Pertemuan Setelah Pagi Itu

1065 Kata
Valaria tertegun saat mendengar pintu ruangannya terketuk dari luar. Dia pun mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah pintu. Jeanne tiba-tiba muncul dari balik pintu. Asistennya itu tersenyum pada Valaria. "Miss Charlotte sudah datang, Miss," ucap Jeanne. Valaria melirik ke arah jam tangannya. Tanpa disadari, dirinya sudah melewatkan jam makan siang. Dia pun meletakkan penanya lalu menghela napas lega. Setidaknya satu desain sudah diselesaikannya hari ini. "Persilakan dia masuk," perintah Valaria lalu bangkit berdiri. Jeanne pun mengiyakan perintah Valaria. Dia mempersilakan Charlotte masuk bersama kekasihnya. Valaria langsung menyambut mereka dengan senyum ramahnya. Tak lupa dia bersalaman pada sepasang kekasih yang akan menjadi suami istri dalam waktu beberapa bulan ke depan. Wanita itu mempersilakan dua tamunya untuk duduk sedangkan Jeanne sudah meninggalkan ruangan. Valaria duduk di kursi yang memiliki ukuran kecil sedangkan Charlotte dan kekasihnya duduk di kursi yang lebih panjang. "Maafkan aku karena mengundur jadwal pertemuan kita," ucap Charlotte. Valaria mengembangkan senyumnya. "Tidak apa-apa, Miss. Saya tahu kalau Anda sedang sibuk mempersiapkan banyak hal." "Ya. Aku sampai bingung harus memilih hal apa yang perlu dikerjakan lebih dulu." Kedua wanita itu tertawa renyah, sekedar basa-basi. Hingga beberapa saat kemudian tawa mereka mulai mereda. "Anda ingin model gaun seperti apa, Miss?" tanya Valaria. "Aku ingin gaun yang tidak menampakkan bagian bawahku dengan jelas," jawab Charlotte diiringi senyum malunya. "Kau tahu kan yang aku maksud?" "Ya, Miss," jawab Valaria diiringi anggukan kecil dan senyum. "Bagaimana jika model ball gown saja?" tanya Valaria lalu bangkit berdiri. "Akan aku tunjukkan modelnya," ucapnya seraya berjalan ke arah meja kerjanya. Valaria kembali duduk dengan buku desainnya. Dia langsung memberikan buku tersebut pada Charlotte dan membiarkan wanita itu memilihnya. "Di sini ada beberapa contoh desain yang aku kerjakan. Mungkin ada yang sesuai dengan pilihan Anda." Wanita berambut pirang itu mulai membuka buku tersebut. Tatapannya terlihat meneliti satu persatu desain gaun yang ada di dalam buku tersebut. Sedangkan kekasihnya hanya mengikuti, sesekali dia memperhatikan desain gaun dengan seksama saat Charlotte meminta pendapatnya. Sekitar sepuluh menit berlalu, Charlotte masih memperhatikan dengan seksama. Sampai akhirnya dirinya mempunyai bayangan sendiri di dalam otaknya. "Ya, aku setuju dengan pendapatmu. Aku akan memakai gaun model ball gown," jawab Charlotte membuat Valaria mengangguk. "Tapi, aku ingin bahan utama gaunnya menggunakan kain satin. Oh ya, gaunnya warna putih." "Baik Miss. Apa ada tambahan lainnya?" tanya Valaria dan mulai mencatat. "Gaunnya berlengan panjang. Tapi dengan bahan kain yang menerawang. Terus kerahnya menggunakan model high neck. Di tepi leher dan lengannya ada ukiran floral," jelas Charlotte. "Sisanya aku percayakan padamu," sambungnya. "Kira-kira membutuhkan berapa lama pengerjaan?" tanya Charlotte saat melihat Valaria mencatat sesuatu. "Sekitar lima bulanan, Miss." "Baiklah." Valaria pun mulai mengukur tubuh Charlotte dan kekasihnya. Dirinya nampak sibuk mengerjakan hal itu. Mulai dari tinggi badan, panjang lengan dan kaki, lebar pinggang serta pundak dan lingkaran pada pergelangan tangan. Dia juga mengukur pergelangan kaki kekasih Charlotte untuk membuat celana. Tanpa terasa Valaria sudah melewati satu jam bersama kedua orang tersebut. Sampai akhirnya mereka pun pamit pergi. Dan kini tinggal Valaria seorang diri di dalam ruangan dengan pekerjaan panjang yang menantinya. Valaria berjalan ke arah meja. Dia mengaktifkan ponselnya dan duduk santai di sofa. Sudah tidak ada janji temu dengan pelanggan sampai sore sehingga Valaria bisa menghabiskan waktu untuk mengerjakan desain pengantin Charlotte. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sofa. Jarinya nampak sibuk memesan makanan online siap saji. Tidak ada waktu untuknya meskipun sekedar keluar untuk makan siang. Valaria meletakkan ponselnya di atas meja dan mengabaikan beberapa pesan yang masuk. Dirinya justru berjalan ke arah meja kerjanya untuk mengambil beberapa kertas dan pensil yang dibutuhkan. Valaria duduk di atas lantai saat kembali ke arah sofa. Dirinya mulai mengerjakan desain dengan santai dan mencari posisi nyamannya. Saat dirinya baru menggambar pola, arah matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala dan bergetar. Perlahan suara dering ponselnya mengisi ruangan yang beberapa detik lalu masih sunyi. Dia pun meraih benda pipih itu dan menatap layarnya. Setelah tahu temannya yang menghubungi, Valaria langsung menggeser ikon hijau pada layar ponsel untuk menerima panggilan tersebut. Dia menempelkan benda itu ke arah telinga. "Ya," jawab Valaria dan melanjutkan tangan kanannya yang menggerakkan pensil di atas kertas itu dengan lihai. "Beberapa jam lalu aku melihat Dillon bersama seseorang," tutur Marcella. Valaria langsung menghentikan aktivitas menggambarnya saat mendengar nama itu. Bayangan saat melihat pria itu terlihat begitu dekat dengan wanita lain pagi ini membuat dirinya merasa kesal. Valaria hanya tidak senang melihat pria itu membuka pelatihan dengan wanita lain saat sedang menjalani pelatihan dengannya. "Di mana kau melihatnya?" tanya Valaria dengan nada seolah terdengar acuh. "Di mall. Dia sedang bersama pria lain. Mereka terlihat cukup dekat," jelas Marcella. "Pria?" Kening Valaria mengernyit bingung. Saat bibir Valaria hendak melanjutkan ucapannya, dia tertegun mendengar suara pintu ruangan terbuka. Sontak dirinya langsung menoleh ke arah pintu dan terkejut melihat sosok pria yang sudah tidak asing lagi. Dia pun memilih untuk memutuskan sambungan telepon dengan Marcella dan bangkit berdiri melihat pria itu mendekat ke arahnya. "Ka-kau ... Ada apa ... kau datang?" tanya Valaria gugup. Dirinya masih terkejut melihat kedatangan pria itu tiba-tiba. Pandangan Valaria mengamati Seth. Pria itu terlihat tampan dengan setelan jas. Penampilannya terlihat rapi dan mampu menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Seth hanya tersenyum melihat Valaria mematung di depannya. Dirinya lebih memilih duduk di sofa yang terletak di depan Valaria. Dia melipat kakinya sedang tangannya bergerak untuk mengendorkan dasi yang terasa seperti ingin mencekik lehernya. "Aku ingin melihat kekasihku bekerja," jawab Seth lalu tersenyum pada Valaria. "Kau mengabaikan teleponku," gumam Seth saat melirik ke arah meja dan melihat ponsel Valaria tergeletak di sana. "Aku sedang sibuk," jawabnya dengan cepat tanpa menatap Seth. Dirinya justru kembali duduk di atas lantai dan menjatuhkan tatapan ke arah desainnya. "Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Seth dan menapakkan kedua kakinya di atas lantai. Dia menundukkan punggungnya ke arah depan membuat jarak wajah keduanya cukup dekat. "Jauhkan wajahmu dariku," perintah Valaria. Dirinya masih menundukkan tatapannya seolah ingin menghindar dari tatapan pria itu. Seth justru tertawa. Dia tidak mendengar perintah Valaria. Dirinya justru menyusul duduk di lantai lalu melipat kedua tangannya di atas permukaan meja. Dia menggunakan tangannya untuk menyanggah kepalanya sembari menatap lekat-lekat pada wajah wanita itu seolah ingin menggodanya. "Dasar tuli," umpat Valaria dengan jelas hingga terdengar oleh indra pendengar Seth. Tetapi pria itu hanya tertawa sebagai respon dari u*****n Valaria. "Kau terlihat cantik saat sedang bekerja," puji Seth membuat Valaria menghentikan aktivitas jarinya. "Berhenti mengatakan hal konyol. Aku tidak seperti wanita lain yang merasa senang mendengar pujian darimu," ucap Valaria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN