7 : Seorang Teleios?

1008 Kata
Setelah sarapan, semua anggota baru Machitis digiring menuju ke lapangan outdoor, matahari mulai memancarkan sinar teriknya. Para anggota mengenakan seragam yang sama, berwarna abu-abu senada dengan celana yang dipakainya. Mereka dikelompokkan menjadi dua bagian, sesuai dengan pelatih masing-masing. Bagian barat ada kelompok Bricana, sedangkan yang timur adalah Fonix dan lainnya. Mereka mulai peregangan dan pelemasan otot-otot tubuh, tidak fokus saja maka akan mendapat sanksi dari masing-masing pelatih. “Setelah ini kalian harus lari mengelilingi bukit ini untuk melatih kecepatan dan ketahanan,” ujar Patricio sambil berjalan mengelilingi anggotanya. Matanya selalu jeli melihat para Machitis baru ketika latihan, memastikan bahwa mereka tak melakukan kesalahan sedikitpun. “Berapa kali, Coach?” tanya salah satu pemuda di sana. “Lima kali,” jawabnya dengan enteng.” Sontak saja mereka membulatkan mata mendengar penuturan Patricio, dikiranya hanya cukup sekali putaran saja, ternyata lima? Bukit ini dikelilingi oleh bebatuan terjal, lari dalam keadaan geografis yang berantakan pasti akan menambah kesulitan. Sekali putaran saja sudah susah, apalagi lima. Selain sulit, pasti juga dapat menguras tenaga dengan cepat. Patrico menatap ekspresi kaget mereka, ia menarik sudut bibirnya dengan tipis. “Kenapa, kaget?” Raut wajahnya khas meremehkan, hanya lima kali putaran bukan lah suatu hal yang sulit dilakukan. Kecuali jika anggota ini adalah kumpulan orang-orang lemah yang hanya bisa berlindung di balik punggung orangtuanya, tcih. Mereka pun menggeleng dengan bibir yang masih diam terkatup rapat tak berani membantah. “Maaf coach, pelatihan pertama kita hari ini apa?” tanya Alesandra memberanikan diri bertanya pada Theodore, sedikitnya ia sudah menilai situasi. Dipikirnya Theodore adalah sosok pelatih yang lebih ramah dibandingkan dengan Patricio. “Hanya pelatihan fisik ringan.” “Tidak perlu berkeliling bukit?” tanya yang lain. Theodore menggeleng. “Itu akan dilakukan di pelatihan hari ketiga, untuk hari ini dan besok persiapkan fisik kalian dengan baik.” Mata mereka langsung membelalak senang, syukurlah Theodore tidak serta merta memberikan pelatihan berat. Untuk mencapai level bertarung, mereka harus melakukannya secara bertahap dan tak perlu tergesa-gesa. Antar pelatih memang memiliki daya prinsip yang berbeda-beda, bisa saja hal ini membuat tim sebelah iri, tapi mau bagaimana lagi? Penentuan dan pembagian tim tidak bisa diganggu gugat. “Terima kasih, Coach.” Bricana menatap pelatihnya dalam diam, sedikitnya ia sangat bersyukur karena tidak mendapatkan pelatih yang super kejam seperti sebelah. Jika fisik sudah terlatih, belum tentu mental sekuat baja. Fisik boleh saja sempurna, namun mental tak semua orang kuat mendapat tekanan dari orang di atas. Theodore juga menatap balik gadis itu, ada hal penting yang ingin ia tanyakan dan pastikan. Apakah Bricana memang ‘sama’ seperti dirinya? Jika hal itu benar, maka gadis itu dalam bahaya. Setelah menelaah lebih dalam lagi, hal berbeda yang menguar dari gadis itu adalah aura klan campuran, yang mana klan itu bisa menjadi sumber pertengkaran terjadi. Ia ingin berbicara empat mata dengan gadis itu, namun keadaan sulit untuk mempertemukan mereka. Tidak mungkin Theodore secara terang-terangan mengajak gadis itu mengobrol di depan banyak orang saat membahas identitasnya kan? Teleios adalah perpaduan dari klan-klan yang memiliki sifat paling sempurna di antara yang lain. Itu sebabnya Teleios diperkirakan akan mengacaukan keseimbangan bumi karena dianggap serakah akan kemampuan, Teleios yang tak bersalah sama sekali sering diburu dan dibumihanguskan. Rahasia terbesar Theodore adalah merupakan seorang Teleios sejak lahir, hanya saja ia menutupi identitasnya sejak lahir dengan menjadi Machitis, ini agar dirinya tak diburu oleh sekawanan petinggi klan. Aura yang terpancar dari Bricana membuatnya langsung menangkap sinyal dengan cepat. Bricana seorang Teleios, bukan Machitis murni. Darahnya mengalir perpaduan antar darah klan yang dapat diburu oleh para petinggi yang membenci Teleios, untuk itu ia harus menyelamatkan nyawanya sebelum berakhir diburu musuh. Setelah melakukan pemanasan ringan. Mereka pun melakukan pelatihan utama di hari itu, hanya seputar latihan fisik yang tak terlalu menguras tenaga. Latihan demi latihan dilakukan, sementara kelompok sebelah pun sudah digiring menuju bukit untuk melakukan lari berputar lima kali. Keringat tentu saja bercucuran, meskipun cauaca di sini lembab tapi tetap saja ada pancaran sinar matahari langsung menerobos masuk ke pori-pori kulit mereka. Beruntungnya masih terselamatkan oleh rindang pohon, itu pun setelah keluar dari area jejeran pohon langsung disambut dengan tanah lapang luas tanpa pohon satu biji pun. Saat kehausan pun tak boleh meminum air, ada waktu tersendiri untuk menegak air mineral. Kelompok kedua hanya bisa diam dan menghela napas kasar. Sedikitnya Theodore masih memiliki hati untuk tidak memaksa mereka berlari lima putaran di saat hari pertama disahkannya pelatihan. “Coach, apakah Coach Patricio memang berlaku keras saat melatih?” salah seorang anggota bertanya disela-sela latihannya. Theodore diam beberapa saat, lalu matanya memandang laki-laki itu dengan tatapan datar-datar saja. “Setiap pelatih memiliki cara masing-masing. Saya sarankan untuk tidak menyinggung Patricio,” balasnya dengan agak panjang namun memiliki makna berarti. Itu sinyal bahwa mereka dilarang membuat masalah dengan si pelatih utama. Patricio memang tak segan-segan menghukum anggota yang menyinggung dirinya. Latihan selama lima jam sejak dimulainya setelah sarapan pun akhirnya terjeda oleh istirahat, para anggota dipersilahkan untuk meminum air mineral yang telah disediakan, juga dapat duduk-duduk sejenak untuk meregangkan otot. Bricana berjalan mencari tempat yang tak terkena pancaran matahari, gadis itu agak menjauh memang dan sendirian. Sejak tadi Patricio memang mengawasinya untuk mencari celah yang tepat, akhirnya momen itu datang juga! Theodore perlahan mendekat ke arah gadis yang tengah sendirian menenggak air mineral dati botolnya. Setiap tegukan yang terdengar merasuk ke dalam telinganya. Hingga pada akhirnya Bricana sadar bahwa ada langkah kaki yang menuju dekat ke arahnya. “Coach Theodore?” Bricana terhenyak, ia segera mengakhiri sesi minumnya. “Ada hal penting yang ingin saya bincangkan padamu.” “Ya, katakan saja.” Sebelum mengatakan apa tujuannya, Theodore lebih dulu memeriksa keadaan, dilihatnya sekitar aman dari orang yang dapat menguping pembicaraan mereka. Theodore berjongkok, ia mendekatkan bibirnya pada telinga gadis itu. “Apa kau seorang Teleios?” Seketika mata Bricana membelalak, bagaimana bisa pelatihnya ini tahu identitas yang selalu ia rahasiakan rapat-rapat? Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, bahkan dari raut wajahnya saja Theodore sudah bisa menebak bahwa Bricana secara tak langsung mengungkap jati dirinya, gadis itu nampak syok karena Theodore bisa mengetahu identitas aslinya. Harus bagaimana dirinya bersikap? Haruskah jujur atau berbohong?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN