Usai menghabiskan waktu sarapannya dengan Marcella, Valaria kembali ke butik sedangkan Marcella pergi menemui kekasihnya. Kini wanita itu nampak sibuk di dalam ruangannya. Sesekali pensil di tangannya dia letakkan sejenak untuk menikmati segelas kopi yang tersedia di atas meja.
Valaria menoleh ke arah jam tangannya yang menunjuk angka sepuluh. Dirinya pun bangkit berdiri dan melangkah keluar ruangannya. Valaria berjalan menuruni anak tangga untuk menemui Jeanne yang kebetulan ada di lantai bawah bersama para pelayan butik.
"Jeanne," panggil Valaria membuat asistennya itu menoleh dan menghampirinya.
"Iya, Miss," jawab Jeanne dan berdiri di depan Valaria.
"Apa Miss Charlotte Bender tidak jadi datang. Bukankah waktu itu janjinya jam sepuluh?" tanya Valaria.
"Miss Charlotte ...." Jeanne mengalihkan tatapannya terlihat sedang berpikir. Hingga dirinya pun langsung ingat tentang telepon dari pelanggannya beberapa jam lalu saat Valaria sedang pergi bersama Marcella.
"Dua jam yang lalu Miss Charlotte menelepon dan mengatakan akan datang setelah jam makan siang, Miss. Maafkan saya karena lupa memberitahu hal ini pada Anda," ucap Jeanne seraya menundukkan kepalanya.
"Ya, tidak apa-apa," jawab Valaria.
Valaria pun berbalik arah hendak kembali ke ruangannya. Namun langkahnya terhenti dan menoleh ke arah Jeanne yang kini sudah kembali bergabung dengan pelayan butik lain merapikan gaun-gaun di sana.
"Apa payetnya sudah selesai dikerjakan?" tanya Valaria pada Jeanne.
Jeanne menoleh ke arah Valaria. "Sudah dikerjakan 80% Miss. Tadi saya sudah mengeceknya."
Valaria mengangguk tanda mengerti. Dia pun melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga menuju lantai dua untuk melihat pelayan butik yang bertugas memasang payet. Valaria membuka pintu itu tiba-tiba membuat tiga pelayan yang ada di dalam ruangan nampak terkejut melihat kedatangannya.
"Selamat pagi, Miss," sapa mereka bersamaan.
Wanita itu hanya tersenyum tipis seraya mengangguk. Perhatiannya langsung jatuh pada pekerjaan para anak buahnya. Tatapannya nampak memperhatikan dengan sangat teliti. Perlahan Valaria tersenyum lebar sembari mengangguk.
"Ya, selesaikan dengan benar," ucap Valaria.
Kedatangannya hanya untuk mengecek pekerjaan anak buahnya. Valaria pun berniat untuk langsung keluar dari ruangan itu. Dirinya sangat paham jika kehadirannya cukup membuat mereka kurang nyaman dan grogi. Sedangkan Valaria tidak ingin pekerjaan mereka menjadi berantakan karena kehadirannya.
***
Pintu ruangan itu terbuka membuat sosok pria yang sedang sibuk dengan setumpuk dokumen tertegun. Seth memasuki ruangan diiringi senyuman membuat sepupunya hanya mendesah pelan melihat tingkahnya. Kini perhatian Kevin kembali tertuju pada setumpuk berkas yang harus dikerjakannya karena ulah Seth.
Seth mendekat ke arah Kevin. Dia bersandar pada meja ketika berdiri di samping Kevin. Kedua tangannya terlipat di depan d**a sedang tatapannya tertuju pada Kevin dan berkasnya secara bergantian.
"Jam dua siang ada rapat penting."
Seth masih diam ketika mendengar ucapan Kevin. Dirinya justru tersenyum melihat keseriusan sepupunya dalam meniru tanda tangannya.
"Jarimu sudah hebat dalam meniru tanda tanganku," ucap Seth seolah mengacuhkan ucapan Kevin.
"Kau tidak mendengar ucapan ku?" tanya Kevin dan berhenti memeriksa laporan tersebut. Dirinya menatap kesal pada sepupunya.
"Menurutmu apa alasanku datang?" Seth ikut bertanya membuat Kevin semakin merasa kesal.
"Aku tidak ingin Paman dan Bibi tahu masalah ini. Jadi sebelum mereka mengetahuinya, kau harus menghentikan kesenanganmu dan mulai bertanggung jawab dengan perusahaan ini."
"Ya," jawab Seth singkat.
Kevin memalingkan wajahnya merasa kesal. Tidak ada gunanya jika berbicara pada Seth mengenai hal tersebut kalau pria itu belum menginginkannya. Terkadang Kevin masih belum mengerti jalan pikiran sepupunya itu.
"Kenapa mendadak ada rapat?" tanya Seth setelah melihat Kevin diam karena kesal.
Kevin menghela napas pelan untuk mengatur rasa kesalnya. Dia menatap Seth serius membuat pria itu nampak diam.
"Mereka masih meragukan mu. Dewan Direksi ada yang tahu tentang masalah ini."
"Masalah apa?"
"Aku yang menggantikan mu sedangkan kau bersenang-senang dengan para wanita di luar sana."
"Aku tidak bersenang-senang. Aku hanya—"
"Membantu kesulitan para wanita cantik," sambung Kevin membuat Seth tertawa pelan. Tanpa sadar Kevin ikut tertawa, tapi hanya sebentar.
"Aku ingin makan siang di luar. Tinggalkan itu, nanti aku saja yang akan mengerjakannya."
Seth menegakkan tubuhnya lalu berjalan menjauh dari meja. Kevin pun menutup laporan itu dan bangkit berdiri. Langkahnya mengikuti Seth keluar ruangan. Mereka berdua pun menaiki lift khusus yang hanya digunakan untuk pemimpin perusahaan tersebut.
Sampainya di depan gedung kantor, Seth dan Kevin masuk ke dalam mobil bersamaan. Seth duduk di kursi depan sedangkan Kevin di kursi kemudi sehingga keduanya duduk berdampingan. Tanpa menunggu lama, Kevin mulai melajukan mobilnya menuju suatu tempat.
Seth menyalakan musik pada dashboard mobil. Dirinya bernyanyi seraya menggoyangkan tangan dan badannya mengikuti alunan musik. Berbeda dengan Seth, dirinya justru hanya melirik ke arah sepupunya dan lebih memilih memusatkan perhatiannya pada jalanan yang padat kendaraan.
"Bagaimana pelatihan yang kau lakukan dengan wanita bernama Valaria itu?" tanya Kevin.
Seth menghentikan gerakan tubuh dan tangannya. Dia tersenyum sekilas mengingat percintaan panasnya pagi tadi bersama wanita itu. Meskipun sekarang ponselnya sulit dihubungi, Seth pun tidak ada keinginan mengganggu pekerjaan wanita itu. Mungkin saja wanita itu akan menjadi gugup jika dirinya langsung datang menemuinya.
"Menyenangkan," jawab Seth seraya melirik pada Kevin.
Kevin mengembangkan senyumnya. Dia menggeleng pelan melihat tingkah sepupunya tersebut. "Ingat janjimu. Aku hanya akan menggantikan mu sampai akhir pekan. Tidak ada penawaran lagi. Itu yang terakhir," ucap Kevin.
"Ya. Tidak masalah. Asal kau masih ada waktu menggantikan ku satu atau dua jam supaya aku bisa menghabiskan waktu bersama wanita itu," balas Seth.
Kevin tidak membalas ucapan Seth. Dirinya justru membelokkan mobilnya memasuki halaman pusat perbelanjaan di tengah kota tersebut. Setelah memarkirkan mobilnya di basement gedung, Kevin dan Seth langsung keluar dari mobil.
"Kau harus mengganti pakaianmu, setelah itu kita baru makan siang," ucap Kevin dan hanya mendapat anggukan ringan Seth.
Keduanya masuk ke dalam lift dan menekan lantai tiga. Perlahan pintu lift pun tertutup dan mengantar mereka menuju lantai tersebut. Tanpa menunggu lama, keduanya melangkah keluar ketika lift kembali terbuka.
Seth hanya mengenakan celana jeans, kaos putih serta jaket jeans dan topi. Penampilannya berbanding terbalik dengan Kevin yang mengenakan setelan jas rapi. Namun, hal itu tidak mengurangi ketampanan kedua pria yang memiliki gaya pakaian kontras. Sesekali beberapa wanita menjatuhkan tatapan ke arah mereka. Bahkan ada yang terang-terangan memberikan senyuman.
Seth nampak acuh, begitupun dengan Kevin. Tatapan Seth tertuju pada layar ponsel di tangannya sedangkan Kevin memperhatikan sekeliling toko pakaian di lantai tiga tersebut.
Setelah mengelilingi lantai tiga dan Kevin belum menemukan toko yang cocok, dia mengajak Seth menaiki eskalator menuju lantai empat. Sampainya di lantai empat, Kevin menemukan sebuah toko yang cukup menarik. Dia pun membawa Seth ke toko pakaian yang menjual jas-jas dan pakaian formal lainnya.
Kedatangan mereka disambut hangat oleh salah satu pelayan toko. Tak lupa pelayan toko itu memberikan senyuman manis pada dua pria tampan di hadapannya. Kevin menyuruh pelayan toko itu untuk membantu Seth memilih pakaian.
Tak menunggu lama dan tanpa banyak memilih, Seth langsung mengambil salah satu kemeja putih, serta setelan jas berwarna hitam. Sebuah pakaian kantor yang klasik. Seth pun masuk ke dalam ruang ganti. Lima menit kemudian pria itu sudah keluar dengan pakaian rapi.
Kehadiran mereka bukan hanya membuat para pelayan toko menjatuhkan perhatian pada keduanya, tetapi juga seorang wanita yang sedang mengantar kekasihnya membeli setelan jas untuk menghadiri acara khusus.
Wanita berambut pirang itu mendekati Seth dan berdiri di belakang pria tersebut. Dengan perasaan penuh ragu, dia pun memberanikan diri memanggilnya.
"Dillon?" panggil Marcella dari arah belakang.
Seth pun menoleh ke belakang diikuti Kevin. Kedua mata Marcella membelalak melihat Kevin dan Seth nampak sangat dekat. Bahkan salah satu tangan Kevin berada di depan d**a Seth untuk membantu sepupunya merapikan pakaian.
Namun bukan hal itu yang ada di dalam otak Marcella. Dirinya tiba-tiba berpikir jika saat ini Seth sedang menjalani pelatihan cinta untuk pria tersebut.
Seth dan Kevin saling menatap bingung melihat ekspresi Marcella. Ketika Seth hendak bertanya siapa wanita itu, Marcella justru berbalik dan menjauh dari dua pria tampan itu.
"Siapa wanita itu?" tanya Kevin bingung.
"Aku tidak mengenalnya," jawab Seth acuh. Dirinya kembali memperhatikan pantulan bayangannya dari kaca besar di hadapannya.
Ya. Seth memang belum pernah bertemu dengan Marcella maupun Elsa, kedua teman Valaria. Dirinya hanya pernah berbicara pada dua wanita itu melalui sambungan telepon saat Marcella dan Elsa mengatakan tentang phobia Valaria.