“Mr. Rudolf?!” pekik beberapa anggota yang memang mengenal Rudolf yang merupakan seorang pemimpin tertinggi dan merupakan jajaran tertinggi seluruh klan hingga dihormati semua lapisan.
Grivin Rudolf, pria berusia tigapuluh tahun itu menatap seluruh orang di sana dengan nyalang. Tatapannya begitu menghunus tatkala melihat pemukiman Oudeteros yang hancur lebur, disertai dengan raut kesedihan dari para pemilik tanah ini.
Cukup muda untuk menjadi seorang yang memiliki status tinggi memang, namun meskipun begitu Rudolf sangat tegas dan disiplin, ia tak pernah membeda-bedakan klan lain, ia juga seorang Eleftheros—golongan yang bebas dan tak terikat klan manapun yang menjadi salah satu dasar acuan untuknya dijadikan pemimpin.
“Apa yang kalian lakukan sungguh keterlaluan, memporakporandakan klan lain, membuat kerusuhan dan menebar ancaman.” Suara Mr. Rudolf begitu menggema di sana, membuat anggota Machitis yang masih berada di ambang kebingungan mengenai kejadian ini makin pusing saja.
Mereka mana tahu bila dijebak oleh Adriana dan Patricio, sekarang ada di mana dua dalang yang membuat kerusuhan ini? Menghilang dan bersembunyi, tentu saja.
Para anggota Machitis bagai anak ayam yang kehilangan induk, mereka saling menoleh dan menatap satu sama lain karena tidak mengerti harus bagaimana menjelaskannya. Selain itu mereka juga tidak memiliki keberanian untuk menatap mata sang pemimpin tertinggi itu.
“Kalian harus mendapatkan hukuman berat!” tambahnya dengan nada suara bergetar.
“Maaf Sir, tapi kami juga dijebak oleh petinggi Machitis dan Exypnos. Patricio dan Adriana sebelumnya memberikan kami sebuah oatmeal, paginya kami tiba-tiba saja sudah tak ingat apapun dan berakhir di sini.” Fonix memberanikan diri untuk menjelaskan meskipun dirinya juga takut-takut.
Benar saja setelah ia menjawab dengan demikian, Mr. Rudolf pun menatapnya dengan tajam dan memindai.
“Oatmeal seperti apa yang kau maksud?” Mr Rudolf bertanya.
“Sepertinya di dalam oatmeal yang kami konsumsi telah dicampuri oleh zat yang mampu membuat kami tidak sadarkan diri selama menjajah klan Oudeteros. Sungguh kami kehilangan kendali atas diri sendiri, untuk itu kami sangat menyesal telah mengacaukan pemukiman ini. Kami semua minta maaf, sebagai gantinya maka kami akan menerima hukuman dari Anda.” Fonix menambahi lagi. Yah meskipun ini bukan murni kesalahannya tapi tetap saja mereka pelakunya, mau bagaimana pun juga harus bertanggung jawab. Asalkan nantinya Adriana dan Patricio juga akan mendapat sanksi sepadan atas perbuatan jahatnya ini.
Grivin Rudolf menimbang-nimbang perkataan Fonix, ia terlihat berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala paham. Ia pun menunjuk salah satu anak buahnya yang mengikuti dirinya sejak tadi, keduanya terlihat berbisik satu sama lain lalu si anak buah itu pun pergi menjauh dari sang atasan.
“Aku akan memeriksa kasus ini terlebih dulu dengan detail, sementara itu kalian harus tetap tinggal di kamp demi memastikan agar kalian tidak kabur dari tanggung jawab. Selama pemeriksaan berlangsung maka akademi Machitis harus steril. Dan untukmu, bisa kita bicara sebentar?” Setelah berkata panjang lebar akhirnya Grivin Rudolf pun membuat keputusan untuk memeriksa masalah terlebih dulu sebelum memberikan mereka sanksi.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa Grivin Rudolf sangat disiplin, ia juga adil dalam bersikap. Ia akan mencaritahu kebenarannya terlebih dulu sebelum menjatuhkan keputusan.
Fonix dan yang lainnya pun menghela napas agak lega, setidaknya si petinggi berbagai klan itu tidak langsung sepihak menghukum mereka.
“Terima kasih, Mr.” Ujar mereka serentak.
Fonix yang diminta untuk menghadap pun mendekat pada Rudolf. Sedangkan yang lainnya pun diamankan oleh petugas yang sejak tadi berada di sisi Rudolf. Alesandra melirik pada Fonix, gadis berambut ikal itu memberikan anggukan bahwa ia baik-baik saja.
“Ya, Mr. Rudolf?” Fonix sudah tidak setegang tadi, setidaknya Rudolf termasuk orang yang tidak kaku dan mau menerima pendapat orang lain.
Rudolf mengajaknya bicara mengenai apa yang diungkapkan Fonix sebelumnya.
“Mengenai Patricio dan Adriana yang telah memanipulasi kalian, apakah itu benar?” Meskipun masih tergolong muda untuk menjadi seorang jajaran agung, tapi ketegasan dan kedisiplinannya patut diacungi jempol. Belum lagi aura kepemimpinan yang kental dan khas, cocok untuk dijadikan panutan seluruh pemimpin maupun ketua-ketua klan lain.
“Benar, Mr. Semalam kami diminta untuk berkumpul di aula akademi, tiba-tiba di sana juga ada Adriana yang memang baru-baru ini sangat rajin mengunjungi Machitis. Di sana kami disuruh untuk meneguk oatmeal yang digadang-gadang bisa menambah stamina.” Fonix bercerita panjang lebar sesuai dengan fakta yang ada.
“Kalian semua memakan itu tanpa menolak?” tanya Rudolf untuk memastikan.
Gadis itu mengangguk. “Kami melakukan perintah mereka, mana berani anggota baru Machitis menolak perintah, terlebih lagi Coach Patricio sangat galak.”
Mr. Rudolf Grivin menganggukkan kepala mengerti, memang Patricio dikenal sebagai pelatih yang galak dan ia tak memungkiri hal itu. Pembawaan Patricio memang lebih kejam dan sulit untuk diajak bernegosiasi.
“Selanjutnya apa yang terjadi? Kau bisa menceritakannya.”
“Kami kembali ke asrama dan tidur, selebihnya tidak mengingat apapun. Bahkan saat terbangun dipagi hari dan mempersiapkan p*********n ini pun kami tidak sadar sama sekali, setelahnya baru tahu kalau kita ada di sini.”
Rudolf mendengarkan penjelasan gadis itu secara baik-baik, otaknya sigap mencerna apapun yang dikatakan oleh Fonix.
“Lalu ada di mana dua orang itu?”
“Adriana dan Patricio menghilang, lihat saja di sini tidak ditemukan mereka sama sekali.”
“Sebenarnya bukan hanya Oudeteros yang terkena serangan, melainkan Eleftheros juga terkena serangan.”
Otomatis mata gadis itu membulat penuh. “Apakah benar seperti itu? Bukankah seharusnya Eleftheros tidak ikut campur mengenai perebutan singgasana tertinggi klan.”
“Benar, seharusnya begitu. Namun orang-orang yang haus kekuasaan akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.”
“Mr. Rudolf, tolong tangkap mereka berdua. Kami dimanfaatkan untuk kepentingannya, saya bahkan sangat menyesal dan penuh permintaan maaf pada mereka.” Fonix memperlihatkan ekspresi menyedihkan. Itu memang benar tanpa dibuat-buat, ia sedih sekaligus sangat bersalah karena tangannya menyakiti orang lain.
“Saya mengerti. Untuk korban dan pemukiman ini akan kami perbiki, tolong beritahu rekan-rekanmu untuk mengikuti aturan pemeriksaan dengan baik, kami tidak akan memberikan hukuman pada orang yang tak bersalah.” Itu lah janji seorang Grivin Rudolf yang selalu bekerja dengan baik serta adil selama ini.
“Terima kasih atas pengertian Anda, Mr. Rudolf.”
“Sama-sama.”
“Jika boleh tahu, berapa lama pemeriksaan berlangsung?”
“Kurang lebih dua hari, sedangkan pencarian dalang akan membutuhkan waktu lebih yang tak dapat diprediksi. Orang-orang seperti mereka sangat sulit untuk dicari jika sudah bersembunyi.”
“Ahh ya, saya mengerti.”
Setelah perbincangan itu akhirnya Fonix pun ikut menuju ke penampungan sementara yang dibangun para jajaran agung sambil menunggu hasil keputusan hukum. Fonix masih mencari-cari keberadaan temannya, apakah Bricana menyerang ke klan Eleftheros? Entah lah, semoga gadis itu baik-baik saja.