22 : Keputusan Austin

1002 Kata
Austin menatap Theodore dengan pandangan tidak suka, dipikirnya bahwa gara-gara pria itu Bricana nekat sampai datang ke sini mempertaruhkan hidupnya. Ia memang tidak terlalu mengenal pelatih Machitis, hanya saja ketika pemilihan akademi dulu ia sempat melihat Theodore di sana. “Ahh, apakah karena dia kakak jadi mengambil resiko untuk datang ke sini?” Austin bahkan menunjuk wajah Theodore dengan jari telunjuk, tepat di depan muka pria tersebut. “Ini bukan perihal siapa yang mengajaknya, namun klan ini berbahaya. Bricana ingin menyelamatkanmu dari akademi pemberontakan ini, apa lagi melihat ramuan yang kalian buat—Jika sampai Grivin tahu maka kau juga akan terkena hukuman berat.” Theodore tak memedulikan tatapan tak suka yang dilayangkan Austin terhadapnya, sebisa mungkin ia tetap bersikap netral dan masih berupaya membujuk anak muda itu. “Kau berbicara tentang keselamatanku, tapi kau membahayakan nyawa kakakku dengan mengajaknya ke sini. Mr. Maximiliano apakah Anda waras mengajak Bricana ke sini? Aku tau kau adalah seorang pelatih dengan pengalaman mumpuni, tapi meracuni otakku dan membuatnya bertengkar denganku adalah hal yang menjijikkan.” Austin menatap rendah Theodore, ia tak suka bila pria itu ikut campur atas keluarganya. Selain kesal karena Theodore sudah menghasut Bricana, Austin juga terlalu menyayangi klan ini sehingga tidak ingin pergi dari sekarang. Theodore sendiri tidak tahu harus mengatakan apa. Bukan tidak berani membantah, tapi dirinya tidak tahu ingin menjawab apa. Austin yang masih muda nan labil itu memojokkan dirinya, dan Theodore sendiri tak bisa menyangkal setiap kata yang ditujukan padanya. Ia menghasut gadis itu, benarkah? Ia melirik pada Bricana, melihat sang gadis yang kesehatannya tak terlalu baik karena ia memaksa pergi di tengah hujan badai. Bahkan bibir pucat gadis itu masih gemetar karena rasa demamnya. Ya, ini memang salah Theodore yang telah menghasut Bricana! Melihat adiknya yang justru menyerang Theodore secara personal, Bricana pun makin tidak habis pikir. “Austin stop, tidak usah melibatkan orang lain atas masalah kita. Ku tanya sekali lagi, apa kau bersedia meninggalkan klan ini?” Bricana memutus obrolan ngawur adiknya, ia akan bertanya sekali lagi. Telinganya sudah menyiapkan kemungkinan jawaban yang akan adiknya beri. Tatapan Austin kembali mengarah pada kakak perempuan satu-satunya ini. Ia menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata sejenak lalu menjawab, “Tidak. Keputusanku tetap bulat, aku akan di sini.” Prinsip klan di atas keluarga masih mendominasi sampai sekarang. Tak peduli dengan isue bahwa mereka dimanfaatkan untuk menghancurkan akademi lain, tapi Austin sangat menyayangi Exypnosnya. Apalagi ia termasuk anggota baru yang pintar dan dapat menghandle proyek laboratorium dengan baik, ia bahkan sudah diangkat sebagai pengendali laboratorium ini oleh Adriana. Bisa ia katakan meskipun orang lain menganggap Adriana iblis sekalipun, namun jika wanita itu sudah memberi kepercayaan besar untuk menanggungjawabkan laboratorium maka Austin akan menganggapnya bagai malaikat yang memberikan kehidupan. Laboratorium teknologi adalah kecintaan Austin sejak kecil, maka tak heran jika ia mendambakan momen ini. Kapan lagi ia bisa mengendalikan laboratorium ini? Sebuah tempat yang menampung penelitian dan percobaan tentang kecerdasan. Bricana menghapus kasar air matanya yang mengalir. Ia menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya secara pelan, hatinya berusaha untuk kuat dalam menghadapi kenyataan ini. “Memang benar klan di atas keluarga,” bisiknya dengan nada getir di dalamnya. Tidak disa ditampik bahwa Austin memang mencintai klannya melebihi apapun, termasuk keluarga. Namun saat Bricana menatapnya dengan penuh kecewa macam itu membuat hatinya sakit, tapi di sisi lain ia tak bisa pergi dari sini. “Kak, aku ... “ Perkataan Austin terhenti saat Bricana menghentikannya. “Aku menghargai keputusanmu, aku takkan memaksamu. Theo, ayo kita pergi!” Bricana pun menggandeng lengan Theodore dengan segera, menyambar pria itu untuk segera pergi dari sana. Austin menatap punggung kakaknya dengan getir, mau bagaimana lagi ia tidak punya pilihan. Benar memang bahwa ia diminta secara langsung oleh Adriana untuk menghandle ramuan-ramuan percobaan, awalnya ia tidak tahu penelitian apa yang akan dilakukan oleh wanita itu. Namun, sedikit banyak ia mendengar gosip bahwa perselisihan untuk memperebutkan klan terkuat antara Exypnos dan Machitis dilakukan, awalnya Austin mengabaikan hal itu dan memilih fokus saja terhadap projectnya. Tapi siapa sangka jika kemarin Adriana justru memanfaatkan anggota Machitis untuk melukai Oudeteros. Mata pria muda itu membulat seketika. Oudeteros, ia lupa menanyakan keadaan ayah dan ibunya pada Bricana. “Bodoh kau Austin!” Ia memaki dirinya sendiri. Lihat saja, ia bahkan melupakan keadaan orangtuanya yang jelas-jelas berpengaruh besar dalam kehidupannya. Saking terlalu fokus mencintai Exypnos, ia sampai lupa dengan Sivana dan Andreas. Sedangkan di luar, Bricana berulangkali mengatur napasnya yang memburu. Dadanya sesak luar biasa mendengar keputusan adiknya yang memilih tempat berbahaya ini. “Bricana, maafkan saya.” Theodore kembali menggunakan bahasa formal. “Theo, apa maksudmu?” “Adikmu benar aku lah yang menghasut dirimu untuk melakukan hal ini. Bahkan karena diriku kau sakit, saya minta maaf. Sekarang ayo saya antarkan kau ke pusat penampungan Grivin, kau akan aman di sana.” Diam-diam Theodore sudah merencanakan hal ini, ia ingin membawa Bricana ke klan Oudeteros untuk keamanan gadis itu daripada ikut luntang-lantung mencari keberadaan Adriana. Bricana sama sekali tidak suka dengan ucapan pria itu yang terkesan tak memercayainya. “Theo, jangan merubah hal yang sudah kita perjuangkan. Aku tidak pernah menyesal berada di sini, jangan berpikir untuk mengembalikan aku ke sana. Kita berdua harus bersama, ingat itu!” Tatapan mata gadis itu menyorotkan keberanian dan keyakinan, ia tak ingin goyah. Sebesar apa pun masalah, yang pasti tak ada hal yang tak bisa dipecahkan solusinya. “Tapi kau—“ “Sstt, jangan merasa bersalah. Aku sakit karena daya tahan tubuhku sedang melemah, hal ini sudah sering terjadi dan normal-normal saja. Mengenai Austin jangan kau masukkan ke dalam hati perkataannya,” potong gadis itu dengan cepat. “Maafkan aku.” “Tidak apa-apa. Jangan merasa bersalah, kita berdua harus bisa melewati ini.” Bricana meraih tangan Theodore dan menggenggamnya dengan lembut. Tatapan keduanya saling mengunci satu sama lain, Theodore takjub dengan gadis tangguh seperti Bricana yang mampu membawa dampak positif bagi sekitarnya. "Terima kasih sudah menjadi kuat selama ini, aku akan membawakan keberhasilan untuk klan Machitis kita. Kita berdua pasti bisa melewati ini." Bricana mengangguk setuju, ia suka dengan pemikiran Theodore yang positif seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN