat tidur. "Maaf... Harusnya aku lebih ngertiin kamu, kamu masih remaja, tapi tanggung jawab kamu berbeda yaang..."
Hiksss...
"Udah jangan nangis..." Al berusaha mengangkat tubuh Meyra agar tidak telungkup.
"Kamu bisa sesak nafas yaang, ayo udah yuk..." Meyra masih enggan merubah posisinya.
Al mengusap rambut Meyra dengan lembut. "Makan dulu, ayo yaang..."
Meyra menepis lengan Al.
"Mey, jangan kayak anak kecil. Jangan sampe aku bentak kamu. Gak cape apa bikin aku kesel."
"Hiksss... Anterin aja aku pulang supaya kamu gak kesel liat aku." Sahut Meyra tanpa mengubah posisinya.
"Terserah kamu. Aku harus balik ke kantor, sore nanti aku pulang. Kalau sampai aku pulang nanti kamu masih kayak gini, aku bakalan marah sama kamu." Ucap Al yang kemudian berlalu.
Selang beberapa menit, Meyra mendengar suara mobil Alfread meninggalkan rumah.
Ia pun mendudukkan tubuhnya dan mengusap air matanya kasar.
Biasanya Meyra akan mendebat Al, tapi hari ini ia lebih memilih untuk menangis tanpa mengatakan apa pun lagi. Entahlah nanti.
Ia menyandarkan tubuhnya dan mengambil laptop miliknya yang berada di meja samping tempat tidur. Kemudian ia mengetik judul pada bar pencarian di youtube.
"Justin Bieber..." Gumamnya dan keluarlah beberapa MV milik idolanya tersebut.
Drrt... Drrt...
Meyra meraih tasnya dan mengambil ponselnya.
From: Alfread
Makan.
Read.
Meyra enggan membalas pesan tersebut dan lebih memilih untuk menonton MV dari idola yang sudah 10 tahun lamanya ia idolakan.
"No limit in the sky that i won't fly for ya... No amount of tears in my eyes that i won't cry for ya..." Meyra ikut bersenandung mengikuti nyanyian dari Justin Bieber.
"Loh... Loh kok jadi nge-- wifinya kemana nih, kok ilang..."
Lalu di detik kemudian ia paham. Pasti Al yang melakukannya. Tapi ia tidak hilang akal, Meyra pun menyalakan hotspot dari ponselnya dan masalah selesai.
Sampai akhirnya Meyra merasa lelah dan memutuskan untuk tidur siang saja.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Meyra masih belum bangun dari tidurnya. Jika sedang sedih, orang akan cenderung lebih banyak tidur. Bukan kah seperti itu? Atau mungkin hanya Meyra saja. Sudah 2 jam lebih lamanya Meyra tertidur bahkan dalam keadaan perut kosong.
Al yang baru saja pulang langsung menanyakan Meyra pada Bu Ema, asisten rumah tangga yang menetap tinggal dengan mereka, sedangkan ada beberapa di antara pekerja yang hanya datang sesuai panggilan saja.
"Mey udah makan, Bu?" Tanya Al.
"Belum Den, dari tadi Non Meyra belum juga keluar dari dalam kamar."
Al mengangguk-anggukan kepalanya dan melangkahkan kakinya menuju kamar.
Ternyata Meyra sedang tertidur. Al melangkah lebih dalam dan mengusap wajah Meyra dengan lembut.
"Emh..."
"Yaang, bangun..." Ucap Al.
Sampai akhirnya Al memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, baru ia akan membangunkan Meyra kembali.
Selang beberapa menit Meyra pun terbangun bersaman dengan Al yang keluar dari dalam kamar mandi.
"Ternyata udah bangun,"
Meyra melirik jam di ponselnya. "Udah sore banget, gila berapa jam tidur... Haduh, bisa gak tidur semaleman nih." Gumam Meyra dalam hati.
Al berjalan ke arah lemari. "Kamu mau mandi dulu atau makan dulu?" Tanya Al.
Meyra beringsut turun dari tempat tidur. "Mandi." Jawabnya seraya berlalu menuju kamar mandi.
"Jangan lama yaang," ujar Al. Namun tidak ada sahutan sama sekali hanya terdengar suara air saja.
Selesai berpakaian, Al memutuskan untuk pergi ke ruang kerjanya terlebih dahulu.
"Yaang, aku ke ruang kerja sebentar. Kamu langsung makan okay?"
Tok... Tok...
"Mey? Kamu denger kan?" Masih tak ada sahutan.
"Meyra jawab." Tekan Al yang terlihat sudah mulai kesal.
"Iya." Sahut Mey pada akhirnya. Dan Al pun berlalu dari kamar karena ia harus mengirimkan email pada Ragil dan menanyakan tentang lowongan untuk sekertaris yang akan membantu serta memanage pekerjaan Al.