15. Kemesraan

1296 Kata
Bawaannya ingin selalu berduaan.  Kerja jadi tak fokus.   Sementara aku di kantorku, mendengarkan laporan dari tangan kananku, pikiranku melayang pada sosok yang berada di lantai bawah.  Mungkin dia sedang tiduran di mobil, seperti kebiasaan para supir lainnya.  Atau merumpi di pos keamanan?  Jangan-jangan disana ada beberapa office girl kenes yang modus padanya!  “Tidak,” gumamku tak rela. “Iya, Nona?” Mr Eldrich bertanya dengan dahi mengerut.  Astaga, apa yang baru saja kuucapkan?  “Bagian mana yang kurang Anda setujui?” lanjut asistenku, tangannya memegang pulpen yang siap menuliskan apa yang akan kuamanatkan padanya. “Tidak!” aku mengibaskan tanganku pelan.  “Semua sudah baik.  TIDAK ada masalah!” tegasku. Mr Eldrich mengangguk lega.  “Syukurlah, Nona.” “Karena tak ada masalah, cukup sekian dulu Mr Eldrich.  Saya ada perlu keluar, jika ada yang ingin menghadap atau mencari saya katakan saja untuk kembali menghubungi besok,” putusku sepihak.  Baru kali ini aku mengabaikan pekerjaanku demi kepentingan pribadi.  Masa bodoh dengan profesionalitas! “Baik, Nona Bella,” sahut Mr Eldrich sebelum undur diri. Begitu sendiri di ruangnya, Bella segera mengontak Ardo. “Dimana?” tanya Bella ketika Ardo menyambut teleponnya. “Di kantor, Non.  Dimana lagi?” “Iya, aku tahu.  Bukan didalam mobil kan?” tembakku langsung.  Aku mendengar suara orang bercakap-cakap melalui ponsel Ardo. “Tidak, Non.  Di mobil terus pengap, nanti dalam mobil bau keringat saya.” Aku tak keberatan.  Batinku menyahut.  “Jangan-jangan kamu di pos satpam,” tebakku langsung. “Iya Non.  Nona ada perlu?” “Apa ada office girl nongkrong disana?”  Mengabaikan pertanyaannya, aku justru ingin memastikan pradugaku tadi yang bikin nyesek di hati. “Hmmm, coba saya lihat.  Ada Non, cuma dua orang.” Ngehek!  Aku harus memberitahu bagian SDM, mulai sekarang office girl tak boleh leha-leha di pos satpam.  Bukannya bekerja mereka malah asik menggoda para lelaki disana.  Sama sekali tak punya etika kerja, mereka sungguh tak profesional! “Nona Bella ada perlu dengan saya?” “Do, jemput aku sekarang di lobi kantor.  Kita pergi!”     Apa yang baru saja kulakukan?  Baru pertama kali aku bolos kerja!   ==== >(*~*)   “Kita mau kemana, Non?” celetuk Ardo sembari melirikku melalui kaca spion. “Do, kita kencan.  Enaknya kemana?” aku balas bertanya padanya.  “Terserah Nona,” jawab Ardo dengan senyum dikulum. “Kita sudah diluar jangkauan mereka, jangan sok formil!”  aku  menepuk bahunya gemas.   Kumajukan dudukku mendekatinya, daguku kutaruh diatas bahu kokohnya dengan manja.  Ardo menoleh dan tersenyum mesra padaku. “Bella punya ide mau kemana?” “Tak ada.  Yang penting kita bisa pergi ke tempat yang aman buat kita.  Pokoknya tak ada mata-mata Dad yang bisa memergoki kita.” Ardo nampak memikirkan usulku.    “Bella malu ketahuan jalan sama saya?” Aduh, tumben kekasih gelapku sensi begini.  Aku terpaksa membujuknya. “Bukan malu, belum saatnya kita menunjukkan hubungan kita.  Ingat proyek Cinderella Man kita,  jangan sampai Dad menyelidiki latar belakang kamu sebelum kita siap menciptakan alibi ... eh, latar belakang yang wah untukmu.” Ardo terdiam.  Wajahnya datar.  Aku tak tahu apa dia bisa menerima penjelasanku.  Kucoba merayunya.   “Jangan kaget, Do,  fokus menyetir ya,” bisikku lirih dekat telinganya. “Hah?”  Sebelah alisnya naik sedikit, membuatku gemas.  Aku mengecup tengkuknya cepat. Untung dia sudah kuperingatkan.  Mobil sempat oleng sedikit sebelum ia kembali menguasainya.  “Astaga, Bella.  Mengapa tak memberitahu jika mau menciumku?” protesnya halus. “Mengapa?  Kalau aku bilang, apa kau akan menolaknya?” rajukku. Ardo menggeleng sembari tersenyum, “Supaya saya bisa menyiapkan hati saya.” Manisnya dia.  Jadi ingin menggodanya. “Baiklah, jadi aku harus bilang ... Do, aku ingin menciummu.” “Iya, begitu juga bol ...” Cup.   Ardo terdiam saat aku mengecup pipinya.  Kali ini dia tak gagal fokus hingga mobil kami oleng.  Tapi dia menghentikan mobil kami di tepi jalan.  Lantas menoleh dan memagut bibirku cepat.  Ah, ciumannya sungguh memabukkan.  Aku menyambutnya dengan antusias.  Seperti orang kelaparan, bibir kami menyatu dan mengulum gemas hingga menimbulkan bunyi kecipak bibir yang membuat suasana semakin panas b*******h.         Aku meremas rambut Ardo gemas, sebelah tangan yang lain menelusuri dan mengelus d**a bidangnya.  Namun ketika hendak membuka kancing kemejanya, tangan Ardo menahannya. “Cukup, Sayang,” tolaknya dengan suara parau.  “Saya tak mau kita diciduk polisi lagi seperti yang lalu.  Dan belum tentu polisi yang menciduk kita mengenalmu, Nona.” Kami saling menyeringai geli.  Teringat kejadian yang lalu.  Mengapa kami sering terjebak berciuman didalam mobil?   Maklum, ini kasus pacaran backstreet nona majikan dan supirnya. Ardo mengacak lembut rambutku, lantas merapikannya.   Aku menangkap tangannya, menangkupkan ke pipiku.  Tangannya hangat, apalagi saat jarinya mengelus pipiku.  Juga bibirku.  Dia menghela napas panjang. “Kau sangat menggoda, Bella.  Lebih baik kita tak sering melakukan, daripada suatu saat polisi menahan kita dengan tuduhan berbuat m***m didalam mobil.” Dia serius mengatakannya, tapi bagiku terasa lucu.  Aku terkekeh geli, kucubit hidung mancungnya gemas. “Siap, Bos!’ godaku. “Saya bukan bos, saya hanya supir,” ralatnya jujur. “Iya, tapi bagiku kau tetap bos.  Pemilik hatiku, Ardo.” Senyum Ardo merekah dengan indahnya, matanya berkilauan menatapku sumringah.   Apa ini hasil dia kugombali?  Aduhai, sejak kapan aku yang dikenal orang jutek jadi pintar merayu seperti ini? Cinta memang telah mengubah segalanya!  “Sekarang Nona semakin pandai merayu,” cetus Ardo geli. “Nona?” tanyaku dengan mata mengerling manja. Ardo tertawa renyah, matanya melirikku gemas.  “Bella sayang ...” Aduh, dipanggil seperti itu saja sudah membuatku melambung tinggi.  Ingin sekali aku melompat ke pangkuannya, kalau tak ingat kami pernah terciduk karena asik berpangkuan didalam mobil! “Do, kamu membuatku gemas.  Aku ingin menggigitmu,” bisikku mendesah di dekat telinganya.  “Boleh,” sahut Ardo sembari tersenyum manis.  Benarkah?  Tapi dia sedang menyetir, khawatirnya ...  Tadinya dia sedang menyetir, sekarang tidak lagi.  Ardo menghentikan mobilnya di pinggir jalan. “Kita tak akan diciduk lagi?” celetukku khawatir. “Tidak, kita hanya berhenti sebentar.  Dan Bella sayang tak perlu pindah,” sahutnya mesra.  Ia menoleh padaku, wajahnya mendekat hingga aku bisa melihat sorot geli di matanya.  Uh, gemas .. gemas .. gemas ... “Silahkan gigit kalau merasa gemas,” pancing Ardo dengan memasang raut wajah konyol.  Aku pura-pura memasang raut wajah serius.  “Bagian mana yang akan kugigit?”  Aku memasang lagak tengah berpikir keras.  Kutelusuri pandanganku ke wajahnya yang tampan, tak cukup hanya menatapnya .. jariku bergerak menyusuri wajahnya yang terpahat indah.  Berhenti agak lama di bagian bibirnya. “Apakah ini?” Dia memandangku penuh harap.   Aku tersenyum menggodanya. “Tidak dulu, kurasa aku akan memilih bagian lain.” Jariku terus bergerak ke tempat lain.  Ke rahangnya yang kokoh, ke jakunnya yang bergerak naik turun gelisah .. aku mengelus disana cukup lama.  Membuat biji jakunnya semakin cepat bergerak.  “Yang ini sayang dilewatkan,” gumamku lirih. Matanya membola mendengarnya.  “Apakah kau akan menggigitnya?” Aku tergelak, ternyata dia khawatir aku betul-betul melakukannya.  “Kurasa boleh juga ...”  Aku mendekati jakunnya, dia berusaha menjauh namun tanganku menahan tengkuknya.  Cuppppp ... Kukecup lama dan pelan leher Ardo, tepat di jakunnya.  Wajah Ardo memerah, dia nampak senang sekaligus lega.  “Kau nakal sekali, Bella sayang.  Sekarang giliranku.” “Apa yang ingin kau gigit?” tantangku. Ganti dia menelusuri sekujur tubuhku, berhenti lama di dadaku.  Astaga, apa dia ingin menggigit iniku?  Spontan aku menyentuh dadaku.  “Tidak yang ini, tidak sekarang.” Ardo tersenyum geli.  “Sungguh penawaran menggoda.” Dia mendekat, aku menjauh.  Tapi dia menahan tubuhku dengan merengkuh pinggang rampingku. “Bella sayang, sekarang giliranku menggigitmu .. pejamkan matamu.” Spontan aku memejamkan mata.  Dadaku berdebar membayangkan adegan e****s dia menggigit ujung dadaku.  Astaga, mesumnya diriku.  Cuppppppp ... Kurasakan kecupan basah dan hangat di bibirku.  Meleleh diriku.  Kubalas ciumannya sembari mengalungkan lenganku ke lehernya.  Semoga kali ini tak ada polisi yang menciduk kami!             ==== >(*~*)  Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN